PHOSPHENES

Musrifah Anjali
Chapter #2

DUA

Kringgg... Kringgg...

Alarm memang adalah pengingat waktu yang terkadang mengganggu disaat-saat yang tidak tepat, belum sempat aku melanjutkan mimpiku tiba-tiba terputus karena suara alarm.

Aku segera beranjak dari tempat tidurku dan langsung menyiapkan sarapan pagi, setelah itu mandi. Aku bukanlah tipe anak yang suka terlambat jadi sebisa mungkin aku akan menjadwal hariku dengan baik. Setelah bersiap-siap aku segera turun kebawah untuk sarapan.

Hanya sepiring nasi dengan lauk rendang tanpa makanan penutup apapun, aku segera mendudukkan diriku di kursi dan memakan makanan sarapanku sampai habis. Setelah merasa kenyang, aku mencuci piring dan gelas yang kupakai tadi dan... 

"Oh, ya! Bagaimana aku bisa lupa bekal makan siangku?!" rutukku dalam hati sambil menepuk dahi, aku melihat jam tanganku,

"Tidak, aku tidak bisa menyiapkannya sekarang aku harus segera berangkat ke sekolah," kataku sambil lari kecil tergesa-gesa menuju garasi rumahku, terlihat disana sepeda berwarna biru, aku segera mengeluarkannya dan tidak lupa mengunci garasi dan rumahku. Aku segera mengayuhkan sepeda biruku dengan cepat.

Jalanan terlihat begitu ramai, mengingat hari ini adalah hari awal setelah hari libur, mobil dan sepeda motor berlalu lalang kesana kemari. Sudah sekitar 15 menit yang lalu aku mengayuhkan sepedaku menuju sekolahan, hingga akhirnya terlihat disana diujung pertigaan jalanan terdapat sekolah yang begitu besar, dengan gerbang yang terbuka, itu adalah sekolahku.

Aku memarkirkan sepedaku, dan langsung menuju ke gedung dua. Gedung pertama adalah gedung khusus anak SMP dan sedangkan Gedung ketiga khusus untuk tempat-tempat keperluan sekolah. 

Aku melewati lorong yang berada dilantai satu, dibagian pojok sebelah kanan itu adalah kelasku tertera disana tulisan gantung diatas pintu XI SCIENCE, disekolah ku hanya ada satu kelas disetiap jurusan, jadi tidak banyak siswa disekolahku. 

Kalau boleh jujur, disekolah ini hanya anak terpilih saja yang bisa masuk disekolah ini, yah... bisa dibilang sekolah ini adalah sekolah elit, Jika dia tidak memiliki kemampuan apapun dan tidak memiliki uang untuk biaya sekolah, maka dia tidak bisa berharap masuk disekolah ini.

Aku masuk kedalam kelas dan melihat siswa yang ada di kelasku. Tiba-tiba penglihatanku berhenti tepat dikursi bagian belakang begitu ramai dikerumuni oleh para gadis kelasku maupun dari luar kelas, 

Yah... betul sekali aku melihat si kunyuk satu itu sedang duduk disana dan sedang meladeni para gadis, "Bagaimana bisa aku berteman dengannya?!" sayangnya terkadang kenyataan terasa pahit, dia adalah TEMANKU sekarang. 

"Sudahlah, apa hubungannya denganku? Masa bodoh dia punya fans atau tidak!" ucapku dengan nada yang hamper tidak bisa didengar, aku segera duduk ditempat bangkuku dan mengatur nafas karena kelelahan.

Pukul 07.30 WIB, apel akan segera dimulai aku bergegas ke lapangan sekolah. Dan saat aku hendak keluar dari kelas, tiba-tiba ada yang memegang pundakku dari belakang,

"Hai! Boleh aku ikut?" kata anak itu,

"I-iya," jawabku dengan nada bingung,

"Terima kasih," ucapnya sambil tersenyum ramah kepadaku,

Aku tidak pernah melihat gadis ini, apa dia anak baru? Kenapa aku seperti tidak pernah melihatnya? Atau aku yang memang tidak pernah memperhatikannya?

"Kamu anak baru?" tanyaku tanpa menoleh kearahnya,

"Iya," jawabnya dengan senyum yang masih melekat diwajahnya,

Aku melihat sekitarku, semua mengalihkan pandangan mereka ke arahku. Tunggu, tidak tidak, bukan ke arahku, tapi ke arah sampingku, 

"Ya ampun, Dia yang dilihatin aku yang malu! Seharusnya aku tidak memperbolehkannya mengikutiku tadi," aku merutuki diriku sendiri dalam hati yang telah memperbolehkannya ikut denganku. Tapi bagaimanapun juga, meskipun dia yang menjadi perhatian dengan secara tidak langsung aku juga dalam pandangan mereka, sungguh aku tidak menyukai hal ini, menjadi sorotan anak-anak.

