Pisau-pisau itu di gosok bergantian secara brutal di atas batu asahan yang hampir menipis, suara denyitnya membuat gadis remaja yang kerap mengikat rambutnya menjadi ekor kuda itu— menutup telinga sambil memejamkan mata dengan penuh ketakutan.
Sosok di balik benda-benda tajam yang berkilauan di bawah lampu bercahaya kuning itu menyeringai penuh arogansi, bagaikan ibu yang baru saja melahirkan anaknya ke dunia. Sementara anak semata wayangnya menelan kengerian tersebut seorang diri—berharap ibunya segera datang dan menyelamatkannya dari sosok penjagal di depannya.
“Femi, kamu tuh harus mau belajar buat pisau, ini art.”