Aku segera berlari menuju ke tempat parkir dan masuk ke dalam mobil. Aku mengunci pintu. Air mata kekesalan yang dari tadi sudah aku tahan, langsung terjatuh begitu deras. Aku sangat muak dan benci dengan yang namanya Rama. Laporan yang sudah aku tulis dengan susah payah sampai mengorbankan jam tidurku, difotokopi begitu saja olehnya. Orang yang jelas-jelas tidak tahu apa itu arti usaha dan kerja keras.
Rama berhasil membodohiku dengan akting sialannya itu. Curiga sedikit pun aku tidak.
Aku bersandar di jok mobil sambil mengumpati diriku sendiri ini. Mengumpati Rama tidak ada gunanya. Malah tambah bikin sakit hati.
“Ziv Ziv !!!” panggil Neta sambil mengetuk-ngetuk kaca pintu mobil dikursi penumpang.
Aku membuka centra lock mobil dan Neta langsung masuk dengan wajah paniknya.
“Gue belum terlambat kan ?” tanya Neta panik.
“Terlambat apa sih ?” balasku parau.
“Lo belum terlanjur minum racun kan ?” sambung Neta masih panik.
“Apaan sih Net. Nggak lucu ah.” balasku sambil menyeka air mataku dengan tangan.
“Lagian gimana ceritanya sih ? Kok Rama bisa fotokopi laporan lo ?” tanya Neta sambil menatapku sendu.
Kejadian itu langsung tersebar begitu cepat di telinga angkatanku. Bahkan mungkin seisi kampus sudah mendengarnya. Sumbernya tidak lain tidak bukan dari Kakak-Kakak asisten dosen perempuan yang mulutnya ngalahin akun gosip Instagram.
Aku menjelaskan pelan-pelan alur kejadiannya. “Lo tahu kan kalau minggu lalu gue satu kelompok praktikum sama dia ?”
Neta mengangguk.
“Katanya dia lupa tulis hasil praktikumnya waktu itu. Makanya dia pinjam laporan gue. ” lanjutku
“Terus lo percaya ?” tanya Neta dengan satu alis terangkat.
“Iya. Orang butuh bantuan masa nggak ditolongin sih Net ?” jawabku diikuti tarikan ingus.
Neta menghela napas panjang. “Terus terus ?” tanya Neta lagi.
“Terus tiba-tiba pas gue mau minta balik laporan, gue lihat dia sudah nggak ada di kelas. Laporan gue juga nggak ada di mejanya. Gue tanya Levin, katanya dia ke koperasi mahasiswa. Terus….”
“Dan lo nggak curiga sama sekali gitu dia ngapain ke koperasi bawa laporan lo ? Lo tahu kan di koperasi ada mesin fotokopi ?” potong Neta dengan ekspresi sangat heran.
“Dengerin dulu Neta..” balasku kesal sambil mencak-mencak. “Pas gue tanya sama dia, katanya dia habis dari gazebo taman, nyalinnya di sana. Soalnya di kelas berisik.” lanjutku.
“Terus lo tetap nggak curiga ?” tanya Neta sekali lagi dengan intonasi yang cukup tinggi.
Aku menggeleng dan memanyunkan bibir. “Enggak.”
Neta mendesis. “Ya kali Ziv. Tinggal nyalin doang masa butuh fokus ?”
“Iya Neta gue tahu gue bego.” balasku sambil merengek.
“Susah memang punya sahabat yang nggak pernah curiga atau nethink sama orang. Lo terlalu baik Ziv. Terlalu polos tepatnya.” kata Neta kemudian memeluk dan berusaha menenangkanku.