PHOSPHENES

Musrifah Anjali
Chapter #3

TIGA

Tunggu, kenapa sepedaku jadi berat begini??? Gak lucu, ini udah mau sampek...! Aku melihat jam tangan yang kupakai, aku membulatkan mataku. Kurang 5 menit lagi, aku tidak tau harus bagaimana, se-mau sampeknya aku ke sekolah kalau jalan kaki, ya jadi 15 menit sampeknya.

 Haduh, gawat ini kalo aku sampek telat! Gak ada angkutan umum yang lewat lagi! Tamatlah riwayatku... aku melihat kanan dan kiri tidak ada angkutan umum sama sekali, apa mereka pada cuti bersama kali, ya? Aku segera menaruh sepedaku ke bengkel terdekat.

Sudah 1 menit terlewatkan, aku mulai mengeluarkan keringat dingin. Sesekali aku melihat jam tangan, aku sudah tidak bisa tenang, aku berdiri dan berjalan bolak-balik,

"Mas, masih lama nggak kira-kira? Soalnya 4 menit lagi saya sudah telat ini!" tanyaku pada mas-mas yang sedang melakukan sesuatu kepada ban sepedaku,

"Belum juga ketemu lubangnya mbak! Lagian ya mbak, benerin gini ini juga gak bisa cepet-cepet banget. Mendingan mbaknya cari angkutan umum aja dulu!"Jawab mas yang benerin ban sepeda biru-ku. 

Nunggu angkutan umum dia kata?! Kalo ada ya, udah dari tadi aku pergi. Gimana sih, masnya ini?! Percuma debat di pagi hari gak berfaedah yang ada malah makin emosi nanti.

Aku mencari ponsel disaku rokku dan menyalakannya. Aku mencari kontak yang sekiranya bisa bantu aku, aku men-scroll kontak yang ada di ponselku dan hasilnya tidak ada satupun kontak yang bisa membantuku. Aku menepuk dahiku, karena sejujurnya aku baru ingat kalau aku hanya menyimpan nomor Zizi saja dari sekian banyak siswa disekolahanku. 

Saat aku ingin menekan tombol telfon, aku berpikir sejenak "Zizi kan antar jemput pribadi, masa iya aku nanti dia suruh nunggu jemputan pribadinya yang sudah balik ke rumah Zizi dari tadi. Yang ada aku 1 jam kemudian baru sampek sekolah. Haduh... bagaimana ini?" Aku mulai bingung sendiri, aku berjalan mondar-mandir untuk mencari solusi, "Apa aku harus bolos aja, ya? Tapi gak bisa...!". Tiba-tiba,

....

Coba tebak siapa yang datang!

Sebenarnya aku juga tidak tau, karena wajahnya ditutup dengan helm fullface berkaca hitam. Jadi, mana bisa aku menebaknya. Asta? Tapi setahuku kemarin dia tidak pakai sepeda motor ini, atau Alfa? Tentu saja tidak mungkin. Lalu siapa?

"Cepetan naik! Atau mau aku tinggal disini?" suruh-nya dengan nada datar, ia membuka kaca hitam helm-nya.

Aku ragu untuk mau menerima tawarannya, kalau aku diculik bagaimana? Tapi mana ada penculik menculik anak sepertiku yang standarnya jauh berbeda dengan Zizi dan tak punyak uang berlebih pula!

"Ini sebenernya udah telat dan mendingan bolos terus cari alasan, tapi kalau dipikir-pikir memang kamu mau bolos? Kayaknya kamu anak yang gak bisa bolos sekolah. Jadi, mau aku tumpangi atau tidak? Aku bukan pangeran berkuda putih yang menyelamatkan seorang princess dan mau menunggu jawaban 'iya' darinya hanya karena dia belahan hatinya," ucapnya panjang lebar,

akhirnya aku memutuskan langsung naik ke sepeda motornya, toh dia bilang tadi gak mau menuggu jawaban 'iya'. Aku tidak peduli dengan penculik dan aku tidak peduli kalau dia Alfa ataupun Asta, masa bodo aku butuh tumpangan sekarang, 

"Bagus, ternyata tanggap juga kamu. Pegangan! Nanti kamu jatuh aku yang susah," perintahnya, tapi aku tidak pegangan seperti apa yang dia perintahkan. Saat 'ia menancapkan gas, baru aku merasakan kenapa dia menyuruhku berpegangan? 'Ia tidak main-main saat mengendarai sepeda motornya,

 "Kencang sekali! Percuma juga kalau aku berpegangan nanti aku jatuh juga salah dia mengendarainya dengan kecepatan tinggi, mana aku tidak pakai helm lagi! Haduh rambut ku, aku lupa tidak memakai jepit rambut biru kesayanganku. Setelah ini pasti rambutku berantakan hingga kedepan!" Rutukku dalam hati.

