Lara mematung, setelah mendengar pernyataan Asti. Tentang sebab Kania diculik. Tentang ia yang sudah berjuang untuk mencari Kania dan masih tidak menemukan. Tentang masa kecil yang pernah samar diingat oleh Lara.
Wawan juga ikut terpukul mendengar kenyataan ini. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan Lara? Meski baru beberapa minggu mereka berkencan. Tapi kenapa semesta begitu jahat menentukan takdir untuknya dan Lara?
Asti memeluk Lara yang mematung. Ia tersiak karena begitu bahagia bisa menemukan kembali putrinya yang lama hilang. Sementara Wawan tidak tahu harus berbuat apa. Dia sudah terlanjur mencintai Lara sebagai seorang wanita, tapi tidak mungkin kisah mereka bisa dilanjutkan. Ke mana ia harus lari dari kenyataan ini?
“Tante bilang, kalau ini hanya mimpi!!” ucapnya gemetar.
“Nggak, Sayang. Ini bukan mimpi, Lara betul anak Bunda.”
“Nggak mungkin, Tan. Lara anak mama Devi dan papa.”
“Kita tanya mereka untuk memastikan. Tante yakin mereka tidak akan menutupi apapun, ya, Sayang?”
Meski ragu dan takut, tapi saran Asti ada betulnya juga. Semua harus diperjelas. Tidak boleh ada kesalah pahaman lagi yang mungkin suatu saat akan membuat mereka lebih kaget.
Lara mengangguk. Asti mengajak Wawan untuk ikut ke rumah Devi, tapi Wawan menolak. Ia perlu merenungkan semua yang sedang terjadi dan semua kemungkinan lain yang akan terjadi. Dia perlu mempersiapkan hati dengan keinginan semesta.
Mobil Xenia dikendarai Asti dengan kecepatan sedang. Tidak sampai satu jam, akhirnya mereka tiba di rumah Devi. Asisten rumah tangga yang membukakan pintu langsung mempersilakan mereka untuk masuk.
Devi dan suaminya menyambut Asti dengan ramah. Mereka sama sekali belum mengetahui niat Asti yang datang ke rumahnya bersama Lara.
Lara tidak banyak bicara, setelah mengucapkan salam dan mempersilakan Asti duduk di sofa ruang tengah, Lara berjalan ke arah kamar untuk mengganti pakaiannya, mencuci muka sembari menenangkan diri. Perjalanan hari ini merupakan perjalanan terpanjang yang menguras energi lebih banyak dari perjalanan lainnya.
Di ruang tengah rumah yang tidak kalah mewah dari rumah Wawan itu, Asti langsung mengutarakan maksud kedatangannya. Ia ceritakan semua kejadian dari awal mengapa Kania yang ternyata adalah Lara menghilang, beserta menunjukkan berkas kelahiran juga foto masa kecil Lara.
“Mbak ketemu Lara dulu apakah persis seperti ini? dengan wajah dan ciri-ciri yang sama dengan foto ini,” tanya Asti sembari menunjukkan foto terakhir mereka saat di taman hiburan sore itu.
Devi mengangguk. Devi memang menyayangi Lara sudah seperti anak kandungnya sendiri. Hati orang tua mana yang tidak takut putri kesayangannya akan diambil oleh orang lain. Namun, Devi tidak boleh egois, ia juga dilarang berbohong, sekalipun kejujuran itu mungkin akan membawa Lara jauh darinya.
Senyum merekah terkembang sempurna dari wajah Asti. Penantian panjangnya membuahkan hasil. Setelah sekian lama ia merindukan Kania, akhirnya putri kesayanganya itu berhasil ia temukan kembali.
“Saya sangat berterimakasih karena Mbak Devi sudah merawat dan membesarkan anak saya dengan sangat baik,” ucapnya memberikan ketulusan penuh.
Devi berkaca-kaca. Ia sangat tidak rela Lara kembali pada Asti. Tapi bagaimanapun juga, Lara berhak untuk bahagia dengan keluarga kandungnya.