Suasana ruang observasi PTM semakin pekat oleh aura tegang. Semua pasang mata tertuju ke layar besar yang menampilkan arena duel. Anomali yang tiba-tiba muncul bukan sekadar gangguan teknis, melainkan bagian dari rencana yang hanya segelintir orang ketahui.
"Eksperimen Protokol Khusus: Modifikasi Duel. Senjata bebas. Sisa waktu lima menit. Hanya yang beradaptasi bertahan hidup," suara sistem bergema di seluruh ruangan.
Di arena, lantai bergeser. Panel-panel logam terbuka perlahan, memuntahkan senjata acak ke lantai. Pisau, pipa besi, senjata api dengan peluru terbatas, bahkan granat tanpa pin bergelinding ke tengah arena.
Zeid Roren menyipitkan mata, napasnya teratur. Senyum tipis menghiasi wajah manipulatifnya. "Hmph, ini baru menarik," gumamnya.
Di seberangnya, Raze Alden justru terkekeh liar. "Haha, akhirnya bos besar kasih kita mainan beneran," katanya seraya melesat ke depan.
Langkah Raze cepat, brutal. Tangannya meraih pipa logam tebal, langsung diayunkan ke arah Zeid. Namun Zeid dengan tenang melompat ke samping, matanya tak lepas mengamati pergerakan Raze.
Tubuh Zeid yang kurus menyelinap lincah di sela-sela arena, jemarinya cekatan meraih sebuah belati. "Kau terlalu frontal, Raze," ejek Zeid.
"Aku nggak butuh akal buat ngancurin muka orang kayak kau," balas Raze, senyum miring menghiasi wajahnya.
Benturan pertama terjadi. Pipa logam menghantam udara kosong, belati Zeid berusaha menggores lengan Raze, namun pria berambut merah itu memutar tubuhnya, menghindar.
Suara dentingan senjata, derap langkah, dan napas memburu memenuhi arena. Penonton di ruang observasi terpaku.
Alexander tetap tenang, tatapannya kosong namun tajam. Lynette bersandar di kursinya, seringai manipulatif menghiasi wajahnya. Arsha memperhatikan dengan dingin, dan Indra... hanya duduk dengan rokok di tangan, mata tajam mengamati layar.
Brigitta berdiri di sampingnya, lengan bersilang, tatapan tajam tak lepas dari arena. "Mereka brutal, tapi tetap terkontrol," komentarnya.
"Dan itulah yang membuat mereka menarik," balas Elvano santai, memainkan permen di mulutnya.
Di arena, pertarungan memanas. Raze berhasil mendaratkan pukulan ke perut Zeid, membuat bocah manipulatif itu terhuyung. Namun Zeid bukan tanpa akal. Dia menjatuhkan granat tanpa pin tepat di kaki Raze.
"Sial!" seru Raze, melompat ke belakang.
Ledakan kecil mengguncang arena, debu beterbangan. Zeid memanfaatkan momen itu untuk bersembunyi, menyelinap di balik bayangan.