Hari ini, Wawan mengajak Lara ke rumahnya berdasarkan permintaan Lara. Besok giliran Wawan yang akan mengajak Lara bermain ke rumahnya.
Lara sudah rapi dengan setelan rok abu-abu, tiga senti meter di atas lutut, paduan baju kaos dan sepatu cat menambah mungilnya gadis ini. Tak lupa pula, kali ini, kalung liontin kunci itu berhasil keluar dari sarangnya untuk melihat dunia manusia.
Lara menyusuri ruang tengah rumah Wawan. Ia melihat foto-foto yang terpampang di dinding rumah mewah itu. Korneanya berpindah pada sebuah piano yang terletak di sudut kiri ruang tengah. Sudah Lara duga, ini pasti piano Asti.
Lara menghampiri piano itu. Ia penasaran piano seperti apa yang menghantarkan Asti jadi pianis terbaik dan terfavorit baginya. Hasrat yang menggebu mendorong Lara untuk memainkannya. Walaupun Lara bukan seorang pianis yang handal, setidaknya kata mama, ada satu melodi yang sangat mahir ia mainkan.
Lara memulai aksinya. Sebuah nada kerinduan mendenting, mengalun sangat elok diterima telinga. Lara tidak tahu dari siapa ia memperoleh melodi ini, sudah banyak orang ia tanyakan perihal melodi itu, karena ingin mencari tahu pemilik lagu di baliknya. Namun, tak satupun jua dari mereka yang mengenal melodi ini.
Asti beranjak dari dapur. Ia tertegun melihat kemahiran Lara dalam bermain piano. Melodi itu adalah melodi pengantar tidur yang selalu Asti mainkan ketika buah hatinya kesulitan untuk berlayar ke pulau kapuk.
Asti mendekat, ia membawa tiga gelas jus jeruk di atas nampan. Kemudian diletakkannya suguhan penyejuk dahaga itu di atas meja ruang tengah rumahnya dan berjalan mendekati Lara yang masih fokus.
“Kamu tahu dari mana melodi ini, Nak?” tanya Asti yang berhasil membuat Lara menghentikan permainannya. Ia menoleh ke arah sumber suara.
“Maaf Tante, Lara nggak izin dulu saat memainkan piano ini,” pintanya menyesal.
“Nggak apa-apa, Sayang. Tante cuma heran dari mana kamu mempelajarinya.”
“Tante juga tahu melodi ini?”
Asti mengangguk, “Melodi ini Tante yang buat sendiri. Melodi yang selalu Tante mainkan sebagai pengantar tidur anak-anak Tante dulu saat masih kecil.”
“Jadi melodi ini punya Tante ya?”
“Melodi itu sudah Tante dedikasikan untuk Kania, makanya setelah Kania meninggal, melodi itu juga ikut menemaninya di pembaringan. Tante nggak pernah memainkan lagi nada-nada ini setelah empat belas tahun, dan hari ini tante seperti melihat Kania kembali,” lirihnya dengan sendu.
Lara menunduk. Kesedihan yang dirasakan Asti pun ikut ia rasakan. Lara membalikkan badan, kemudian berdiri dan langsung memeluk Asti dengan erat. Ia hanya ingin pelukan ini bisa menenangkan Asti yang merindukan buah hatinya.
“Tante boleh kok anggap Lara seperti Kania. Meskipun Lara tahu tempat Kania nggak akan pernah bisa digantikan oleh siapapun, setidaknya jika Tante rindu, Tante boleh meluk dan main sama Lara.”
“Makasih, Sayang.”
Pelukan itu mereka lepaskan. Wawan yang menyaksikan pemandangan itu dari jauh juga ikut terhanyut ke dalamnya.