Setelah menghabiskan sarapanku, aku segera mengambil tas biru-ku dan pergi mengunci rumah. Aku mengambil sepeda biru-ku didalam garasi dan menutup gerbangnya kemudian. Aku mengayuh sepeda biru-ku pelan-pelan tapi pasti.
Aku menikmati perjalanan pagiku dengan tenang, karena masih pagi-pagi sekali jadi belum banyak kendaraan yang berlalu lalang, aku bisa merasakan udara pagi yang belum tercemar oleh asap-asap kendaraan.
Tin. Tin…
Tiba-tiba ada suara bel sepeda motor mengagetkan dari belakangku yang membuatku harus menge-rem mendadak, “Siapa sih ini, yang nge-bel nge-bel gak jelas?! Orang aku juga gak nutupi jalan sama sekali, ngapain nge-bel?! Lagian kan masih ada jalan lebar disini!” protesku dalam hati. Aku menolehkan kepalaku ke arah sumber suara bel tadi, dibelakangku.
“Kiki! Ngapain sih nge-bel nge-bel?! Kan aku jadi kaget!” teriakku dengan wajah kesal,
“Gakpapa, heheheheeee…” jawabnya dengan cengiran lebarnya,
“Aissshh… kamu ini ya kebiasaan jelek tau gak sih?!”
“Enggak,” sahutnya dengan wajah tanpa berdosa. Sungguh rasanya ingin menonjok muka-nya yang bikin kesal daritadi,
“Tauk!” Aku tidak ingin meneruskan emosiku lagi, bisa-bisa nanti gak selesai-selesai emosiku, aku kembali mengayuhkan sepeda biru-ku kali ini dengan kecepatan tinggi.
Aku memarkirkan sepeda-ku dan turun dari sepeda biru-ku. Setelah sampai di kelas aku segera mendudukkan diriku dikursi, aku membuka resleting tas biru-ku dan mengambil buku novel yang aku bawa tadi. Jika sudah pegang novel kesukaanku sudah pasti aku tidak bisa diganggu, kecuali jika bel masuk kelas berbunyi.
“Ra!” panggil Zizi,
“Hm,” jawabku yang masih focus dengan bacaanku,
“Anterin aku ke kantin, yuk!” Ajaknya,
Mungkin yang satu ini juga jadi pengecualianku, “Sebentar, tinggal satu paragraf lagi” ujarku,
“Coba lihat!” pintanya, aku memperlihatkan paragraf yang ada di bawah sendiri,
“Ya Ampun, Raa…! Ini ada 5 baris, keburu bel masuk nanti! Kamu gak kasihan sama aku? Aku belum makan lo dari tadi pagi,” protesnya dengan wajah cemberut. Tanpa dia sadari semua mata yang ada dikelas beralih menatap ke arahku dan Zizi,
“Haduhh… iya-iya, jangan keras-keras Zii… dilihatin anak-anak lo!” sahutku sambil menatapnya dengan kesal.
Aku menutup buku novelku dan membawanya, setelah sampai dikantin aku akan melanjutkannya,
“Eiitttsss…!” cegah Zizi tiba-tiba,
“Ada apa lagi?” tanyaku,
“Ra, aku mau makan plus ngobrol sama kamu… gak sama novel kamu juga…” lagi-lagi dia protes, memang banyak maunya,
“Kan kalau makan gak boleh sambil ngobrol, jadi aku bawa novelku terus aku baca waktu kamu makan daripada ngeliatin kamu makan kan nggak enak,” ucapku,
“TARUH NGGAK?!!!” paksanya,
“Hmmm… Iya-iyaa…” akhirnya aku mengalah, aku menaruh buku novelku diatas meja.
* * * *
Sekitar 15 menit kami berada di kantin,
Tringgg…
Bel masuk pun akhirnya berbunyi, aku dan Zizi segera pergi ke lapangan untuk melaksanakan apel pagi.
* * * *
“Baik anak-anak! Persiapkan diri kalian untuk Ujian Akhir Semester 2 nanti, kalau bisa usahakan untuk menjaga nilai kalian tetap naik minimal stak.” Jelas bu Kiara. “Jangan sampai nilai kalian turun! Kecuali kalian ingin nantinya kuliah memilih masuk dengan jalur mandiri. Sekarang buka buku latihan soal Matematika halaman 180!” Perintah bu Kiara.
