Ruang istirahat para subjek.
"huh akhirnya kelar juga"ucap arsha yang kelelahan
"HEHEHEHEE Aku jadi tidak sabar tantangan apa yang akan terjadi pada tahap berikut nya,Bagaimana menurut mu monster kecil?"ucap raze yang masih semangat.
"Entahlah"Ucap alexander.
"Aku sarankan kau beristirahat otak otot karena kita tidak tau apa yang terjadi kedepannya"ucap arsha yang mulai kesal dengan raze.
"HAHAHAHAHA aku tidak butuh istirahat yang aku butuhkan hanyalah pertarungan bukan begitu monster kecil? apa kau mau bertarung lawanku sekarang? Aku siap meladeni mu kapan saja HAHAHAHA"ucap raze.
"DIAM"nada nya begitu halus tapi memancarkan aura membunuh yang sangat kuat..
"HAHAHAHA KAU TIDAK BISA DIAJAK BERCANDA BOCAH"
"Sudah cukup aku ingin tidur jika kalian mau berkelahi lakukan di arena duel"ucap arsha
"HAHAHAHA baiklah aku juga ingin tidur,akan kunantikan besok akan seperti apa"ucap raze
KEESOKAN HARINYA.......
Markas Besar PTM, Ruang Rapat Khusus – Pagi Hari
Suasana di ruang rapat tingkat tertinggi PTM terasa lebih dingin dari biasanya. Dinding beton berwarna gelap dengan lampu-lampu redup menciptakan bayangan panjang yang menari di atas meja oval raksasa, tempat para petinggi PTM berkumpul.
Brigitta Kessler duduk di sisi kanan, tangan menopang dagu, mata tajamnya memandangi layar hologram yang menampilkan data dua puluh subjek yang telah lulus ujian brutal Level 2. Rambut pirangnya tergerai rapi, kontras dengan aura dingin dan karismanya yang hampir selalu mendominasi ruangan.
Di sisi lain, Indra — pemimpin tertinggi PTM — mengisap rokoknya pelan, memperhatikan data tanpa tergesa. Tatapan matanya dalam, seolah sedang menyusun rencana panjang.
Elvano, pria muda berambut putih yang selalu tampak santai, bersandar di kursinya dengan senyum tipis. Namun di balik sikap tenangnya, semua tahu bahwa ia adalah salah satu manipulator terbaik di PTM.
Marcus Everett, pria berusia lima puluh dua tahun, mantan mentor Brigitta, duduk di ujung meja. Tubuhnya kekar dan tegap, meskipun keriput mulai menghiasi wajahnya. Berbeda dari mayoritas petinggi yang kaku dan tegas, Marcus terlihat seperti orang yang tak terlalu peduli — santai, kadang seenaknya, namun kekuatannya sudah melegenda di kalangan internal PTM.
"Jadi, kita akhirnya punya dua puluh subjek yang berhasil bertahan," gumam Marcus sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. "Lebih banyak dari yang kuperkirakan. Biasanya cuma belasan yang lolos di Level 2."
Indra membuang asap rokoknya. "Mungkin mereka mulai berevolusi."
Brigitta menghela napas pelan. "Atau mungkin kita yang terlalu lambat meningkatkan standar seleksi."
Elvano tersenyum kecil. "Atau mungkin... kita sengaja membiarkan mereka bertahan. Bukankah semakin banyak bidak, semakin menarik permainannya?"
Brigitta menatapnya dingin. "Jangan bicara seolah semua ini permainan."
"Tapi memang begitulah adanya, bukan?" Elvano balas menatapnya. "Ini Project to Monster, bukan Project to Friendship."
Marcus menyeringai, menikmati tensi yang perlahan membangun.
Indra menekan layar di mejanya. Data statistik dari Zona D yang lolos langsung muncul dalam tampilan hologram besar. Beberapa nama langsung menarik perhatian.
Alexander Viero:(Lolos level 2)
Arsha Nyral:(Lolos level 2)
Raze Alden:(Lolos level 2)
Zeid Roren:(Telah Gugur)
Lynette Verda:(Telah Gugur)
Kai Velmont:(Telah Gugur)