Hari itu Bandung masih membuatku menggigil dengan tiupan angin sepoinya di pagi hari. Di sebuah perumahan cukup luas daerah Mohamad Toha, aku membuka gawai mengecek jarak dari lokasiku berada ke hotel yang menjadi titik pertemuan menggunakan aplikasi maps, tidak terlalu jauh namun sepertinya aku tetap harus menggunakan mobil demi menjaga kerapian dan rambut ikal klimisku. Kalau ada pilihan mobil berpintu dua mungkin aku memilih itu untuk pergi ke sana, namun sayangnya hanya ada mobil Van hitam yang memiliki sliding door di bagian tengah kiri dan kanan yang kapasitasnya cukup untuk 8 orang. Tak apa, yang penting itu bisa membawaku menemuinya.
Sebelum matahari mulai menyoroti ubun-ubun, aku sudah pergi. Jalanan Soekarno-Hatta tidak terlalu ramai jika awal pekan sehingga perjalanan terasa santai. Gedung hotel sudah mulai terlihat, hatiku biasa saja, karena pertemuan ini sudah beberapa kali kami lakukan.
"Kami?"
Ya. Aku dan dia sudah beberapa kali melakukan ini.
Di lobby aku tidak melihat dia, sepertinya dia sudah masuk ruangan lebih dulu. Pikirku kala itu. Aku hiraukan tatapan orang-orang yang curi pandang padaku saat melewati mereka, khawatir ada yang mengenaliku, pasti akan panjang urusannya.
"Kenapa gak chat aja, tanya dia di mana?"
Tidak seperti itu cara mainnya. Itu terlalu agresif.
"Terus?"
Akhirnya aku menemukan ruangannya setelah menaiki lift ke lantai 3, tak jauh dari pintu keluar lift. Langkah sepatu boots kulit yang ku pakai redam derap langkahnya oleh karpet merah yang menjalar dari ujung ke ujung, semoga dia pun tidak mendengar tanda kedatanganku.
"Tapi dia pasti tahu kan kamu akan datang?"
Tahu dong, dia tahu aku akan datang, tapi tidak tahu aku datang jam berapa.
Ruangan itu cukup luas, seperti ballroom pada umumnya. Dihiasi dekorasi bunga-bunga bertema Romantic Elegant yang membuat ruangan semakin meriah. Sebelah kanan aku melihat banyak stand makanan dan minuman dengan namanya masing-masing, ada siomay, zuppa soup, es krim, dan masih banyak lagi menu yang tidak terbaca olehku.
Mataku teralih pada sudut lurus yang sejajar denganku, banyak orang antri menjalar yang berpusat ke pelaminan, Sayidah, temanku ternyata sudah berdiri bersama suaminya di atas sana menjamu tahniah dari para tamu undangan.
Tumben diam?