Lara sudah menyelesaikan sarapannya. Setengah berlari ia menuju halaman, mendapati mobil mamanya yang masih menunggu. Hari ini Lara telat bangun lagi. Entah karena terlalu senang bermain dengan Wawan di pulau mimpinya. Atau karena lelah yang berlebihan hingga sinar pertama mentari pagi ini dilewatkannya.
Jalanan sedikit ramai. Orang-orang terlalu semangat beraktivitas pagi ini. Untuk melewati satu lampu merah saja, mobil yang ditumpangi Lara harus menunggu sekitar tiga menit karena panjangnya kemacetan.
Jika Lara tak bisa sampai sekolah dalam waktu sepuluh menit, ia pasti tidak akan diberi toleransi lagi. Memang sudah tidak jauh, tapi kemacetan jalan raya ini membuat mobil mamanya tak dapat bernapas apalagi bergerak.
Lara panik. Dia tidak mau jika harus kembali pulang. Dia tetap ingin sekolah. Terlepas karena malas ketinggalan pelajaran, Lara sudah sangat merindukan Wawan. Dia sangat ingin bertemu Wawan. Dia sudah begitu sabar menunggu semalam suntuk. Tapi justru pagi ini ia sial sekali. Mengapa ia tak bisa mengendalikan rasa kantuk sampai akhirnya kesiangan begini.
“Ma, Lara coba pesan ojek online aja, deh,” panik Lara sambil memeriksa aplikasi ojek online di ponselnya.
Mamanya mengangguk.
Setelah memeriksa semua driver sedang sibuk. Ada yang free tapi jarak tempuhnya terlalu lama. Sama saja bohong jika Lara harus menghabiskan waktu untuk menunggu lagi.
Sekarang Lara bingung harus berbuat apa. Pangkalan ojek offline sepertinya juga jauh. Lara terus menatap ke arah luar kaca. Barangkali ia bisa menemukan teman satu sekolahnya yang mengendarai motor dan bisa membantunya.
Tapi Lara justru tak melihat seorangpun. Pandangannya hanya melihat orang-orang asing. Tidak mungkin juga dia meminta bantuan dengan pengedara motor itu. Ini ibukota. Orang terlalu malas hanya untuk direpotkan. Apalagi jika yang merepotkan orang tak di kenal.
Lara berdecak putus asa. Selang beberapa detik, ia mengucek matanya. Memastikan tak ada yang salah dengan penglihatannya. Setelah dipastikan aman, Lara kembali bersemangat. Berjarak dua buah mobil di belakangnya ia dapat melihat Wawan dari kaca spion mobil. Sepertinya Wawan sedang fokus mencari celah untuk dapat menembus kemacetan ini.
“Ma, di belakang ada teman Lara pakai sepeda. Lara bareng dia aja ya,” ujar Lara meminta izin.
“Sepeda? Ada kursi penumpangnya?”
“Mama kira motor, ada kursi penumpangnya?”
“Terus kamu mau numpang di mana?” tanya mamanya khawatir.
“Mama tenang aja, pasti bisa diakalin kok.”
“Ya udah, deh. hati-hati, ya, Sayang. Nanti siang Lara dijemput Papa, ya, karena Mama ada meeting sama klien.”
“Iya, Ma,” balas Lara mencium tangan mamanya kemudian dibalas mamanya dengan sebuah kecupan hangat di kening Lara.
Lara membuka pintu mobil tepat saat sepeda Wawan sudah sejajar dengan mobil mamanya. Wawan kaget karena tiba-tiba melihat Lara keluar dari mobil. Kenapa saat situasi yang genting begini harus ketemu dengan manusia yang paling ingin dihindarinya.
“Selamat pagi, Wawan. Lara nebeng, ya!!” pinta Lara setengah memaksa.
“Lo kok ada di sini?” tanya Wawan masih sangat heran.
“Iya, Lara kalau ke sekolah emang selalu lewat jalan ini.”