* * * *

Apel berjalan dengan baik, semua siswa masuk kedalam kelasnya masing-masing. Pelajaran pertamaku adalah pelajaran matematika yang mengajar adalah wali kelasku sendiri, seketika ruangan kelas terasa begitu hening, guru matematika kami masuk kedalam kelas semua siswa tidak ada yang berani memulai percakapan, ya... kecuali anak-anak pojok yang sudah kuceritakan ke kalian tadi, si kunyuk dan kawan-kawan. Entahlah mereka pasti membicarakan hal-hal yang pastinya sangat tidak penting bagiku,

"Alfa, Fian, Ari, dan..." panggil bu Kiara yang terdengar lantang sekali, aku yang masih memperhatikan mereka. 

Hingga tiba-tiba,

"... Raya, Mohon perhatikan saya!" lanjutnya yang cukup membuat badanku langsung tegang dan ditertawakan oleh kawanan si kunyuk hingga semua menoleh ke arahku, refleks aku langsung menundukkan wajahku, 

"Baik anak-anak, perhatikan semuanya! Dikelas kita ada murid baru, bisa maju sebentar!" perintah bu Kiara, tak lama kemudian anak baru yang bersamaku tadi maju kedepan kelas,

"Baik, perkenalkan dirimu!" semua mata langsung tertuju pada anak baru itu, tak terkecuali aku.

Bagaimana tidak, lihatlah betapa cantiknya dia. Kulitnya yang putih bersih impian para gadis. Wajahnya yang terlihat polos, senyumnya yang sangat aku yakini bisa membuat semua anak laki-laki meleleh melihatnya. Aku bahkan berpikir bahwa hidupku ini bukanlah aku tokoh utamanya melainkan dia,

"Perkenalkan nama saya Shaziska Kirana Aulia kalian biasa memanggilku Zizi, aku pindah karena pekerjaan orangtuaku yang mengharuskan aku pindah," perkenalan singkat tapi membuat semua orang cukup ramai membicarakannya.

* * * *

Bel Istirahat pun berbunyi,

Semua siswa berhamburan keluar menuju kantin tapi tidak denganku, aku masih setia dengan novel yang kubaca karya Tere Liye penulis favoritku, aku akan menghabiskan jam istirahatku hanya dengan membaca novel yang ditanganku sekarang, selain itu aku memang tidak membawa bekal rasanya juga malas untuk beranjak dari zona nyamanku sekarang ini, tapi kalau dihitung-hitung aku juga bisa menghemat uangku yang entahlah untuk apa nanti jika sudah terkumpul banyak?

"Halo!" sapa seseorang yang menggangguku sedang membaca, aku melihat siapa yang menggangguku sedang membaca sekarang dan yang kudapatkan adalah anak baru tadi dengan senyumnya yang ramah, 

"Siapa namamu?" tanyanya,

"Raya." jawabku,

"Nama yang bagus, kenapa tidak pergi ke kantin?" tanyanya padaku,

"Tidak tertarik," jawabku sekenanya,

"Ooo..." balasnya, 

"Mmmm... bisakah kita menjadi teman dekat sekarang?" tanyanya dengan nada semangat,

"Jangan terlalu mudah menilai seseorang, pikirkan lagi jika ingin berteman denganku! Aku tidak ingin kamu menyesal nanti saat kamu sudah berteman denganku," ucapku yang kembali focus dengan bacaanku, 

"Lagipula mengapa harus aku? Masih ada anak lain yang lebih menginginkannya daripada aku," lanjutku,

"Entahlah... sepertinya akan seru berteman denganmu," jawabnya dengan tersenyum, "Aku juga yakin kalau aku tidak salah memilih kamu menjadi teman dekatkku," kata-kata yang terdengar sangat percaya diri,

"Baiklah jika kamu yakin, tapi sebenarnya aku mungkin bukan anak seperti yang kamu kira dan aku harap kamu sanggup berteman denganku!" balasku dengan perkataan yang sedikit menekankan tentangku agar dia tidak menyesal nantinya saat sudah berteman denganku. Terlihat diwajahnya sekarang seperti sedang gembira, aku hanya meliriknya dan kembali focus dengan bacaanku.

Tak lama kemudian,

"Aduhh... kenapa perutku tibia-tiba melilit seperti ini? Perih sekali rasanya!" kataku dalam hati sambil memegangi perutku, rasanya memang benar-benar sakit sekali,

"Kamu kenapa??? Kamu sakit perut, maag atau mules???" dia menanyaiku tanpa berpikir, "Kenapa kata-kata 'mules' harus keluar dari mulutnya?!" protesku dalam hati. Aku baru sadar jika kelompok si kunyuk ternyata dari tadi tidak pergi ke kantin dan sekarang mata mereka sedang tertuju kepadaku, betapa malunya diriku, "Aku harus bagaimana ini? Rasanya perih sekali!" Aku menekan bagian perutku yang terasa sakit dan mencoba untuk menahan sakitnya,

"Hmm... Tidak apa, mmm... apa kamu punya obat maag?" tanyaku yang masih memegang perut dan menekannya berharap sakitnya sedikit mereda. Bukannya mereda malah tubuhku rasanya mulai mengeluarkan keringat dingin,

"Sepertinya aku tidak membawanya tadi, tapi tidak apa akan ku ambilkan di UKS. Tunggu sebentar, ya!" katanya sambil beranjak dari kursi, tapi

Lihat selengkapnya