****

Tanpa aku sadari ternyata kami sudah sampai diparkiran sekolah, setelah dia mematikan mesin motornya aku segera turun "Tinggi sekali ini sepeda motor! Bagaimana ini turunnya?" Gumamku dalam hati, aku pertama kali dibonceng menggunakan sepeda motor seperti ini.

 Aku segera turun dari sepeda motor yang entah bagaimana caranya yang benar turun dari sepeda motor seperti ini. Aku membenarkan rambutku yang berantakan dan mengucapkan terima kasih kepadanya lalu aku tinggal dia sendirian disana. 

Saat sudah sampai didepan gerbang, yang kudapat hanya pemandangan lapangan yang sudah sepi gerbang dikunci dan lebih parahnya ada pak Geri guru kesiswaan sekolah. Tamatlah sudah nasibku... aku melihat kanan dan kiri, dimana aku harus masuk? gak mungkin lewat gerbang depan

Aku sudah mulai putus asa, percuma juga kalau aku masuk dari gerbang depan harus negosiasi dulu sama pak Purno dan ujung-ujungnya pasti bakalan kena juga sama pak Geri. Ngomong sedikit saja pasti udah kedengeran sama pak Geri.

Pak Geri terkenal sebagai guru kesiswaan yang memiliki pendengaran sangat tajam dan killer dibandingkan dengan guru-guru kesiswaan yang lain. Putus sudah harapanku...

Tiba-tiba,

Set...

Ada yang menarik tanganku dari belakang dan langsung mengajakku untuk berlari kencang, saking kencangnya dan saking lebar langkahnya sampai-sampai aku tidak bisa mensejajarkan langkahku dengan langkahnya, alhasil aku terjatuh dan terjerembab ke tanah. Setelah dia merasakan langkahnya tertahan karena aku menahan genggamannya, dia pun akhirnya menghentikan langkahnya. 

Aku melihat seragamku yang kotor akibat mencium tanah tadi beserta rokku dan juga lututku sedikit lecet akibat jatuh, aku hamper ingin menangis mataku sudah mulai berair, aku mengedipkan mataku,

Satu tetes.

Dua tetes.

Tiga tetes.

Dan akhirnya bukan hampir menangis lagi, tapi jadi menangis. Aku menangis bukan karena sakit karena lututku yang lecet gara-gara jatuh, tetapi karena keadaanku sekarang yang tampak terlihat kacau seragamku kotor sekali, lantas aku harus bagaimana nanti saat sudah didalam sekolah, aku tidak bisa ke UKS dan tidak mungkin kesana karena situasinya aku sedang menerobos masuk sekolah karena terlambat.

Tiba-tiba aku merasakan genggamannya tadi mengendur dan melepaskan tanganku,

"Ini, pakailah jaketku dulu untuk menutupi seragammu yang kotor! Dan ini, bersihkan wajahmu aku tidak suka melihatnya!" Perintahnya sambil menyodorkan sebuah jaket dan sapu tangan diatasnya, saat aku hendak mengambilnya, 

"Tunggu jaketnya ini memiliki lambang, jangan bilang dia adalah...!" Aku segera melihat wajah yang menarikku untuk lari tadi,

Fiuh..., Lega rasanya, ternyata bukan wajah si kunyuk yang kudapatkan, melainkan wajah datar Asta yang malah menunjukkan karisma bagiku. Tanpa berpikir panjang aku langsung mengambil jaketnya dan sapu tangannya, dengan segera aku melakukan apa yag dia perintah tadi. 

Setelah aku melakukannya tanganku kembali ditarik agar segera berlari kembali, cukup sakit merasakan lenganku yang dicengkram lumayan kuat olehnya.

Kami berhasil masuk kedalam sekolah dan berhenti di kantin. Tunggu kenapa dikantin? Ini sudah telat, kenapa malah berhenti disini???

"Kita tidak mungkin masuk ke kelas sekarang, kita sudah benar-benar telat gara-gara menunggumu jatuh tadi," ucapnya dengan wajah datar dan terkesan santai berbeda denganku yang bingung harus bagaimana nanti kalau mendapat teguran dari guru kesiswaan? Tapi... tunggu! Jadi, dia meyalahkanku karena kami terlambat?!

