Kehidupanku yang melelahkan dimulai di tahun 2013 dimana aku memantapkan hati datang ke Jakarta untuk bekerja, aku diminta mbak Rina (kakak pertamaku) dan suaminya untuk tinggal dengan mereka di Jakarta, tadinya aku ingin mandiri, aku ingin bekerja di Malaysia selama 2 Tahun untuk mengumpulkan biaya kuliah tapi karena keluargaku menentangnya maka aku tak punya pilihan selain tinggal bersama mbak Rina dan mas Wu (Suami mbak Rina) karena aku tidak diperbolehkan untuk tinggal sendiri atau mencari pekerjaan yang aku mau.
Awalnya semuanya berjalan baik-baik saja. Aku mendapatkan pekerjaan di perusahaan konsultan di daerah Jakarta Selatan, hidupku cukup tenang dan normal. Sampai kakakku memutuskan mendaftarkanku di Perguruan Tinggi Swasta di daerah Jakarta Pusat di tahun 2014 mbak Rina merawatku dengan sangat baik. Dia membiayai semua biaya kuliah dan biaya hidupku. Sebagai rasa terima kasihku padanya aku membantu mbka Rina mengerjakan pekerjaan rumah. Aku senang membantunya setidaknya ada yang bisa aku bantu daripada bengong dirumah tanpa melakukan apapun. Namun itu taidak bertahan lama sikapnya mulai berubah, dia tidak lagi seperti mbak Rina yang dulu. Mbak Rina mulai bertindak melampaui batas, dia seolah tidak percaya dengan semua yang aku lakukan, yah itu bermula saat dia tahu bahwa aku masih berhubungan dengan Adit, dia mulai mengatur hidupku dan menjadi begitu sangat menyebalkan.
Semakin hari sikapnya semakin keterlaluan. Bayangkan saja aku harus bagun sebelum adzan subuh berkumandang, sebelum ayam jantan keluar dari kandangnya untuk berkokok hanya untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah mulai dari mencuci baju, mencuci piring, masak nasi, ngepel, semua harus aku kerjakan sebelum aku berangkat kuliah, jika aku lupa melewatkan satu saja dari pekerjaan itu maka dia akan sangat marah dan menyebutku pemalas. Aku adik kandungnya tapi dia memperlakukanku sudah seperti asisten rumah tangganya.
Aku kuliah di Jakarta sementara aku tinggal bersama kakakku di daerah bogor, setiap pagi aku harus berlomba dengan waktu agar tidak ketinggalan kereta dan tidak terlambat sampai kampus. Lelah itulah yang setiap hari aku rasakan dengan segala rutinitas yang aku kerjakan, belum lagi lelahnya perjalanan membuat lelahku bertambah dua kali lipat. aku harus bangun pukul 04.00 WIB agar tidak terlambat, berangkat pukul 05.30 WIB dan pulang tidak boleh lewat dari jam 20.00 WIB, jika aku terlambat pulang maka fikiran mbak Rina akan didomonasi dengan pemikiran dan pendapat negative, mulai dari aku mungkin pacaran atau aku berkeliaran tidak jelas hingga pulang terlambat. Pemikirannya itu membuatku muak. Logikanya bagaimana aku bisa pacaran jika aku dan Adit tidak berada di satu kota!. Hubungan ku samaAdit sebenarnya tidak benar-benar baik, selama 6 tahun kita bersama, kita hanya setahun dekat, sisanya kita nyaris tidak pernah bertemu bahkan untuk komunikasipun sangat terbatas, aku sama Adit pernah tidak saling memberi kabar selama hampir setahun, pertemuan kita bahkan bisa dihitung jari selama kita pacaran.
Dua bulan sebelum hari ulang tahunku pada 2014 aku dan Adit memutuskan untuk berpisah, bukan karena aku tidak lagi menyukainya tapi karena dia sudah banyak berubah, mulai dari dia memintaku memilih antara dia dan keluargaku, berselingkuh hingga puncaknya aku ditinggal hanya karena menolak untuk berhubungan badan dengannya. Kecewa, marah itu yang aku rasakan karena selama aku menjalin hubungan dengan Adit aku mati-matian mempertahankan dia dan meminta restu dari orangtuaku hingga membuat keluargaku murka dan dengan gampangnya dia bilang bosan karena aku tidak mau diajak berhubungan badan hingga dia meninggalkanku begitu saja.
Sejujurnya sangat sulit melupakan Adit setelah kita menjalin hubungan 6 tahun. Tapi aku sadar bahwa apa yang dikatakan keluargaku tentang dia ternyata benar, dia bukanlah laki-laki yang baik untukku, aku baru menyadari itu setelah berpisah dengannya, selama ini aku terlalu buta karena cinta hingga aku tidak melihat sedikitpun keburukan saat masih bersamanya.