Hari berganti minggu. Entah sudah ke berapa kali purnama semenjak pertemuan Lara dan Wawan, usaha Lara masih terlihat gagal. Wawan belum bisa membuka hati, meski sekuat apapun Lara berjuang. Namun, hal itu sedikit saja tidak membuat Lara gentar. Dia percaya, hasil tak pernah mengkhianati proses. Dan hal ini berlaku dalam kamus asamaranya.
Lara tak pernah lelah mengikuti Wawan. Menjalankan bermacam cara untuk membuat Wawan jatuh cinta padanya. Mulai dari menyediakan bekal sampai memotong rambut rela dilakukannya untuk meruntuhkan benteng pertahanan Wawan.
Pagi ini, Lara kembali ke sekolah dengan penampilan barunya. Poni depan tergerai indah, sangat serasi dengan postur wajah Lara. Rambut lurus sebahu memuat Lara terlihat lebih muda.
“Gue makin cantik ‘kan dengan rambut sebahu?” Lara memang gadis yang percaya diri.
“Usaha biar Wawan lihat lo?”
“Haha. Apa salahnya nyoba.”
“Ra, lo nggak mau mundur aja gitu? Lo nggak capek apa ngejar orang yang nggak suka sama lo?”
“Gue nggak bisa, Tala. Gue udah terlalunjur cinta. Lagian gue percaya semua perjuangan akan mendapatkan hasilnya.”
“Iya, lo bener. Semua perjuangan emang akan mendapatkan hasilnya. Pertanyaan gue lo akan berhasil bahagia, atau dikecewakan lagi?”
“Setidaknya gue udah berjuangan untuk ngedapetin apa yang gue mau. Dan gue nggak akan pernah nyerah buat dapetin happy ending dari kisah ini.”
“Ya udah terserah, deh, yang penting gue udah ingetin lo. Gue cuma nggak mau lihat lo disakitin terus.”
“Walaupun gue disakitin terus, lo kan selalu ada buat gue.”
Tala tersenyum dan merentangkan tangan sebagai isyarat ingin memeluk Lara. Kemudian disambut oleh Lara dengan kehangatan.
Berjarak lima meter dari tempat duduk mereka, terlihat seseorang yang sangat familiar. Seseorang yang peringkat ketampannnya masih di bawah Wawan. Seseorang yang mungkin akan membangkitkan kebencian atau cinta. Dua emosi yang pernah Lara berikan untuknya.
“Lara, gue mau ngomong sama lo. Bisa?” ucap Arsya yang entah membawa niat apa.
“Ngomong aja.”
“Tapi, cuma berdua,” pintanya. “Tal, gue pinjem Lara dulu, boleh?” sambungnya meminta Tala untuk paham situasi yang ada di antara mereka.
“Ya udah, gue ke kantin dulu ya, Ra,” jawab Tala berlalu meninggalkan Arsya dan Lara.
Kecanggungan menyeruak dalam situasi mereka. Lara hanya diam. Sementara Arsya masih bingung untuk memulai permbincangannya.
“Mau ngomong apa?” Akhirnya Lara yang memulai pembicaraan.
“Lo masih marah sama gue?”
“Nggak.”
“Jangan jutek-jutek dong.”
“Suka-suka lah.”