"Mana aku tau kalau aku mau jatuh? Lagipula bukan sepenuhnya kesalahanku, toh kamu yang tadi menarik tanganku secara tiba-tiba dan langsung mengajakku lari kencang. Jadi, kamu tidak bisa menyalahkan aku sepenuhnya!" komentarku dengan wajah cemberut,

"Siapa bilang aku meyalahkanmu? Aku tidak menyalahkanmu kamu saja yang merasa disalahkan," balas Asta dengan wajah tidak peduli,

"Lalu, apa maksumu gara-gara me-," ucapanku terputus,

"Iya-iya aku menyalahkanmu, puas? Sekarang kita sudah di kantin, kamu mau makan apa? Tapi bayar sendiri, aku mau ke UKS sebentar sementara kamu pesan apa yang mau kamu makan sekalian pesankan aku juga, aku belum makan tadi," menjengkelkan sekali dia, tadi bilang tidak menyalahkanku sekarang menyalahkanku, Dasar!

"Aku tidak makan aku sudah sarapan tadi. Untuk apa kamu ke UKS? Jangan-jangan kamu mau bohongi aku, ya?! Bilangnya ke UKS tapi malah ke kelas, iya 'kan?!" ucapku mengintimidasi,

"Iya," balasnya datar,

"Loh kok gitu?! Kamu dendam ya sama aku?!" tanyaku dengan nada kesal,

"Iya. Udah pokoknya tunggu disini aku mau ke UKS sebentar, jangan kemana-mana!"

"Kalo pak Geri tiba-tiba kesini gimana??? Enak di kamu-nya dong ninggalin aku disini. Mending aku ikut kamu," ucapku dengan wajah cemberut, sungguh aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya ke siapapunnnn...

"Pak Geri gak bakal sampek sini, kalaupun sampek sini nge-ceknya aku gak bakalan suruh kamu buat tunggu disini," jelasnya.

"Baiklah, jangan lama-lama!" pintaku,

"Iya. Ternyata kamu bawel juga, ya. Aku kira kamu pendiam seperti apa yang anak-anak bilang. Yah sudah, aku tinggal sebentar, jangan lupa dengan pesananku ya!" katanya terlihat diwajahnya bibirnya sedikit terangkat menandakan bahwa dia tersenyum meskipun samar-samar,

"Dasar!"

Asta meninggalkanku sendirian dikantin, aku segera memesankan apa yang dia minta tadi. Aku pergi ke stan milik Kang Mamang untuk memesan bakso dan air putih,

"Kang! Saya mau pesan bakso satu dan air putih satu," ucapku dengan senyum ramah,

"Buat mas Asta tadi, ya?" Tanya kang mamang dengan tersenyum ramah,

"Iya," jawabku,

"Oke, sebentar ya mbak. Lo mbaknya ndak pesan ta?" Tanya kang mamang sambil membuatkan bakso untuk Asta,

"Nggak, Kang. Saya sudah makan tadi pagi," jawabku dengan tersenyum,

"Ooo.... bentar ya mbak," ucap kang mamang,

Aku melihat ke sekeliling kantin, sepi tidak ada siapa-siapa. Tapi, tiba-tiba ada sosok yang badannya tinggi mungkin setinggi Asta. Tidak, tidak, mungkin lebih pendek sedikit kemudian wajahnya tidak terlalu tua umurnya mungkin sekitar 30-35 an, seragamnya seperti aku pernah tau. Aku berpikir sejenak kira-kira kapan ya...?

Tunggu, tunggu, tidak, tidak mungkin! Jangan bilang itu pak Geri! Tidak....!!! Aku melihat sekelilingku tidak ada tempat yang tepat untuk bersembunyi, seharusnya aku mengikuti Asta tadi tidak peduli dia menyuruhku menunggu tadi! Haduh bagaimana ini?! 

Aku melihat ke arah gerobak kang Mamang yang berada di belakangku, tidak ada tempat lain yang lebih aman daripada gerobak kang Mamang. Tak perlu berpikir lama, aku langsung berlari ke belakang gerobak kang Mamang, kang Mamang kaget dengan apa yang aku lakukan dia melihatku,

"Ada apa mbak, kok tiba-tiba lari ke belakang gerobak saya?" Tanya kang mamang dengan wajah bertanya-tanya,

"Ssstt..." ucapku dengan ekspresi wajah mengode kang mamang agar diam,

Lihat selengkapnya