PHETCHABURI - BKK LOVE STORY

Gemini QT
Chapter #1

CEGIL

Ini kisah tentang pencarian,

Penantian akan sebuah hubungan yang diinginkan,

Sebuah perjuangan yang penuh dengan berbagai tantangan,

Demi mewujudkan impian yang belum pernah sampai ke tujuan.

Aku pernah menjadikan tatapan sebagai sebuah harapan, hingga gagal berkali-kali dalam sebuah hubungan. Namun, kali ini aku tetap bertahan. Berharap tangan kosong yang dingin ini menemukan sosok yang akan mengisinya dengan kehangatan.

Setiap wanita pasti menginginkannya. Hubungan yang akan membawa dirinya pada kebahagiaan. Begitu pun aku yang yakin akan menemukannya, dengan segala harapan dan penuh kegilaan.

Aku siap bertempur! Meski harus hancur lebur.

 

***

Langit nampaknya kepanasan. Cahaya matahari yang cukup terik, membuat semua kendaraan terlihat berdesakan ingin segera sampai tujuan. Begitu pun dengan mobilku yang sedaritadi tidak mengalami pergerakan.

Ketika lingkaran merah itu perlahan menjadi hijau, tanpa membuang waktu ku tancapkan gas dan melajukan mobilku dengan kencang. Hingga sampai di kawasan yang begitu akrab, segera lah aku menepikan mobil hitamku ke sebuah butik dan memarkirnya di halaman yang cukup lapang.

Dengan sigap security membukakan pintu mobil dan membungkuk hormat kepadaku. Tak lama kemudian, aku pun keluar dari dalam mobil, mengancingkan blazer hitamku dan berjalan anggun dengan sopan menuju ke dalam butik yang bertuliskan Little Cute Bear di depan pintu masuknya.

Little Cute Bear. Butik ini baru saja launching dua bulan lalu, saat umurku menginjak 26 Tahun. Butik yang berisikan berbagai macam aksesoris dan koleksi fashion yang menggemaskan ini, didirikan sebagai tanda kemandirianku. Meskipun mengandalkan orangtua untuk modal awalnya, namun omset yang ku dapat belakangan ini sudah mampu menutupnya.

Saat ini Little Cute Bear di kenal sebagai butik fast fashion dengan harga yang sangat terjangkau. Setiap koleksi pakaian yang di pamerkan selalu habis terjual dan berhasil menjadi trend terkini di kalangan penikmat barang impor, terutama di kawasan Jakarta Selatan.

Dengan sangat ramah, aku pun menyapa semua karyawan yang sedang bekerja. Kemudian, bergegas naik ke lantai dua untuk menuju ke suatu ruangan, dimana di depan pintu ruangan itu sudah ada seorang wanita berpakaian formal yang menyambut kedatanganku.

"Siang, Ashya. Kamu sudah sarapan?" Aku seketika menghentikan langkahku untuk menyapa wanita itu.

"Sudah Ci," jawabnya dengan sopan seraya membukakan pintu ruangan untukku. Kemudian, wanita itu segera membuka ipad yang berada di tangannya untuk memeriksa jadwal kegiatanku hari ini.

Wanita cantik dengan rambut hitamnya yang lurus hingga sepinggang ini adalah sekretarisku, Ashya. Dia adik sepupuku yang paling bisa aku percaya untuk membantuku mengurus usaha yang baru saja aku bangun ini. Usia kami hanya selang 4 tahun. Kedekatanku dengannya sudah seperti kakak dan adik sedari kecil. Jadi, setelah lulus dari kuliahnya, aku pun memberikan kepercayaan padanya untuk menjadi sekretarisku.

Secara fisik penampilanku memang tidak terlihat seperti chinese, meskipun keluargaku mempunyai keturunan Tionghoa. Namun, karena kulitku yang putih dan kedua orang tuaku adalah kakak tertua, jadi keluarga besar menetapkan panggilanku dengan sebutan Cici.

