PHOSPHENES

Musrifah Anjali
Chapter #13

TIGA BELAS

Setelah kejadian kemarin, suasana aku duduk sekarang agak terasa berbeda dari biasanya, canggung. Baik aku maupun Kiki tidak ada yang memulai pembicaraan.

“Kalian bertengkar?” tanya Zizi yang sepertinya mulai merasa aneh juga terhadap kami.

“Mm … tidak juga,” jawabku.

“Tidak juga? Maksudnya, iya?” tanya Zizi.

“Kamu tidak ingin ke kantin?” tanyaku mengalihkan arah pembicaraan Zizi.

“Ayo!” sahut Zizi dengan semangat.

Kami akhirnya pergi meninggalkan Kiki sendiri yang tengah duduk diam sambil mendengarkan musik, tidak peduli. Atau mungkin sebaliknya, hanya saja dia pura-pura tidak mendengarnya.

“Kamu tidak ingin cerita denganku?” tanya Zizi yang ternyata masih memikirkan masalah mengapa aku dan Kiki bertengkar.

“Hm, cerita apa?” tanyaku pura-pura tidak tahu dengan apa yang sedang ditanyakan Zizi.

“Ra, aku tahu kamu paham dengan pertanyaanku.” Aku diam sejenak dan ingin menceritakan tentang kejadian kemarin,

“Sebenarnya, kemarin Kiki tiba-tiba mengungkapkan perasaannya kepadaku. Aku tidak tahu kenapa anak itu tiba-tiba saja jadi aneh.” Aku melihat wajah Zizi yang tersenyum tiba-tiba menjadi datar, tapi kemudian tersenyum kembali.

“Sebenarnya hal seperti itu bukanlah hal yang aneh, Ra menurutku. Lalu, bagaimana denganmu? Apakah kamu juga menyukainya?”

“Tentu saja, aku terus terang kepadanya. Aku hanya menganganggapnya sebagai adikku,” jawabku.

Yahhh … mungkin itu juga yang membuat dirimu berpikir Kiki menjadi aneh, karena kamu berpikir bahwa adik kakak tidak mungkin saling suka.” Aku hanya mengangguk-anggukkan kepalaku.

“Kamu tidak cemburu denganku, kan? Kamu tidak akan menjauhiku hanya karena Kiki pernah suka dengan temanmu sendiri, bukan?” cercaku.

“Tentu saja tidak, lagipula untuk apa aku cemburu?” sangkal Zizi sambil menunjukkan ekspresi sebaliknya.

“Zi, aku bisa tahu hanya dengan melihat wajahmu. Wajahmu terlalu mudah ditebak, Zi ....” Pipi Zizi langsung memerah setelah aku mengatakan kalimat tadi.

“Seterlihat itu ya, Ra?” tanya Zizi.

“Tidak tahu kalau Kiki, sepertinya dia tidak tahu kalau kamu suka dengannya,” ucapku.

“Biarkan saja dia tidak tahu, aku masih ingin menikmati hidup yang mengalir seperti air, tidak perlu memaksa agar terjadi teralu cepat.” Aku menahan tawa mendengar kata-kata Zizi yang tidak seperti biasanya.

“Kamu kena bagian otak mana? Tumbenan kata-katanya melilit,” ejekku, Zizi tertawa mendengar ejekanku.

*         *         *         *

Sekolah terasa lebih sepi daripada biasanya, karena siswa kelas 12 libur. Biasanya, saat pulang sekolah anak laki-laki kelas 12 IPA akan berkumpul diparkiran, entah apa yang mereka bahas tapi ada saja topik yang mereka bicarakan.

Aku berjalan melewati lapangan basket, sepertinya akan ada pertandingan dengan sekolah lain. Aku mencoba melihat logo seragam yang tertera disaku bagian dada mereka, tapi nihil aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Aku juga melihat disana ada Asta, Asta yang sepertinya merasa ada yang melihatnya, ia mengarahkan pandangannya keluar sisi lapangan. Akhirnya ia menemukanku, tapi sepertinya dia mengisyaratkan sesuatu kepadaku yang tidak aku ketahui, aku hanya mengerutkan dahiku.

Tiba-tiba saja, salah satu dari mereka ada yang memulai baku hantam ke salah satu siswa sekolah kami. Aku membelalakkan mataku dan saat ada yang berteriak.

“Ada anak disana!” Aku menaikkan kedua bahuku, terkejut. "Bagaimana ini???" Aku segera menundukkan wajahku sebelum salah satu dari mereka mengingat wajahku dan dijadikan bulan-bulanan oleh mereka.

Sett...

Ada yang menarik tanganku dan mengajakku berlari. Bukan, dia tidak mengajakku berlari, tapi lebih memaksaku agar berlari dengan cepat. Sepertinya aku kenal dengan sosok ini, siapa dia, ya?

“Cepat!” Aku mengenal suara ini, siapa lagi kalau bukan Asta.

“Ini udah cepet!!!” balasku dengan jengkel.

Ternyata membawaku lari ke UKS, “Kenapa harus di UKS? Dulu waktu aku telat dia juga mengajakku di UKS,” tanyaku dalam hati. Asta menyuruhku untuk diam agar tidak ketahuan tentunya. Suara anak lari didepan UKS menandakan ada yang sedang mengecek didepan UKS, refleks aku menahan nafasku dan menutup mulutku.

Aku dan Asta duduk diatas ranjang UKS dengan berhadapan. Setelah suaranya terdengar mulai jauh, kami berdua turun dari ranjang.

“Ada apa?” tanyaku.

“Apanya?” tanya Asta balik.

“Itu, ada apa mereka tiba-tiba mau berantem dengan anak sekolah kita?” jawabku.

“Karena mereka kemarin tidak terima saat pertandingan basket,”

“Kalah, maksudnya?” tanyaku kurang paham.

“Hm.”

Lihat selengkapnya