Karena Velda gak tau Arka mau makan di mana, maka dia membawa pria itu ke tempat favoritnya. Mana lagi coba. Dekat kantornya, ya, memang dekat kantor. Dari tadi dia bawa mobil cuma putar-putar gak ada tujuan hidup. Jadinya dia menghentikan mobil tepat di depan warung nenek Anik. Dengan spanduk sangat besar bermacam-macam ragam menu di sana. Sangat jelas. Intinya menggiurkan selera. Walau di dalam terlihat seperti apa, yang pasti higenis.
"Oh, sudah sampai?" Arka pun mematikan hapenya, kemudian dia beranjak untuk keluar dari mobil. Akan tetapi dia bukannya melihat-lihat dulu atau bertanya.
"Ini?" Arka bernerka-nerka sambil melirik Velda.
"Ada apa?" Velda malah bertanya dengan nada gak bersahabat.
"Kamu bawa saya ke ...."
"Bapak mau cari makan, kan? Ya sudah, aku sudah bawa Bapak ke sini. Dari tadi aku tanya ke Bapak. Mau makan di mana? Bapak asyik main hape terus. Daripada aku kayak orang bego, bodoh. Bawa Bapak ke sini. Tugas aku itu hanya sopir, bukan kurir gojek sesuai GPS, Paham!"
Arka gak bisa mengucapkan sepatah kata pun, karena apa? Velda sudah mengeluarkan semua keunekan yang dari tadi dia pendamkan. Mau tak mau ya Arka menuruti kemauan wanita itu. Sebenarnya, Arka kurang suka dengan tempat ini, apalagi terlihat kurang diminati oleh matanya.
Ketika Arka hendak untuk turun dari mobil. Dia kesulitan buat melangkah ke mana, karena di bawah ada beberapa sampah yang jorok banget, apalagi lalat berkeliaran di mana-mana.
"Kenapa lagi, Pak? Jijik sama sampah ini?" ejek Velda, seakan sengaja menurunkan harga diri Arka.
Arka tertohok dengan ejekannya, merasa tak terima dihina, ia pun menuruti dan menyusul. Velda masuk warung langganan nenek Anik. Aroma masakan rumah makan ini benar membuat perut semua orang yang duduk manis menanti pesanan tersebut.
Tempat nongkrongan para karyawan penerbit media surat kabar. Velda menghampiri kru kerjanya, Arka memasuki warung itu, bukan karena dia jijik dengan tempatnya tapi asap rokok, keringat orang pekerja bangunan.
"Hei!" sapa Velda menepuk bahu teman kru-nya.
Cowok yang selalu duduk di pinggir pojok sedang menikmati makanan yang sangat berbeda banget. Nando paling aneh tidak bisa menikmati makanan di warung Nenek Anik. Orang kota terbiasa makanan khas barat.
"Loh, sudah kelar kerjaanmu?" Nando menggigit burgernya. Dia gak tau kalau Velda tiba-tiba muncul. Biasanya dia selalu beli makanan kesukaan sahabatnya itu.
"Belum," ucapnya, sambil menarik kursi dan ikut bergabung.
"Terus, kamu datang naik apa?"
"Tuh, sama si bos pakan ternak!" Dengan muncung bibir Velda. Nando pun segera menoleh di mana Velda beritahu. Arka sedang berdiri di depan steling penuh bahan masakan bumbu dan rempah-rempah.
"Busyet! Gila bener kamu bawa dia ke sini? Memang dia mau makan di tempat beginian?" Nando bertanya.
Velda mengedik. "Habisnya dari tadi aku tanya mau makan di mana, dia asyik main sama hape mulu. Ya sudah aku bawa saja ke sini."
Arka datang ke tempat di mana Velda berada. Di sana bukan Velda saja, ada Nando sedang menikmati makanan yang sudah habis satu. Velda mengacuhkan atas kedatangan Arka di sini. Dia malah sibuk mengupas kulit kacang ada di piring. Nando yang sedang membuka mulut buat gigitan burger pun menoleh.
"Boleh ikut bergabung?" Arka bersuara setelah dua orang ini saling mengacuhkan.
"Oh ... boleh, boleh ...." Nando menggeser kursinya dan menarik salah satu kursi dari belakang.
Hening sejenak, gak ada satu kata yang keluar dari bibir mereka bertiga. Velda masih mengupas kulit kacang dan Nando sibuk dengan hapenya. Sedangkan Arka dari tadi duduk sudah kayak cacing kepanasan. Pesanan mereka belum datang, karena semakin ramai penduduk ada di warung itu. Kipas angin terus berputar, tetap saja, terasa sangat panas.
"Ndo, aku pinjam hapemu dulu." Tiba-tiba Velda membuka suara.
"Memang hape kamu kenapa?" Nando balas bertanya.