Di sudut perpustakaan yang penuh rak buku, Rio bersembunyi sambil menggoreskan pensil di atas secarik kertas, membuat sketsa full body Luffy, salah seorang tokoh dalam serial “One Piece”. Namun, begitu melihat hasilnya, Rio langsung menggerutu sebal. Karya itu jelas dibuat oleh amatiran.
Menyebalkan.
Dengan jengkel, Rio meremas kertas itu kuat-kuat. Saat pelajaran Bahasa Indonesia berakhir dan semua anak kembali ke kelas, Rio segera membuang gumpalan kertas itu ke tong sampah di perpustakaan.
“Eh,” ujar suara bening itu saat duduk di dalam kelas. Rio tak lantas bereaksi. “Ini gambar lo ya, Yo? Ada nama lo gitu.”
Kening Rio berkerut heran saat dia menoleh ke arah Lala yang sedang menyetrika kertas itu hingga terbuka dengan tangan kecilnya.
“Itu udah gue buang,” ujar Rio, yakin dengan ingatannya.
“Kenapa dibuang?” Lala bertanya dengan ekspresi mirip anak kecil.
“Gambar itu jelek,” sahut Rio cepat, tanpa berpikir.
Lala bertanya dengan kedua matanya. “Jelek dari mana? Bagus gini, kok. Sayang, loh. Kan, bisa disimpen atau dipamerin?”
Rio bereaksi datar. “Basa-basi. Lagian gue yang buang, lo yang ribet.”
Saat itu Rio bisa melihat ada kekagetan dalam bola mata Lala yang bulat.
“Gue serius, kok.” Senyum di wajah cerahnya menghilang, tapi Lala masih mengamati gambar itu seolah sedang mengaguminya. “Lagian, harusnya lo lebih bisa menghargai karya lo sendiri.”
Cewek ini … sial, Rio membatin sambil membuang muka. Namun, anehnya, sejak itu kata-kata Lala tak pernah bisa hilang dari kepala Rio.
***