Kringgg …
Aku mematikan alarm, sebenarnya aku sudah bangun sejak tadi. Sekarang aku tinggal membersihkan diri kemudian bersiap-siap dan pergi ke sekolah. Aku sudah menyiapkan bekalku untuk makan siang nanti, karena untuk siang ini kami disuruh membawa bekal sendiri.
Aku tadi mencoba membuat kue brownies cokelat dan resep nasi goreng baru, oleh karena itu aku tadi bangun pagi. Aku membuatnya dalam porsi banyak agar anak-anak bisa mencicipi masakanku juga.
* * * *
“Ra!” panggil Zizi sambil melambaikan tangannya. Seluruh siswa kelas 11 IPA dan IPS berkumpul semua dilapangan depan sekolah, jadi agak susah mencari keberadaan anak-anak kelasku. Aku balas lambaian Zizi dan berlari menghampirinya, saat aku lari tiba-tiba ada menjegalku dan hamper saja aku terjatuh jika tidak ada yang menahan tubuhku saat itu.
Aku melihat siapa yang menolongku,
“Terima kasih.” Ternyata Alfa yang menolongku.
“Al!” Panggil seseorang sebelahku yang sepertinya sang pelaku yang menjegalku tadi, Alfa menoleh ke arah Dinda. Aku melihat Alfa menghampiri Dinda yang sedang bersama 5 serangkai dan juga teman-teman pendukungnya.
Aku melihatnya sendiri tadi, Alfa bahkan berubah. Meskipun dia sudah biasa berpura-pura tidak peduli padaku, tapi untuk kali ini terasa asing untukku. Bahkan saat ia menolongku, tatapannya seperti ada amarah didalamnya.
“Atau jangan-jangan dia kemarin tidak ke rumahku karena marah kepadaku? Tapi kenapa? Tidak biasanya dia marah, lalu diam dan tidak peduli seperti saat ini,” aku menundukkan kepalaku, mengepalkan tanganku kuat-kuat.
“Ra, ada apa?” tanya Zizi yang ternyata sudah ada disampingku.
“Ha? Tidak, tidak ada aa-apa.” Aku menepis pikiranku yang buruk-buruk, toh dia memang kadang suka tidak jelas.
“Ayo, semuanya masuk kedalam bus sesuai tempat duduk yang sudah dibagikan kemarin!” Suara speaker sekolah terdengar jelas. Semua anak mulai mencari bus dan tempat duduk mereka masing-masing, jarak tempat dudukku dengan Zizi sangat jauh.
Aku duduk dengan Alfa, tidak biasanya aku merasa seperti ini. Rasanya aku takut unttuk duduk dengan Alfa sekarang, tidak tahu kenapa? Tapi rasanya aku ingin bertukar tempat dengan orang lain. Tetapi semua sudah ditetapkan jadi sudah tidak bisa dirubah lagi tempat duduknya.
Aku duduk didekat jendela, Alfa belum juga datang. “Kemana dia?” tanyaku sambil mencoba melihat seluruh isi bus, dan terpaku pada pemandangan yang terasa janggal bagiku. Alfa sedang berbicara dengan Dinda, tidak-tidak mereka tidak saling berbicara hanya Dinda yang berbicara sedangkan Alfa hanya diam mendengarnya.
Aku langsung kembali duduk, “Kenapa seperti ini? Kenapa jantungku berdetak kencang dan tanganku gemetar melihat mereka?” tanyaku dalam hati sambil mencoba mengendalikan rasa gemetarku. Aku diam terpaku saat Alfa tiba-tiba duduk disebelahku, dia bahkan tidak melihatku melirikpu tidak.
“Al!” Panggilku pelan.
“Hm,” jawabnya tanpa melihatku sama sekali, alih-alih melihatku dia lebih tertarik memejamkan matanya sambil menyandarkan kepalanya disandaran kursinya.
“Tidak, hanya saja kamu tidak seperti biasanya.” Akhirnya aku mangatakannya meskipun terdengar sedikit gemetar.
“Bukankah aku memang seperti ini, kamu sendiri yang bilang dulu kalau aku selalu pura-pura tidak kenal denganmu,” sahut Alfa masih menutup matanya.
“Hm, iya aku bahkan aku sudah melupakan itu,” ucapku sambil tersenyum mengalihkan pandanganku ke arah luar jendela. Tidak ada sahutan dari Alfa, sepertinya dia sudah tidur.
Setelah semua sudah duduk dengan tenang, akhirnya busnya pun berangkat menuju ke tempat Summer Camp, di Bogor. Aku menyandarkan kepalaku,
Satu tetes.
Dua tetes.
Air mataku keluar saat aku memutuskan untuk mencoba memejamkan mataku menghadap ke jendela. Aku membiarkannya menetes dan menahan isakan tangisku, agar Alfa tidak terganggu.
* * * *
Jam 9 pagi kami sudah sampai ditempat Summer Camp, aku bangun dari tidurku. Aku membuka mataku yang masih terasa sedikit mengantuk, aku meregangkan badanku sejenak dan menghadap ke sampingku, “Ah iya! Aku lupa kalau disampingku adalah Alfa.” Aku tidak tahu harus membangunkannya atau tidak, dia sepertinya masih nyaman dengan mimpinya.
Saat aku hendak memegang bahunya,
“Al, ayo!” Tiba-tiba Dinda datang dari arah belakang dan membangunkan Alfa yang sedang tidur. Aku mengurung niatku untuk membangunkannya, aku kembali menarik tanganku dan segera berdiri.