Semuanya bermula dari kehidupan sederhana seorang perempuan yang memiliki impian dan ambisi yang besar untuk mewujudkannya.
Tok tok.
Mendengar pintu ruangannya diketuk, perhatian Putri teralihkan.
“Masuk,” ucap Putri.
Seseorang masuk dan membuatnya menghela napas. Entah sudah berapa kali atasannya itu mengganggu pekerjaannya hari ini.
Pagi tadi, Aji mengamuk di ruang meeting karena laporan bulanan dengan angka kerugian yang cukup tinggi. Dia juga memaki semua orang tidak becus bekerja karena jika penjualan terus menurun, perusahaan akan bangkrut. Belum lagi dia menyita jam makan siang Putri hanya untuk menemaninya meredakan emosi yang meledak-ledak itu. Entah hal buruk apa lagi yang akan dia lakukan sekarang.
“Aku udah bilang kan kalau kerugian yang dialami perusahaan bukan salah aku. Aku cuma staf keuangan. Kamu salah sasaran!” omel Putri sebelum dibantai oleh kalimat menyakitkan yang akan keluar dari mulut atasannya.
“No! Kamu seorang eksekutif di bagian keuangan,” sanggah Aji menyebalkan.
“Keluar!”
Aji mengangkat kedua tangannya. “Oke, saya salah. Maaf,” ucap Aji sambil duduk di kursi. Putri kembali mengetik sesuatu di komputernya dan tak mengacuhkan keberadaan Aji.
“Saya masih nggak ngerti kenapa dulu kamu membatalkan pernikahan dengan saya dan malah memilih untuk menikah dengan laki-laki seperti Bagas. Kamu jadi harus tetap kerja keras padahal udah cukup lelah mengurus anak-anak kamu di rumah,” usik Aji.
Pertanyaannya selalu sama meski hampir tujuh tahun berlalu. Laki-laki itu tak pernah membiarkan Putri melupakan masa lalu. Putri tak habis pikir dulu pernah menyukai Aji dengan semua perangai buruknya itu.
“Kalau kamu di sini cuma buat berdebat, kamu memilih waktu yang salah.” Putri menahan emosinya. Aji tertawa. Dia beranjak dari kursi dan mendekati meja Putri. Laki-laki itu mengulurkan tangannya.
“Saya cuma mau pamitan. Saya udah ngajuin surat pengunduran diri,” ucap Aji dengan raut wajah tanpa rasa bersalah sama sekali.
“Kamu udah nggak waras ternyata. Perusahaan yang terancam bangkrut nggak menguntungkan sama sekali. Itu sebabnya kamu mau ninggalin kantor ini dengan cara ngundurin diri?” hardik Putri.
“Memang benar, kok. Kerja kalian nggak becus.”
“Cukup.”
“Udahlah nggak usah pura-pura keberatan atas pengunduran diri saya. Kamu aslinya lega, kan? Akhirnya nggak ada yang gangguin kamu lagi,” ucap Aji dengan tatapan mencemooh.