Tidak Pernah terbayangkan sebelumnya dalam imaji bahwa luka yang tidak pernah diharapkan. Luka yang teramat sangat menyakitkan ternyata membawanya pada sebuah impian. Mimpi yang mengantarkannya pada pencapaian luar biasa.
Semua orang yang hadir di dalam ruangan seketika berdiri kala nama Kansa dipanggil. Memberikan tepuk tangan yang meriah sebagai pengantar ia berjalan menuju podium.
"Kita tidak bisa mengenal semua orang di dunia. Namun, dengan menulis kita mempunyai kesempatan untuk bisa menjangkau semua orang di dunia. Lalu, kita pun mempunyai kesempatan untuk dapat menemani dan menghibur. Dan yang terbesar adalah, bahwa kita mempunyai kesempatan untuk dapat mencerahkan. Sebuah kesempatan istimewa yang sangat berharga bagi saya. Dan saya percaya bahwa dalam setiap profesi mempunyai kesempatan istimewa untuk dapat memberikan kontribusi positifnya."
Seketika suasana yang semula hening menjadi riuh kembali oleh tepuk tangan para audience yang terpukau mendengar kalimatnya.
Dialah Kansa Aulia, seorang penulis muda berbakat Indonesia yang mampu mengharumkan nama bangsanya dengan meraih penghargaan tahunan yang bergengsi yaitu Prince Claus Awards 2019 yang di selenggarakan di Royal Palace, Amsterdam.
Setelah acara selesai dia menyempatkan diri untuk berjalan-jalan di taman kota yang terdapat di sana.
Matanya memandang ke sekitar dengan tatapan sendu. Langkahnya terus terayun secara perlahan melewati pepohonan demi pepohonan khas musim gugur yang menghiasi taman sebelum akhirnya dia menghentikan langkahnya.
Beberapa lama dia terus Bergeming di tempatnya. Kansa menggigit bibir bagian bawahnya. Terus menatap ke sekeliling, hingga tanpa dia sadari bulir bening dari matanya jatuh menitik ke permukaan wajahnya.
"Sekarang putri Ibu sudah beranjak remaja," ujar Ibunya seraya membelai rambut Kansa yang sedang tidur di pangkuannya.
"Dulu, saat kau masih kecil, saat Ibu tanya cita-citamu apa, pasti jawabanmu akan berubah-ubah. Namun, sekarang putri Ibu sudah besar kau pasti sudah mampu menentukan impianmu di masa depan kelak," lanjut Ibunya ketika Kansa sudah menginjakkan kakinya di sekolah menengah pertama.
Kansa tersenyum ke arah Ibunya dengan binar mata kebahagian.
"Ibu, aku rasa aku tidak perlu bermimpi lagi!"
Ucapannya seketika membuat Ibunya mengerutkan keningnya.
"Kenapa begitu?"
Ibunya sungguh terkejut. Membuat Kansa yang menangkap ekspresi itu segera bangun dari pangkuannya.
"Karena aku sudah memiliki Ibu dan Ayah. Keluarga harmonis yang sudah memberiku banyak cinta. Kelak, aku hanya ingin menikah dan hidup bahagia dengan pasanganku sama seperti Ibu dan Ayah," jawab Kansa penuh percaya diri dan penuh keyakinan tanpa keraguan sedikit pun.
"Tetap saja, sayang kau harus mempunyai impian."
Bukannya membalas perkataan Ibunya, Kansa justru tersenyum dan langsung mendekap Ibunya dengan sangat erat.
"Aku sangat menyayangi Ibu. Kansa tidak akan menyesal. Kansa tetap hanya ingin menjadi istri yang baik sama seperti Ibu. Jika Ibu ingin Kansa mempunyai impian, itulah impian Kansa!" ucapnya saat Kansa mendekap Ibunya.
Dulu, dia begitu naif. Tidak pernah berpikir bahwa hati manusia bisa berubah layaknya musim gugur yang mengubah dedaunan menjadi kuning, merah, kemudian coklat. Lalu berguguran hingga meranggas tak tersisa.
Rasa sesak mulai mendera dadanya. Kepalanyapun kini mulai terasa pusing. Bumi seolah bergetar membuat tubuhnya secara perlahan kehilangan pijakan hingga akhirnya terperenyak di atas tanah bersama dengan tangisnya yang pecah.
Hawa dingin di musim gugur begitu menusuk ke persendian. Pepohonan yang berjejer rapi berhiaskan daun kemerahan berhasil membangkitkan masa lalunya yang dulu manis berubah menjadi kenangan menyakitkan.
Pemandangan indah yang ada di hadapannya kini tampak seperti luka yang kembali mengepungnya dari berbagai arah. Menghujam batinnya dan menimbulkan rasa sakit yang tak terperih.
⭐⭐⭐
Kansa memilih beristirahat sejenak dengan memejamkan matanya di saat menunggu pesawat yang ditumpanginya take off. Memulihkan kembali hatinya yang sesaat kembali terpengaruh oleh luka masa lalunya.