“ Aku akan kembali bekerja, “ seru Nawang. “ Hanya aku yang bisa angkat keluarga ini dari keterpurukan. Papa benar. Kamu memang tak bisa diharapkan. Mana ada orang yang pernah di penjara punya masa depan, “ cerocos Nawang saat aku mengajaknya membangun usaha bersama.
Aku hanya diam. Sebab kini sejarah rumah ini sedang kembali berputar. Bahkan berputar lebih kebawah. Lebih dalam. Walau tampak luar kami telah meraih kesuksesan. Mampu merenovasi rumah dan memiliki mobil baru.
Jika dulu Nawang pernah menghidupi kakak dan Papanya dengan menggunakan kartu kredit. Kini kami bahkan menggunakan kartu kredit untuk membayar cicilan pinjaman. Kami menggunakan kartu kredit untuk gesek tunai yang dikenakan biaya tinggi. Ini artinya menutup lubang dengan menggali lubang lebih dalam. Tak cukup hanya disitu, emas perhiasan Nawang pun kami gadaikan. Lalu mobil yang sudah lunas cicilannya dengan gali lubang tutup lubang kini justru kami gadaikan.
Saat aku merasa lubang semakin besar hingga cukup untuk menguburku, tanpa kusangka sebuah tawaran datang kepadaku. Ketua RT terpilih menawari jabatan bendahara RT. Tawaran yang begitu menggiurkan karena artinya aku bisa pinjam uang kas RT tanpa dikenai bunga. Tapi tawaran itu menimbulkan rasa was-was sebab wilayah RT ini adalah salah satu pusat bisnis di Surabaya Barat. Iuran yang dibayar oleh para pengusaha mencapai jutaan setiap bulannya. Sebab disini tak hanya ada supermarket besar tapi juga bank-bank besar, klinik kecantikan dll. Belum pendapatan dari bagi hasil uang parkir dan restribusi PKL. Tak heran konflik perebutan dana kas RT sering kali memanas. Perebutan karena korupsi masih menggurita di negeri ini. Dari level tertingggi hingga level RT.
Panasnya kursi bendahara RT semakin tersengat oleh panasnya pertikaian di keluargaku. Sebab kini Nayla dan Naro sudah mulai tumbuh besar. Mereka tahu siapa sebenarnya yang harus bertanggungjawab atas ekonomi keluarga. Dan Nawang yang dilanda kekecewaan justru semakin menyudutkanku. Membuka kisah kelamku yang pernah dipenjara kepada anak-anakku yang masih kecil. Dan yang terburuk, menjelaskan pada Nayla dan Naro jika aku sebagai bendahara RT meminjam uang RT untuk keperluan keluarga tanpa izin. Ironisnya Nawang tak pernah menceritakan pada anak-anakku bagaimana aku tetap berusaha menghidupi keluarga ini. Bagaimana aku mengantar hewan-hewan peliharaan ke pembeli yang tinggalnya jauh puluhan kilometer naik menaiki sepeda motor secara pelan-pelan. Agar hewan tetap sehat. Agar biaya ongkos kirim masuk kantungku. Nawang juga tak pernah menceritakan pada anak-anak, bagaimana susahnya aku merawat Papa agar rumah ini menjadi milik Nawang. Bagaimana aku melunasi hutang-hutang Nawang. Yang ditegaskan pada anak-anak oleh Nawang justru aku sudah tak bekerja selama 15 tahun dan selama itu Nawang yang menanggung hidup keluarga ini. Padahal pernikahan kami baru berumur 12 tahun. Padahal biaya masuk sekolah Nayla dan Naro sejak TK, aku yang membayarnya. Padahal kini sudah berbulan-bulan Nawang tak bekerja. Karena usaha Nawang mencari kerja memang tak membuahkan hasil. Banyak temannya tertarik untuk mengajaknya kembali bekerja tapi mereka mundur ketika tahu besar gaji Nawang sebelumnya.
Sementara hutang kartu kredit terus menggunung. Tiga kartu kredit bahkan hampir habis limitnya. Jika tak ada uang kas RT yang bisa kepinjam habislah riwayat keluarga ini. Tapi semua itu harus aku bayar mahal.
Saat memarahi Naro yang tak mengerjakan PR, tanpa kusangka Naro berani membantahkah. Sebagaimana Nawang.
“ Mengerjakan PR itu kewajiban Nak, “ seruku
“ Bapak juga tak pernah mengerjakan kewajiban Bapak. Bekerja. “
“ Bapak bekerja menjual kucing dll”.
“ Bohong. Mana uangnya ? “ ucap Naro tanpa rasa sopan hingga aku ingin menamparnya.
“ Uangnya Bapak pakai untuk beli kebutuhan rumah tangga. Agar kamu bisa makan., “ seruku dengan menahan nafas. Menahan emosiku.
