Lara menghentikan langkah saat tepat di depan kelasnya. Disusul oleh murid baru yang juga otomatis berhenti. Lagi-lagi waktu ia untuk mengerjakan kuis itu terus berkurang. Empat puluh menit lagi kuisnya akan berakhir. Apalagi dengan semua masalah yang terjadi hari ini, tak menutup kemungkinan otaknya yang tak pintar itu kehilangan semua materi yang telah dia hapal semalam.
Lara menatap siswa itu lekat. Dia sadar, ternyata ia baru saja menyelamatkan seseorang yang mampu membuatnya terpesona. Dipandanginya setiap inci wajah remaja laki-laki itu. Tenggelam dalam lingkup ketampanan. Terbuai oleh karisma bak titisan dewa. Lara menatap tanpa berkedip. Bibirnya melengkungkan senyum sempurna.
“Kenapa lo tiba-tiba bawa kabur gue?” selidik siswa baru itu membuyarkan Lara.
“Lara,” ucapnya yang telah sadarkan diri.
“Hah?”
“Untuk memulai suatu obrolan, orang harus kenal dulu dengan lawan bicaranya. Paling tidak, tahu nama orang itu,” jelas Lara.
“Chalista Clara, panggil saja Lara. Kamu?” tambahnya senyum.
“Wawan.”
“Oke, Wawan, ini udah depan kelas Lara. Lagi ada kuis, Lara masuk dulu ya, bye.”
“Eh, tapi ruang guru di mana?”
“Playstore. Dadahhh,” jawab Lara seraya becanda.
Lara kemudian masuk lewat pintu bagian belakang ke kelas secara diam-diam. Beruntung sang guru sedang fokus menulis sesuatu di kertas yang entah kertas apa itu. Lara yang merasa aman, dikelabui oleh spekulasinya sendiri.
“Dari mana kamu?” tanya sang guru.
“Dari toilet, Bu. Tadi kan Lara udah izin sama Ibu, soalnya kebelet pipis,” paparnya berbohong.
Seluruh siswa di ruangan tersebut langsung menoleh ke arah Lara. Heran dengan jalan pikiran Lara yang sewaktu-waktu bisa menewaskan mereka semua.
“Kapan?”
“Saat Ibu masih fokus nulis. Lara izin, Ibu mengangguk mengiyakan.”
“Ya sudah, lanjutkan tugasmu.” Sang guru bergerak kembali ke mejanya.
“Waktu kalian saya kurangi dua puluh menit karena salah satu teman kalian berbohong. Tidak ada yang protes!” Seruannya sontakmembuat seluruh siswa mengeluh kesal terhadap Lara.
“Saya mau dikibuli,” gumamnya.
Lara yang sedikit tak enak pada teman sekelasnya hanya tersenyum getir, sembari sedikit menundukkan kepala. Kemudian ia keluarkan alat tulis lalu mengerjakan kuis matematika tertulis itu.
Dia mengerjakan semua soal tersebut semaksimal mungkin. Memang tak banyak, hanya ada sepuluh soal, tapi setiap soal punya banyak rincian jawaban. Lara sudah tidak kaget. Kerena memang begitulah cara bu Sinta mengajar. Dia termasuk salah satu guru killer multitalent di sekolah ini. Keren ‘kan Lara? sanggup berbohong pada guru sepertinya.
***
Lara menghembuskan napas panjang seraya duduk, mendapati Tala yang telah menyelesaikan porsi makan siangnya.
“Lagi ketiban tangga lo? Kayaknya beban hidup berat banget,” goda Tala.