Jakarta, 2014
“Balik lagi di My Radio, delapan puluh tujuh koma delapan FM. Lagu yang tadi gue pasang buat lo itu lagu terakhir kita di ‘Today’s Secret’. Dan, kayak yang dibilang Bagas tadi di akhir ceritanya—lewat email, tepatnya—kisah ini bukan cuma milik dia seorang karena kisah ini nggak akan pernah ada tanpa kehadiran cewek itu. Jadi, harapannya sederhana, dia nggak mau cewek itu ngelupain dia. Sesimpel itu memang. Tapi dalam cinta, hal sesimpel apa pun akan tetap jadi sangat berarti.
“Gue, Ren, sampai ketemu lagi di ‘Today’s Secret’ terakhir, besok. Stay tune terus karena abis ini masih ada Rangga yang bakal ngajak lo semua dengerin lagu-lagu terbaru sampai tepat pukul delapan malam nanti. So, see you and bye bye!”
Suara bariton berirama teduh itu kemudian menghilang, digantikan sebuah lagu berirama country.
Ren meletakkan headphones pada tiang berbahan stainless. Dia membuang napas sambil membereskan live copy-nya. Mendadak Ren teringat, tak satu kali pun dia pernah berpikir untuk menjadi penyiar radio. Namun, di sinilah dia sekarang. Duduk di dalam ruang berlapis kedap suara sebagai penyiar. Ren mendengus. Baginya, hidup itu benar-benar ilusi.
***
“Lo inget masa-masa dulu kan, man?”
Aldo sampai memelotot saat mengatakannya. Bukan karena kaget kopi yang baru diteguknya masih sangat panas, melainkan karena isi pembahasan dalam rapat seluruh divisi yang baru selesai lima belas menit lalu. Karena rapat itu pulalah ia mengajak Ren ke sini, ke rooftop kantor My Radio yang hanya berlantai tiga. Aldo ingin leluasa membahas isi rapat tadi.
“Gue nggak nyangka aja kalau bentar lagi ‘Today’s Secret’ bakal nggak ada. Lagian, masa semua ide gue di meeting tadi ditolak, sih? Semua ide gue buat program baru dibilang mirip ‘Today’s Secret’.” Aldo mendesah dengan suaranya yang berat.
Ren menyesap pelan cairan hitam dan kental miliknya sendiri. Program harian “Today’s Secret” memang akan diganti dengan program pop baru untuk memberi kesan fresh pada My Radio. Padahal, Ren melihat kerja keras Aldo saat melakukan survei, menyusun rancangan program dan segala detailnya hanya untuk membangun “Today’s Secret” yang mengudarakan kenangan dari pendengar My Radio via surel.
“Yang penting, program lo itu termasuk berhasil, kan?” ujar Ren, berusaha tidak terlalu membuat Aldo kecewa.
Aldo yang sedang sibuk meniup-niup asap kopinya yang masih mengepul, segera menoleh dan menatap Ren penuh haru. “Lo tahu, man? Cuma lo yang ngerti gue di kantor ini. Beneran. Nggak ada orang yang ngerti perasaan gue.”
“Stop it, Do. Gue mual beneran.” Ren melirik Aldo, malas.