"Ci, setelah makan siang nanti akan ada rapat mingguan ya seperti biasa. Kali ini akan membahas mengenai perkembangan bisnis, juga penambahan koleksi butik," ujarnya mengingatkanku.

"Ok. Beri aku waktu sebentar, ya. Kamu langsung saja ke ruang rapat. Setelah semua sudah steril, kamu bisa kembali ke ruanganku dan kita akan makan siang bersama diluar."

"Baik Ci," tanpa membalas panjang lebar, Ashya langsung keluar ruangan untuk menyiapkan ruang rapat.

Tidak lama kemudian, suasana kantor menjadi sangat sibuk. Seketika bunyi telepon kantor yang berdering bertalu-talu memenuhi ruanganku, menandakan bahwa banyak urusan yang perlu segera ditangani. Aku yang sebelumnya sempat merilekskan diri di meja kerjaku pun langsung stand by dan berusaha tetap fokus, meskipun suara dering itu seakan mengalun dalam ritme yang tak terputus.

Dengan tenang, aku mengangkat telepon pertama. Suara di ujung telepon memperkenalkan diri sebagai seorang pelanggan yang sedang menghadapi kendala dengan produk yang baru dibelinya. Panggilan ini di pindah alihkan dari bagian customer service yang tidak dapat menangani keluhan pelanggan tersebut. Dengan sabar aku pun mendengarkan keluhannya, mencatat setiap detail yang diutarakannya. Setelah beberapa menit, akhirnya aku berhasil memberikan solusi yang memuaskan.

Telepon kedua langsung berdering setelah aku berhasil meletakkan gagang telepon. Kali ini, panggilan datang dari karyawanku di divisi stock opname. Ia hanya melaporkan tentang banyaknya barang yang baru saja datang siang ini. Lalu, aku memintanya untuk segera membuatkan laporan kasarnya, sebelum aku datang untuk mengecek stok barang sore nanti.

Sesaat setelah menutup telepon, lagi-lagi bunyi dering kembali menyambutku. Telepon ketiga datang dari seorang supplier yang mengonfirmasi pesanan kami minggu lalu. Dengan penuh perhatian, aku segera memeriksa dokumen dan memberikan informasi yang akurat. Komunikasi yang lancar membuat hubungan kami semakin erat, sehingga kami dapat menyelesaikan transaksi dengan baik.

Setiap telepon yang masuk membawa cerita dan tantangan tersendiri bagiku. Ada kalanya aku harus menghadapi keluhan yang sulit, tetapi dengan ketenangan dan profesionalisme, setiap permasalahan bisa teratasi satu per satu. Di tengah kesibukan ini, aku menyadari bahwa setiap panggilan adalah kesempatan untuk belajar dan memahami lebih dalam tentang kebutuhan orang lain.

Setelah berhasil menikmati waktu luang sejenak, tiba-tiba saja ponselku mendengarkan bunyi notifikasi WhatsApp yang masuk dan dengan cepat aku pun membukanya. Ternyata itu pesan dari Bella.

"Zara, lu di mana?" Tanyanya to the point.

Tanpa berpikir panjang aku pun membalas pesannya, "Di butik. Kenapa?"

"Ada yang kangen nih!" Balasnya lagi dengan mengirimkanku sebuah gambar.

Pandanganku terfokus pada foto, jepretan asal itu menampakkan sosok laki-laki yang familiar bagiku. Jantungku seketika berdebar lebih cepat. Wajah itu pernah mengisi hari-hariku dengan senyuman dan kegilaan. Sejak terakhir kami bertemu, bayangannya hanya tersisa sebagai kenangan berwarna samar.

Bella – sahabatku yang sekarang masih mencari cuan di Bangkok sebagai Asisten Jasa Titip – mengirimkanku foto laki-laki tampan dengan tubuh atletis yang jangkung, kulit putih pucat, dan kumis yang tipis. Siapa yang tidak mendadak gila dibuatnya?!

"Sial!" Gumamku yang sedaritadi tanpa sadar terus tersenyum pada potret tersebut.

Lihat selengkapnya