“ Bohong. Bapak pembohong. Pantas pernah dipenjara. “
“ Bohong apa ? Yang sopan kamu. “ ucapku dengan penuh emosi. Kali ini aku tak kuasa lagi untuk menapar pipi anakku.
Naro pun menangis. Dia lantas berteriak. “ Bapak pakai uang RT kan. Pakai uang RT. Dasar pembohong. Makanya dipenjara. Tidak kerja. “
Kepalaku pening seketika. Rasanya aku ingin pingsan mendengar anakku mempermalukan ayahnya. Sebab aku yakin suara Naro yang menggema di lantai 2 terdengar jelas tetanggaku. Termasuk ketua RT yang tinggal dibelakang rumahku.
***
Saat situasi reda, aku sampaikan pada Nawang apa yang terjadi tadi. Sebab kala itu Nawang ada diluar rumah. Dengan ringan Nawang menjawab, “ Naro hanya mengatakan yang sebenarnya “.
“ Tapi apa kata tetangga. Aku malu. Seharusnya kamu tak perlu ceritakan hal itu pada anak-anak.”
“ Tak usaha malu. Keluarga ini sudah busuk. Semua orang sudah tahu itu. “
“ Kamu tahu, Tadi siang aku bertemu temanku. Dia kaget setengah mati melihat tagihan kartu kreditku. Tahu perhiasan dan mobil sudah digadaikan. Rumah ini juga sudah dijaminkan bank. Kini kita tak punya apa-apa lagi, “ tambah Nawang.
“ Semua karena kamu memaksakan untuk merenovasi rumah. Padahal kita punya cicilan rumah. Padahal uang pinjaman kita tinggal sedikit. “
“ Semua ini karena kamu tak bekerja, Tidak bekerja 15 tahun. “
“ Kita baru nikah 12 tahun. “ bantahku.
“ Apa itu penting. Yang penting sekarang aku mau tahu bagaimana caranya keluarga ini bisa lepas dari jerat hutang. Bisa memperbaiki rumah. Lihat mana ada rumah di tengahnya ada pasir dan batu bata. Dulu kamu sering memakai alasan merawat Papa untuk menutupi kegagalanku. Bertahun-tahun Papa meninggal. Kamu tetap gagal.“
“ Memang kamu sukses ? Kalau bukan karena aku rumah ini tak jadi milikmu. Kalau aku tak menyelesaikan hutang-hutangmu, kamu tak mungkin dapat pinjaman untuk beli mobil dan renovasi. Pencapaimu hanya bisa mendapatkan hutang yang lebih besar,“ ejekku dengan kesal.
“ Aku pasti selesaikan masalah keuangan keluarga ini. “ ucapku dengan penuh keyakinan.
***
Keyakinan yang mendorongku berkeliling dari satu dealer mobil ke dealer mobil. Aku berencana menukar mobil Avanzaku dengan kijang Innova lama. Mobil impian Nawang. Sebab Nawang pasti gembira bukan kepalang sebab kijang innova yang kuincar lebih bagus dari jaiang innova milik tetangga yang ditaksir Nawang.
Sebagai mantan analis keuangan dengan gampang aku bisa mencari jalan untuk selesaikan masalah ini. Harga Avanza dipasaran menncapai 130 juta lebih. Mobilku aku gandaikan dengan pinjaman hanya 25 juta tapi bunganya tinnggi. 2,25% per bulan. Jika Avanza terjual, aku akan mendapatkan uang kas lebih dari 105 juta. Sebab sebagian pinjaman sudah aku cicil. Untuk uang muka kijang innova bekas yang seharga 140 juta, aku hanya butuh 28 juta. Sisanya untuk melunasi kartu kredit. Mengembalikan uang kas RT. Agar aku bisa mundur dari jabatan bendahara RT, sebab Pak RT dkk terus memintaku untuk memanipulasi laporan keuangan RT. Terlibat dengan mereka justru menambah masalahku.
Namun aku masih punya masalah lain. Menebus perhiasan emas Nawang yang aku gadaikan. Tapi ini bisa aku lakukan bertahap. Dengan demikian aku punya sisa uang untuk membangun usaha Petshopku yang tertunda. Agar bisa membayar cicilan mobil kijang innova. Sedangkan cicilan rumah akan dibayar Nawang sebab akhirnya ia kembali bekerja. Seorang kawan lama, mengajak Nawang kembali bekerja di perbankan.
***
Saat rencana itu kusampaikan kepada Nawang, langsung ia setuju.
“ Tapi itu rencana yang mustahi. Pihak bank atau leasing tak akan mau memberimu pinjaman jika tagihan kartu kredit belum dilunasi. Tak bisa jalan bersamaan. Sebab system bank akan menolak jika hasil BI checking menunjukkan kita punya banyak hutang.“