Sebagai calon tenaga kefarmasian, kami juga harus belajar bagaimana cara berkomunikasi dan menghadapi pasien dengan baik. Dalam hal ini, Farmasis haruslah menjadi komunikator dan konselor yang baik bagi pasien, untuk membantu tercapainya tujuan pengobatan yang diinginkan.
Komunikasi yang baik juga harus diciptakan dalam semua hubungan, termasuk hubungan percintaan. Sebagai pasangan, masing-masing harus belajar untuk menjadi komunikator dan konselor yang baik, agar bisa lebih saling mengenal, mengerti dan memahami satu dengan yang lainnya.
Setelah menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di semester enam kemarin, dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di semester tujuh ini. Akhirnya aku tiba pada tahap seminar proposal. Tahap dimana aku akan menjalani ujian secara individu, untuk mengusulkan judul penelitian skripsiku nanti . Ya. Tidak terasa aku sudah sampai dititik ini. Titik dimana title mahasiswa akhir akan menjadi suatu kebangaan atau justru beban.
“Kamu kenapa ?” tanya Kak Adriel ketika melihatku seperti orang yang tidak memiliki semangat hidup.
“Proposal penelitian aku nih. Sudah dua kali mengajukan judul, tapi Ibu Griselda masih nolak juga. “ aku cemberut sambil menggoyang-goyangkan sedotan yang ada di minumanku.
“Sabar… Coba lagi aja yang ketiga.” balas Kak Adriel dengan tenangnya.
“Kalau bikin proposal penelitian segampang bikin telur dadar, sepuluh kali pun aku sabar Kak.” balasku datar.
“Dua chicken steak...” kata pelayan restoran sambil menurunkan dua piring chicken steak di meja kami.
“Makasih ya Mas.” kata Kak Adriel.
Tanpa menunggu lama, aku langsung menyantap makanan yang baru disajikan itu. Benar kata orang, stres memang bikin lapar.
“Kamu ambil bidang penelitian Mikrobiologi kan ya ?” tanya Kak Adriel kepadaku.
Aku mengangguk. “Iya…” jawabku setelah memasukkan potongan pertama chicken steak.
“Gimana kalau kamu coba bikin judul tentang penelitan tumbuhan laut, yang berpotensi menjadi bahan aktif antibiotik atau antijamur ? Antimikroba deh pokoknya.” Kak Adriel memberikan saran sambil memotong chicken steak-nya.
“Iya juga ya…?” aku manggut-manggut lalu memasukkan potongan kedua chicken steakku. Otak juga butuh asupan untuk berpikir keras.
“Kan kalau penelitiannya itu kamu bisa sekalian refreshing. Penelitian sambil menikmati indahnya pemandangan laut. Iya nggak ?” Kak Adriel menaikturunkan alisnya.
Aku langsung mengangkat pisau yang aku pegang “Good idea.” kataku semringah.
“Nanti habis ini aku bantuin kamu bikin proposalnya ya ? Pembimbing dua aku kemarin kan Ibu Griselda, jadi aku lumayan tahu kriteria yang Ibu Griselda mau.” ucap Kak Adriel.
“Thank you...” aku nyengir.
Kak Adriel baru saja menyelesaikan studi profesi apotekernya. Sebenarnya dari minggu-minggu kemarin aku sangat ingin minta bantuan Kak Adriel. Tapi karena aku lihat dia sedang sibuk mempersiapkan sumpah apotekernya, makanya aku tidak mau membuatnya semakin repot.
“Gimana kalau kita ngerjainnya di rumah aku aja ? Sekalian katanya Mama sama Papa pengen ketemu sama kamu. Kangen katanya sama calon mantu.” gombal Kak Adriel.
“Boleh boleh. Aku juga kangen sama calon mertua.” balasku balik menggombal.
Dulu malu-malu. Sekarang nggak tahu malu. Itulah Ziva.
*****
Setelah selesai mengerjakan proposal dan mengobrol banyak dengan Mama dan Papanya Kak Adriel, aku segera pamit pulang. Aku harus mencetak proposal malam ini juga untuk diberikan kepada Ibu Griselda besok. Aku benar-benar harus mengejar target untuk seminar proposal minggu depan.
“Pamit dulu ya Om, Tante.” kataku sopan sambil menyalami tangan Mama dan Papa Kak Adriel.
“Iya..Minggu depan main ke sini lagi ya ? Nanti Tante masakin masakan kesukaan kamu.” balas Mama Kak Adriel dengan ramahnya.
“Benar tuh. Kamu harus sering-sering main ke sini sebelum Adriel pergi ke Jepang. Biar dia juga punya lebih banyak waktu sama kamu.” lanjut Papa Kak Adriel.
Wait…Jepang ? Kak Adriel mau ke Jepang ? Kok aku nggak tahu ?
“Jepang Om ?” aku bingung.
“Iya Jepang. Adriel kan mau melanjutkan studi S2-nya di Jepang. Memang Adriel belum cerita sama kamu ?” balas Papa Kak Adriel sambil memasukkan kedua tangannya di kantong celana.
Aku kemudian menggeleng sambil tersenyum kikuk.