Wawan pulang dengan lemas. Berjalan gontai menuju ruang dapur untuk mengambil segelas air mineral. Perjuangannya sia-sia. Bukanya bahagia akan segera bersambut, malah sekarang ia berhasil membuat Lara mantap menjauh darinya.
Sementara Kania, apa Wawan harus percaya instingnya yang mengatakan Kania masih hidup atau apa sebaiknya Wawan setuju dengan pendapat bunda, bahwa Kania sudah tidur dengan tenang.
Wawan memijit pelipisnya. Pusing, bingung, lelah meramu menjadi satu. Mungkin ini saatnya Wawan mengikhlaskan Kania. Wawan pun harus melanjutkan masa depannya. Sempat beberapa kali dia mendapatkan informasi keberadaan Kania, tapi semuanya salah.
“Wawan, kenapa mukannya kusut gitu?” tanya sang bunda yang baru menyadari putranya sudah berada di rumah.
“Wawan gagal lagi, Bun. Kemarin sempat dapat info tentang Kania. Tapi hoax.”
Asti tersenyum. “Sayang, sudah ya, kita coba ikhlaskan Kania. Dengan begitu dia akan lebih tenang. Kamu juga perlu menata masa depan.”
Wawan menghela berat.
“Sudah cukup perjuanganmu mencari Kania. Gadis kecil itu pasti bangga punya kakak hebat kayak Wawan. Sekarang, mulailah menata hidupmu sendiri, Nak. Bunda juga pengen lihat Wawan bahagia.”
Wawan berusaha menahan air mata ketika mendengar penuturan bundanya. Asti merentangkan tangan mengisyaratkan Wawan untuk memeluk dan mengadukan kegundahannya. Karena sudah mengerti dengan isyarat itu, Wawan langsung menghambur ke pelukan sang bunda.
“Semua akan baik-baik aja, Nak,” ucap Asti berusaha memberikan energi positif pada Wawan.
Wawan mengangguk. Kemudian ia keluar dari pelukan hangat itu.
“Oh iya, ada brownis, nih, dari pacar kamu,” sambung Asti kemudian memberikan titipan Lara pada Wawan.
Alisnya kini kembali bertaut. Wawan masih tidak megerti siapa yang dimasksud sang bunda.
“Wawan nggak punya pacar, Bun.”
“Lho yang kemarin ke rumah?”
“Lara?”
“Iya, lucu deh anak itu. Masa dia nganterin brownis-nya pake atribut ojek online. Pas bunda tanya dari siapa katanya dari Lara tapi ke Wawan bunda disuruh bilang dianterin ojek online, bilang Wawan dapat give away brownis manis, biar Wawan mau makan, katanya,” papar Asti sembari tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Wawan terkekeh. Sebuah senyuman melengkung dari bibirnya.