Setelah kurang lebih enam bulan menjalani semester pertama, tidak terasa kami sudah sementara menjalani UAS. Sedikit lagi semester satu akan berakhir.
“Tuh kan salah.” seruku sambil menatap layar ponsel.
“Kenapa lo ?” tanya Neta.
“Ini. Gue lagi buka materi Pak Hendri buat memastikan jawaban gue tadi. Sudah benar tadi gue pilih ikatan ion, eh malah gue ganti jadi ikatan kovalen.” sesalku.
“Itu alasannya kenapa gue paling malas buka materi lagi pas selesai ujian. Syukur kalau jawabannya benar. Kalau salah. Ya kayak lo gini. Kecewa.” kata Neta sambil terkekeh.
“Selalu aja. Gue belajarnya A yang keluar disoal ujian B.” keluhku kepada Neta.
“Masih mending. Gue ? Belajarnya A keluarnya Z.” balas Neta.
“Yang penting sudah usaha.” kataku berusaha meyakinkan diri sendiri.
“BB aja.” sambung Neta.
“Apa tuh BB ?” tanyaku sambil mengernyitkan kening.
“Berdoa Berserah.”
Aku meletakkan ponselku dan kembali menyantap bakmi yang sudah kubiarkan karena penasaran dengan jawaban ujian tadi.
“Boboho tuh.” kata Neta pelan sambil mengarahkan bola matanya ke stand bakmi.
Aku membalikkan badan. Melihat dulu ke arah yang lain, baru melihat ke arah Geva yang ternyata bersama dengan Alex. Alex adalah teman sekelas kami dan juga merupakan teman baik Geva.
“Gue perhatikan Geva sudah mulai kurus yah ?” kata Neta setelah menelan bakmi yang dikunyahnya.
“Iya. Cakepnye mulai nampak kan ?” balasku dengan aksen Melayu.
“Lo mah genitnya di belakang doang. Berani nggak lo genit di depan Geva ?” tantang Neta.
“Berani,” kataku dengan lantangnya. “Tapi kalau sudah sah pacaran.” sambungku lalu menjulurkan lidah.
“Gue jepit juga tuh lidah pakai sumpit.” kata Neta sambil mengarahkan sumpit di hadapanku.
Aku terkekeh pelan kemudian mengambil tisu untuk menyeka minyak bakmi yang ada di kedua sudut mulutku.
“Ziv Ziv. Geva sama Alex jalan ke sini !” kata Neta yang tiba-tiba panik.
“Ah bohongin gue lagi kan lo ? Prank lo kok nggak kreatif banget sih ? Dari kemarin gitu-gitu melulu.” balasku dengan santainya.
“Hai Ziv, Net !” sapa seorang pria dari belakang.
Gerakanku yang ingin menyumpit kembali bakmi tiba-tiba terhenti. Aku terbelalak, kemudian menatap Neta yang sudah menundukkan kepalanya sambil menggigit bibir. Terlihat seperti orang yang sedang berusaha menahan tawa. Pelan-pelan aku membalikkan badan, dan melihat dua orang laki-laki yang ternyata sudah berdiri manis di belakangku.