Lara mengawali paginya dengan senyum paling ceria. Meski kemarin sempat mendapat perlakuan tak baik dari Arsya, tapi aksi Wawan sungguh gagah. Hati Lara terus berdegup kencang saat mengingat kejadian itu. Sebagai ucapan terima kasih, Lara sudah menyiapkan roti selai coklat dan sebotol air mineral plus kartu ucapan terima kasih untuk Wawan.
Berbeda dengan Lara, pagi ini Wawan harus membersihkan kolam renang sebagai hukuman karena sudah berkelahi di sekolah. Begitupun dengan Arsya yang mendapatkan hukuman serupa.
Lara yang mendengar kabar tak mengenakkan untuk orang yang dicintainya itu buru-buru menuju kolam renang. Dia perlu minta maaf, karena dia Wawan yang menanggung akibatnya.
“Wawan!” panggilnya berlari kecil ke arah Wawan.
Wawan mengentikan kegiatannya dan menoleh ke arah Lara. Begitupun dengan Arsya yang ikut melihat ke arah sumber suara.
“Wawan pasti capek, ya? Ini Lara bawain sarapan dan air mineral buat Wawan,” ucapnya membuka tas punggung kemudian mengeluarkan bekal yang sudah dipersiapkannya.
Arsya yang kesal melihat kejadian itu, langsung membuang kasar alat pembersih yang dipegangnya. Dia berlalu meninggalkan area itu.
“Bagian gue udah selesai!!” ucapnya sebelum betul-betul meninggalkan kolam renang tersebut.
Lara dan Wawan tak menanggapi ucapan Arsya.
“Hm? Ayo dimakan dulu. Biar Lara bantuin Wawan, ya,” tawarnya mengambil tangkai pel di tangan Wawan, menggantinya dengan bekal yang sedang ia pegang.
“Makasih, tapi gue udah sarapan. Lagian ini hukuman gue,” balas Wawan memasukkan kembali bekal itu ke tas punggung Lara, kemudian meminta kembali kain pel yang dipegang Lara.
“Ih, Wawan dapat hukuman gini karena Lara juga. Jadi nggak apa-apa dong, kalau Lara bantuin. Kalau nggak mau makan bekal dari Lara paling nggak Wawan istirahat sambil minum dulu, deh.”
“Lo balik ke kelas, gih! Udah bel.”
“Jam pertama lagi kosong. Gurunya ada kerjaan ke luar kota, jadi nggak masalah kalau Lara bantuin Wawan,” papar Lara kukuh ingin membantu Wawan.
Wawan menghela napas. Dia membuka botol air mineral yang diberikan Lara. Wawan memang sudah haus dari tadi. Syukur Lara membawakan air. Hingga ia bisa membasahi tenggorokannya yang sudah mengering.
“Wawan udah suka belum sama Lara?” Pertanyaan yang setiap hari ditanyakan Lara kembali dilontarkan.
Wawan hanya diam.
“Kenapa susah banget buat Wawan jatuh cinta sama Lara?”
Wawan tak menjawab.
“Wawan punya hati ‘kan? Hati Wawan bukan terbuat dari batu ‘kan? Wawan bukan manusia yang punya penyakit nggak punya emosi ‘kan? Kenapa Wawan betah banget punya sifat dingin?” Pertanyaan bertubi-tubi meluncur dengan sempurna dari bibir ranumnya.
“Apa Lara kurang menarik? Atau kurang cantik?”
Wawan masih diam.
“Sekarang Wawan nggak lagi bisu 'kan? Jawab Lara dong!”
“Pertanyaan yang mana?” balasnya membuat Lara menghela berat. Sejenak menghentikan aktivitasnya.
“Wawan udah suka belum sama Lara?”
“Nggak!”
“Terus kenapa kemarin bantuin Lara? Waktu kalung Lara hilang juga Wawan yang bantu nemuin.”
“Gue cuma nggak suka lihat cowok ngasarin cewek.”
“Ya udah kalau gitu, kapan rencannya Wawan mau suka sama Lara?”
“Nggak ada rencana.”
“Masa perjuangan Lara sia-sia aja, sih.”
“Gue nggak pernah minta lo berjuang.”