Hari ini aku bangun lebih awal, karena berangkat sekolah nanti aku tidak memakai sepeda biruku melainkan diantar Alfa. Sejujurnya, aku kurang yakin dengan penawaran yang ditawarkan oleh Alfa. Jadi, aku lebih memilih untuk bangun pagi dan bersiap-siap untuk menunggu angkutan umum apabila Alfa tidak menjemputku nanti.
Sekarang masih pukul 05.00 WIB, aku menyiapkan makanan untuk bekal istirahat nanti kemudian mandi.
Aku bersiap-siap, mulai dari memakai seragam sampai memakai jepit rambut biruku. Aku turun kebawah untuk sarapan pagi. Belum sampai satu sendok nasi kedalam mulutku, Suara ketukan pintu terdengar nyaring hingga aku harus menunda suapan satu sendok nasiku tadi dan beranjak untuk membukakan pintu,
Tok. Tok. Tok. Tok.
Aku membuka pintu, ternyata sosok laki-laki tadi malam yang ke rumah. Siapa lagi kalau bukan Alfa? Ia menunjukkan wajah datarnya sambil menyapaku dengan pertanyaan,
"Bagaimana, kamu sudah siap?"
Apakah dia masih marah tentang yang tadi malam? Atau memang dia seperti itu?
"Ra?" ucapnya yang tiba-tiba menyadarkanku hhinngga aku menjawabnya dengan sedikit tergagap,
"B-belum. Tunggulah! Aku masih makan, aku tidak akan lama,"
"Ya sudah," aku segera masuk kedalam dan langsung melanjutkan sarapanku. Aku meninggalkan Alfa yang sedang menungguku dengan duduk di teras rumah. Aku melahap sarapanku hingga habis tak tersisa dan mencucinya.
Aku menghampiri Alfa,
"Al, aku sudah selesai." Ucapku. Alfa berdiri dan pergi untuk menyalakan mesin sepeda motornya.
Sebenarnya, aku kurang suka menaiki sepeda motor yang bagian tumpangannya tinggi sekali tapi mau bagaimana lagi. Aku tidak se-naif yang kalian pikirkan, aku juga suka kalau diberikan tumpangan yang apalagi sangat menguntungkan bagiku.
Setelah mengunci semua pintu dan gerbang aku menaiki sepeda motor Alfa. Alfa mulai menancapkan gas dan aku mulai memegang bagian tas yang dipakai Alfa, aku tidak ingin nanti harus mengeluarkan biaya tanggungan rumah sakit cuman gara-gara tidak pegangan saat dibonceng.
"Terima kasih," ucapku yang saat ini sudah berada di parkiran sekolahan dengan Alfa,
"Iya," ia melepas helm yang dipakainya dan menaruhnya diatas sepeda motornya, kemudian berbalik ke arahku, "Menunggu apa?" tanyanya yang membuatku tiba-tiba bingung ingin menjawab apa,
"Lagipula untuk apa aku masih disini? Dasar, Raya!" rutukku sendiri,
"Tidak," jawabku sambil membalikkan badan dan segera meninggalkannya,
"Tunggu, apakah kamu tidak inngin mengambil sepeda kesayanganmu di bengkel?" aku berhenti dan menolehkan kepala dan menjawab pertanyaannya,
"Tentu, setelah pulang sekolah aku akan mengambilnya nanti." Jawabku lalu pergi meninggalkannya,
* * * *
"Ra, kamu tidak ke kantin?" Tanya Zizi yang membuatku tersadar dari lamunanku. Aku mengerjapkan mataku sebentar,
"Tidak, karena aku sudah bawa bekal tadi. Kenapa? Kamu ingin makan dikantin?" ucapku,
"Tidak juga, barangkali saja kamu tidak bawa bekal. Aku 'akan mengantarmu ke kantin untuk makan, kan kamu punyak maag. Makanmu harus teratur,"
"Oooo...," sahutnya. Aku pun mengeluarkan kotak bekal makanku begitu juga dengan Zizi. Aku melihat bekal yang dibawa oleh Zizi sejenak, ada nasi, lauk pauk yang lengkap, dan buah-buahan. Bukannya, aku iri dengannya hanya saja bekalnya terasa sangat berbeda dengan yang aku bawa sekarang.
Mejaku terasa penuh dengan bekal yang dibawa Zizi, ada sekitar 4 kotak bekal yang ada di atas mejaku dan satu botol minum. Aku mengalihkan pandanganku dan melihat ke arah bekal ku, satu kotak bekal makanan dan satu botol air minum.
Kami melahap bekal yang kami bawa masing-masing, sesekali kami bercengkrama seru. Aku melihat seseorang yang sedang duduk di deretan yang 'sama denganku tapi diujung, Asta. 'Ia membalas melihatku sebentar lalu menjutkan kegiatan, yang entah apa yang sedang dilakukannya?
Sejujurnya, aku masih merasa tidak enak dengan kejadian kemarin. Melihat ekspresi yang sepertinya sedang marah saat Alfa mengembalikan jaket yang aku pakai kepada pemiliknya, memang anak itu, seperti kehilangan akal sehatnya.
