PHOSPHENES

Musrifah Anjali
Chapter #15

LIMA BELAS

Aku mengambil nafas sejenak, rasanya dadaku sesak setelah lari tadi. Aku menoleh ke arah belakang, sepertinya aku terlalu jauh tadi mencari Alfa sampai disini. Aku mulai bingung, melihat sekelilingku yang sama sekali tidak ada bangunan, “Bagaimana aku bisa kembali? Bahkan aku tidak pandai membaca arah dan tanda-tanda, ponselku juga aku tinggal tadi bersama dengan Zizi.”

Aku mengacak-acak rambut frustasi, mataku mulai panas. Aku menangis sambil melihat ke arah kesana kemari, bingung apa yang harus kulakukan. Tiba-tiba saja ada yang memegang bahuku dari belakang, membuatku ingin teriak namun mulutku langsung dibungkam agar tidak kelepasan berteriak.

“Untuk apa kemari, kalau kamu tidak tahu jalan kembalinya?” Ucap Alfa, sepertinya dia masih marah denganku melihat dari raut wajahnya yang sangat dingin saat ini. Alfa membuka bungkamannya dari mulutku.

“Aku hanya ingin mencarimu, hiks. Hiks. Hiks,” jawabku masih dengan menagis.

“Hentikan tangisanmu!” suruh Alfa, aku segera mengusap air mataku dan mencoba menahan isakanku. Alfa berjalan, tidak tahu kemana arahnya aku hanya mengikutinya dari belakang. Lama-lama terasa jengkel juga melihat dia berjalan dengan cepat dan hampir meninggalkanku.

“Al, tidak bisakah kamu pelan sedikit? Langkahku tak selebar langkahmu, kakiku pendek!” protesku melihat Alfa yang berjalan layaknya tidak ada orang yang sedang ikut dengannya untuk bisa kembali ke tempat summer camp.

“Kalau begitu, larilah!” Serunya Alfa tanpa menghadap ke arahku sama sekali. “Dasar, KUNYUK!” umpatku dalam hati, namun tidak ada selang 3 detik Alfa tiba-tiba berhenti sejenak kemudian melanjutkan langkahnya, “Apakah dia mendengarkannya?” tanyaku dalam hati.

*         *         *         *

Akhirnya kami berdua sampai di tempat summer camp, aku bernafas lega. Aku merasakan kakiku yang sepertinya lecet, akibat tidak menggunakan kaos kaki karena aku kira tidak akan ada kegiatan setelah kami sampai ditempatnya, dan memang benar dugaanku tidak ada kegiatan. Tapi, ada masalah yang membuatku tidak bisa istirahat siang.

Alfa tidak mengatakan apapun, ia meninggalkanku begitu saja tanpa pamit. Aku hanya mengedikkan bahuku, kemudian pergi ke kamar. Aku sedikit menyeret kakiku, yang mulai terasa perih.

Ceklek.

Aku melihat Zizi yang ternyata belum tidur, aku berjalan ke arah kasurku dengan sedikit pincang.

“Kamu kenapa, Ra?” Tanya Zizi langsung menghampiriku dengan wajah khawatir.

“Sepertinya kakiku lecet, perih sekali.” Aku duduk diatas kasurku dan melihat kakiku yang terasa perih tadi.

“Ya ampunn …!” Seru Zizi saat melihat lukaku.

“Zi, kamu bawa obat merah?”

“Iya, tunggu sebentar!” ucapnya sambil pergi mengambil obat merahnya.

Zizi mengangkat kakiku yang lecet tadi, ia mengambil kapas kemudian ia beri dengan alkohol untuk membersihkan lukanya terlebih dahulu. Kemudian, ia mengambil obat merah dan mulai mengobatinya. Aku meremas seprai untuk menahan rasa perih, terakhir ia mengipasi kakiku setelah kering ia baru meutupnya dengan handsaplas.

“Kamu mencarinya sampai mana?” Tanya Zizi.

“Sungai belakang kebun pohon jati,” jawabku.

“Kamu yakin? Itu dalam banget loh, Ra! Aku saja melihat kebunnya, seperti tidak ada jalan keluarnya,” Ucap Zizi tidak percaya.

“Hm,” jawabku singkat.

“Yah sudah, kamu istirahat saja sekarang!” suruh Zizi. Aku mengangkat kakiku pelan-pelan ke atas kasur dan meluruskannya, “Terim kasih, Zi.” Zizi menoleh, kemudian tersenyum sambil mengangguk.

Lihat selengkapnya