“Jadi lo kemarin beli gelas bekernya ditemenin Kak Adriel ?” Neta terkejut setelah kuceritakan kejadian kemarin.
Aku mengangguk. “Jadi kan gue mampir mal dulu tuh buat beli minuman boba favorit gue. Terus nggak sengaja gitu papasan sama Kak Adriel. Akhirnya diajak bareng lah gue sama dia, katanya dia sekalian mau beli bahan-bahan buat penelitiannya juga.” jelasku terstruktur agar Neta tidak salah paham.
“Terus lo mau-mau aja gitu diajak bareng ? Kan lo nggak terlalu dekat sama Kak Adriel Ziv ?” tanya Neta sambil memegang sebelah pundakku.
“Sudah gue tolak berkali-kali Net. Tapi dianya tetap maksa. Gue kan jadi nggak enak. Entar dipikir gue songong lagi.” balasku.
“Tapi lo nggak di apa-apain kan sama dia ?” Neta menatapku tegang.
“Puji Tuhan nggak sih. Awalnya gue juga takut. Tapi ternyata dia orangnya memang ramah dan kalem kok. Kayak Kak Adriel yang sering kita lihat di kampus.”
Neta menghembuskan napas panjang. “Syukurlah.”
“Tapi jujur gue takut Net.” kataku dengan nada yang agak sedikit pelan.
“Haa takut ? Takut kenapa ?” balas Neta mengernyitkan kening.
“Takut ketahuan Kak Anya.”
“Yaelah… Santai aja kali. Lagian mereka sekarang lagi break juga kan ? Jadi Kak Adriel bebas dong jalan sama siapa aja.” balas Neta sangat santai.
“Break sama putus kan beda Neta…” aku gereget.
“Memangnya kemarin lo lihat mata-matanya Kak Anya buntutin lo sama Kak Adriel ?” Neta menaikkan sebelah alisnya.
“Ya enggak sih..”
“Nah kan. Udahlah nggak usah parno.” balas Neta mengibaskan tangannya di depanku. “Eh tapi ngomong-ngomong, lo nggak curiga apa Ziv ?” lanjut Neta.
“Curiga apaan ?”
“Curiga kenapa Kak Adriel sampai maksa-maksa lo buat pergi bareng dia. Jangan-jangan…” Neta mulai menerka-nerka.
“Udah deh…Nggak usah mulai lagi.” potongku malas karena sudah tahu apa maksud Neta.
“Kan baru jangan-jangan Ziv.” balas Neta membela diri.
“Lo lupa kejadian Geva kemarin ? Lagian Kak Adriel nggak mungkin lah suka sama gue. Penggemar ceweknya itu banyak. Kak Anya juga, galak-galak gitu tapi cantiknya bukan main. Masih layak untuk dipertahankan.”
“Kalau jangan-jangan gue kali ini benar gimana ?” goda Neta.
“Halusinasi lo ketinggian !” balasku menarik pelan ujung rambut Neta.
Untung saja Pak Aaron sudah masuk ke dalam kelas. Kalau tidak Neta pasti akan terus menerawang, mengeluarkan kemampuan indra keenam abal-abalnya itu.
*****
“Ini dua kurcaci ngapain buntutin kita terus sih ?” kata Neta kesal sambil menatap layar ponselnya.
“Dua kurcaci siapa ?” tanyaku menatap Neta.
“Alex sama Geva lah. Siapa lagi ? Ini si Alex nge-chat gue, katanya dia mau nyusul ke perpustakaan.” jawab Neta sambil memperlihatkan pesan Alex kepadaku.
Aku tersenyum tipis dan kembali melihat layar laptop sambil mengetik. “Ya udah kali kalau mereka mau ke sini. Ini kan tempat umum.”
“Tapi awas ya !” tidak ada angin, tidak hujan, Neta tiba-tiba mengancam.
“Awas apaan sih ?” tanyaku bingung.
“Awas makin susah move on-nya.”
“Kutu kupret !”
Aku dan Neta memilih untuk mengerjakan tugas Biokimia di perpustakaan setelah kelas terakhir selesai. Kebetulan hari ini kelas juga hanya sampai jam sepuluh. Sebenarnya bisa-bisa saja sih meminjam buku lalu dibawa pulang ke rumah, tapi entah kenapa kalau mengerjakannya di perpustakaan, adrenalin rajinnya lebih terpacu. Mungkin karena pemandangannya buku-buku semua kali. Jadi berasa kayak profesor.
“Tumben lo nggak teriak ? Biasanya teriakan lo ngalahin orang-orang yang bangunin sahur.” sindir Neta kepada Alex, setelah melihat Alex dan Geva menarik kursi di hadapan kami.
“Kalau gue teriak di sini, yang ada gue langsung didepak secara tidak hormat.” balas Alex dengan nada yang sangat pelan, tidak seperti biasanya.
Kayaknya aku dan Neta akan lebih sering lagi deh nongkrong di perpustakaan. Biar jantung kita berdua terselamatkan dari suara toa Alex.
“Rajin banget sih.” ledek Geva sambil menutup sedikit layar laptopku.
Sudah rajin gini aja masih disia-siain, gimana nanti kalau nggak rajin.
“Iya dong. Demi masa depan yang cerah.” balasku tersenyum tipis dan tetap menatap layar laptop.
Pengennya sih menatap mata Geva, tapi demi menghindari resistensi move on, aku harus tahan.
“Ziv, Net !” panggil Alex.
“Hmmm…” aku dan Neta kompak membalas,
“Kabar gembira untuk kita semua. Kulit manggis, kini ada ekstraknya.” Alex tiba-tiba bernyanyi.
Aku dan Neta saling bertatapan dan kemudian menatap heran Alex.
“Lo mau casting iklan ?” tanya Neta.
“Bukan Neta...” balas Alex.
“Oh..Gue tahu. Mungkin lo mau penelitian tentang ekstrak kulit manggis kan ? Bagus sih itu Lex.” kataku.
“Bukan !!! Orang skripsi masih lama juga, baru juga semester tiga.” balas Alex.
“Terus apa ?” tanya Neta.
“Geva sudah jadian sama Chelsea.” kata Alex sambil menepuk-nepuk pundak Geva.
“Serius ?” Neta bertanya sambil memelototkan matanya.