Pilihan.

LSAYWONG
Chapter #1

#1. Pengantar Koran.

"Koran!" teriak seorang wanita berusia 25 tahun.

Velda Almorita Wijaya, biasanya di panggil Velda. Di sekitar daerah kota lokal padat dengan beraneka debu di mana-mana. Setiap pagi, Velda mendayung sepedanya untuk mengantar dan memberikan surat kabar ke satu rumah, hingga ke komplek lainnya.

Dia menyukai pekerjaan seperti ini daripada harus bekerja kantoran di usaha bisnis orang tuanya sendiri yaitu Pabrik Beras. Kehidupan keluarganya mampu dan sanggup membiayai kebutuhan sehari-hari untuknya. Namun Velda tidak menginginkan segala tetek bengek milik keluarganya itu. Dia lebih mencari uang sendiri, bekerja seadanya untuk kemandirian adalah utamanya.

"Vel, bisa minta lotong?" seorang pria usianya sekitar tiga puluh tahunan, tapi sudah duda beranak dua, istrinya kawin lari lagi sama pria berduit.

Namanya Andra Purnomo Suryo, 36 tahun, profesi sebagai marketing. Masih cakep bahkan ada beberapa wanita lokal masih tergila-gila hingga terkagum-kagum. Akan tetapi, Andra sampai sekarang belum berpikiran untuk menikah. Kemungkinan dia masih trauma akan masalah kehidupan dalam pernikahan.

"Lotong atau tolong, sih? ngomongnya yang jelas, dong! Nanti benar-benar aku beli lotong di seberang Nenek Anik," semprot Velda.

"Sama sajalah, lotong sama tolong tinggal balikan. Tolong kamu antar koran ini. Dapat pelanggan baru, lumayan dapat makanan mi kangkung belacan," ucapnya serahkan beberapa paket surat kabar, majalah dan lainnya.

"Alamak, dekat banget pun harus di antar! Benar-benar OKB (orang kaya baru) jalan kaki pun malas banget, aku sumpah itu kesemutan terus pantatnya!" merepet Velda.

"Huss ... sembarangan saja kamu, OKB kayak begitu juga rezeki gak ke mana-mana. Sudah cepat berangkat, nanti uang kita melayang gak dapat makan mie kangkung belacan!"

"Usir nih, ceritanya! Aku baru saja sampai, kasih satu menit kek untuk rehat!" protesnya

"Nggak ada waktu lagi, Vel ... nanti habis dari sana, aku kasih kamu waktu istirahatnya 2 jam full! Tapi, potong gaji!" serunya

Velda langsung menciut, dipakai kembali topi berlogo V warna hitam. Rambut panjangnya dimasukan ke dalam balik topi itu. "Dasar pelit!"

Mendayungkan sepedanya dengan kecepatan sedang. Terik matahari memang buat kulit mulus seperti Velda rela dibakar oleh alam. Meskipun begitu, dia tetap cantik. Suara rem dari sepedanya tepat di depan pos satpam, gedung tinggi dengan terpampang pamflet PT. Agro Astari Cendana.

"Selamat siang, Pak!" Velda menyapa si penjaga pos. Bukan gedung, tapi pabrik pakan ternak.

Lihat selengkapnya