Sepertinya, aku sudah mulai kenyang makananku juga sudah habis. Lagi-lagi aku memikirkan kejadian kemarin, mengapa rasanya janggal sekali? Tanyaku dalam hati. Istirahat selesai kurang 15 menit lagi, sudah aku tidak bisa menahannya lagi! Ucapku dalam hati sambil beranjak dari kursi dan pergi menghampiri Asta,
"Zi, tunggu sebentar ya! Aku ada sedikit masalah yang sepertinya tidak bisa aku tahan dari kemarinn," Zizi menatapku bingung, tidak tahu apa maksud yang aku bicarakan? Aku membiarkan itu dan tetap meninggalkan Zizi ditempat duduknya yang masih ingung dengan perkataanku.
"Asta, bisakah aku bicara denganmu? Tapi tidak disini, mungkin di UKS?!" kataku, entah aku tidak bisa memikirkan tempat lain selain diruang UKS,
"Hm," sahutnya, sambil berdiri dan mulai mengikutiku ke ruuang UKS.
Aku menutup pintu UKS dengan rapat, begitu juga dengan gordennya. Aku menghadap ke arah Asta yang masih setia denga wajah datarnya, aku mulai membuka suara,
"Dengarkan! Aku ingin minta maaf untuk soal yang kemarin. Iya. Aku tahu bahwa itu bukan salahku, tapi karena aku merasa perasaanku selalu gelisah mengingat kejadian kemarin jadi, aku sebaiknya meluapkannya sekarang daripada harus memendamnya sampai menimbulkan jerawat diwajahku," ucapku panjang lebar yang hanya dibalas dengan tatapan datar, aku heran dengannya apakah dia tidak tahu caranya ber-ekspresi dengan baik? Aku bertanya-tanya dengan tanggapan ekspresi yang diberikannya terhadapku,
"Sudah? Merasa lebih ringan sekarang?" tanyanya tiba-tiba. Aku menganggukkan kepalaku yang tandanya 'iya, sudah lega', "Sekarang, duduklah!" titahnya sambil mendorongku ke arah ranjang dan mendudukkanku diatas ranjang.
Sekali lagi ia membuatku kaget dengan kelakuannya yang selalu membuatku tiba-tiba ingin menghindar saja. Ia sedang berjongkok menghadap ke arah kakiku dan melihat lututku yang terluka kemarin, ia memegang betisku dan mencoba melepas hansaplas yang dippasanngkannya kemarin.
Ternyata lukanya belum kering, ia mengambil hansaplas dan obat merah didalam lemari etalase. Ia melakukan hal yang sama seperti kemarin, membersihkan lukaku kemudian menutupnya.
"Terima kasih banyak," ucapku. Aku memakai sepatuku kembali dan segera berdiri,
"Hm," jawabnya. Saat aku menatapnya didepanku, aku mendapati sosok sepasang mata dengan bola mata berwarna coklat petang sedang menatapku dengan lekat,
"Apa? Kamu sedang melihat 'apa?" ucapku sambil memicingkan mata,
"Tidak," jawabnya yang masih sambil menatapku,
"Aku kira, aku merasa sudah selesai dengan masalahku. Jadi, aku harus kembali." Aku meninggalkan Asta didalam UKS sendirian dan pergi keluar,
Settt...
Aku merasakan ada yang menggenggam tanganku dengan erat seakan dia sedang memendam amarah, aku melihat kira-kira siapa yang menggenggam tanganku?
"Kamu?!" ucapku dengan nada tinggi,
"Ikut denganku!" perintahnya tanpa menunggu jawabanku. 'Ia menarik tanganku dengan sangat keras, ia membuatku berlari untuk menyamai langkahnya yang lebar.
Ada sebuah batu didepan kakiku, belum sempat aku menghindarinya aku sudah menyandungnya sampai aku harus jatuh dan lututku mencium tanah lagi setelah kejadian kemarin, betapa malangnya lututku, baru saja diobati tapi sudah harus terluka lagi ucapku dalam hati.
Aku merasakan mataku sudah mulai berair dan tidak lama kemudian saat aku mengedipkan mataku satu tetes air mataku mulai jatuh dipipiku. Aku segera mengusap air mataku yang berjatuhan, karena Alfa sudah mulai menarik tanganku kembali dengan kasar,
"Ayo, Ra!" ucapnya dengan nada tinggi. Aku hanya mengikuti 'apa yang dia perintahkan, karena aku takut dia akan berbuat lebih kasar dari ini. Kami menyusuri lorong-lorong sekolahan dan melewati beberapa kelas. Aku berjalan dengan sedikit tertatih-tatih karena jatuh tadi terasa sakit, sepertinya kakiku perlu dikompres karena ada lebam dikakiku. Betapa menyedihkannya aku ini! Rutukku dalam hati.
Akhirnya kami sampai di.... Entahlah, rasanya aku baru tahu ada tempat seperti ini di sekolahan, kami berhenti dan duduk di kursi panjang yang ada disana.