Philogynik

Suyat Aslah
Chapter #26

BAB 25

“Kau di mana, Pak?” Suara Ali sedikit memburu.

“Masih jauh, ada proyek perbaikan jalan,” jawab Abdar. Mobil sedang berhenti menunggu giliran jalan. Antriannya mengular tak tahu di mana ujungnya.

“Sedang berlangsung, Pak,” kata Ali. Membuat Abdar sedikit kesal kemudian keluar dari mobil dan berjalan ke salah satu orang proyek yang bertugas mengatur lalu-lintas jalan. “Apa ada jalan yang lebih cepat di dekat sini?” tanya Abdar.

“Ada jalan tikus, mobil takkan bisa masuk. Aku tak tahu untuk sepeda motor. Banyak yang lebih memilih jalan memutar. Jalan tikus itu seperti labirin yang banyak menyesatkan orang dan, tak bisa kau temukan di MAPS,” jelas petugas itu.

Abdar mengangguk paham. “Terima kasih,” ujarnya sambil menepuk bahunya dua kali dan kembali ke mobil. Semua wajah di dalam kusut semua.

“Kita lewat jalan memutar saja,” kata Abdar.

“Kau yakin?” Bakri memasang wajah tak percaya bercampur kesal.

“Ya. Adu tembak sedang berlangsung,” jawab Abdar.

Semua tak percaya ini bisa terjadi di waktu yang sangat berarti. Bahkan untuk memutar balik mobilnya itu akan cukup sulit karena berhimpitan dengan banyak mobil.

Di dalam gedung, Beni sudah memakai rompi dan memegang senjata. Begitu juga yang lain. Suasana terkejut masih ada, wajah-wajah kesal juga terpasang di raut mereka sambil sibuk mengambil senjata secara estafet.

“Apa mereka polisi?” tanya Andi.

“Bukan, sama seperti kita. Kita akan menghajarnya balik!” ujar Beni geram.

“Bagaimana dengan Paul?” tanya yang lain.

“Sudah empat kali kutelepon, belum juga diangkat,” jawab si gondong sambil menelpon lagi. Lalu terdengar suara perempuan mengangkat telepon, “Maaf siapa pun anda, tolong jangan telepon dulu, suamiku ada di ambulance dalam perjalanan ke rumah sakit.” Suaranya panik. Tanpa bicara lagi, tangannya dia turunkan pelan sambil menjatuhkan pandangan. Semua memandang si gondrong menunggu apa yang dia dengar dari benda kotak itu.

“Dia dalam perjalanan ke rumah sakit,” ujarnya.

“Sial!” Beni mengumpat.

“Mereka sudah merencanakan ini semua,” kata Andi, lalu bertanya, “Seberapa siap kita?”

“Hadapi saja semaumu. Mereka menggunakan rompi anti peluru, targetnya adalah kepala, tangan, atau kaki,” ujar Beni. “Matikan semua lampunya. Dia tak bisa melihat kita, kita bisa melihatnya dengan jelas,” katanya lagi.


Dodi menembakkan peluru ke sebuah jendela dan masih tak ada pergerakan. Beberapa mulai bosan dengan keadaan.

“Sedang apa mereka sebenarnya, mungkinkah sedang minum kopi?” gumam Hary sendiri. Lalu memberondongkan senjatanya tak tentu arah. Dia juga kesal sendiri.

Lihat selengkapnya