Semua membuka buku latihan masing-masing dan menungguu perintah mengerjakan dari bu Kiara. Tunggu. Sepertinya aku salah, ternyata tidak semua melakukan apa yang seperti aku jelaskan tadi. Aku melihat ke arah sampingku, “Lihatlah, anak ini! Disaat-saat semua serius, dia malah tidur dengan nyenyak,” komentarku dalam hati.
“Ssstt…! Ki, bangun!” bisikku membangunkan Kiki,
“Hmmm…” sahutnya dengan membalikkan wajahnya dan melanjutkan tidur lagi,
“Ki, Ayo bangun! Aku gak mau ya kalau nanti aku ikutan kena cuman gara-gara kamu tidur!” bisikku lagi dengan nada jengkel,
“Hoammm… iya-iya, Ra” akhirnya Kiki mengangkat kepalanya,
“Raya! Kiki! Bawa buku kalian ke depan!” panggil bu Kiara dan menyuruh kami kedepan sambil membawa buku,
“Iya, bu!” jawabku sambil menundukkan kepalaku, rasanya ingin menjitak kepala Kiki sekarang juga gara-gara dia aku jadi ikut kena.
Aku dan Kiki maju ke depan sambil membawa buku kami masing-masing. Sesampainya didepan aku menaruh buku ku diatas meja bu Kiara begitu juga dengan Kiki.
“Raya, kamu sudah kena saya beberapa kali semenjak kelas 11. Kamu ada masalah apa?” ucap bu Kiara sambil melingkari nomor-nomor soal yang ada di bukuku dan Kiki, Kiki menoleh ke arahku dengan wajah bertanya-tanya, tapi aku hanya menngedikkan bahu saja.
Memang semenjak aku kelas 11 banyak sekali perubahan yang ada dihidupku atau mungkin semenjak si kunyuk itu datang? Entah, yang jelas sekarang hidupku berubah. Bahkan teman sekelasku yang dulunya tidak peduli dengan keberadaanku sekarang mereka malah mengincarku. Sebentar lagi sepertinya aku aka menjadi siswa sorotan.
Tiba-tiba Kiki menyenggol lenganku,
“Apa?” tanyaku, dia melirikkan matanya pada buku ku yang ternyata sudah ditutup oleh bu Kiara. Aku segera mengambil buku ku dan kembali ke bangku,
“Raya! Kiki! Jangan lupa kerjakan, setelah bel pulang berbunyi kumpulkan hasil kerja kalian di meja saya!” ujar bu Kiara setelah kami duduk di bangku kami,
“Loh Bu! Ya, gak bisa gitu! Ibu tadi gak ngitung soal yang Ibu lingkari tadi ada berapa?! Ada 20 soal, mana ada yang kuat ngitung matematika sampek 20 soal pula!” sahut Kiki. Aku melebarkan mataku, berani sekali dia protes ke bu Kiara. Aku menyenggol lengannya dan menyuruhnya diam.
“Kamu protes lagi saya tambah soal untuk kalian berdua!” ucap bu Kiara,
“Tap-, mmp…” sebelum Kiki melanjutkan ke perkataannya yang akan menambah emosi bu Kiara, aku segera membekap mulutnya dan menatapnya tajam.
“Udah diem! Kamu gak kasihan sama aku, yang tadi bangunin kamu biar kamu gak kena malah aku kena juga gara-gara kamu!” geramku,
“Beneran biar aku gak kena…! Atau biar kamu gak ikutan kena gara-gara aku tidur?” ucapnya sambil menaik turunkan alisnya,
“Eh, udah pokoknya diem, gak usah protes lagi!”
“Emang kamu bisa ngitung matematika? Banyak lagi!”
“Bisa-bisa,” jawabku dengan yakin,
“Oke! Berarti kamu yang ngerjain ya, Ra…”
“Enak saja! Kalau minta ajarin aku mau tapi kalau ngerjain punyakmu aku gak mau,” protesku, enak saja dia ini semaunya.
“Hmmm… iya-iyya, Kakak Raya yang baik hati…” ujarnya.
* * * *
Aku focus mengajari Kiki mengerjakan soal Matematika, Kiki menganggukkan kepalanya yang menandakan dia paham dengan apa yang kuajarkan,
“Ra, kamu gak ke kantin?” Tanya Zizi disela-sela saat aku menjelaskan kepada Kiki,
“Tidak, kamu duluan saja aku sepertinya tidak ke kantin hari ini, karna soal yang kukerjakan masih kurang setengah lagi,” jawabku,
“Baiklah, aku duluan kalau begitu, kamu mau titip sesuatu kah?” tawar zizi,