Putri yang sangat lemas saat keluar dari ruangan HR, membuat Tari merasa kasihan dan berharap bisa melakukan sesuatu untuk membantunya. Putri sudah mengurusnya selama berbulan-bulan setelah Malik meninggal, sedangkan Tari merasa tak bisa melakukan apapun untuk Putri.
Selain karena pekerjaan yang sangat menyita pikirannya, Putri juga kelelahan karena selama pandemi COVID-19 seluruh sarana pendidikan menerapkan sistem belajar dari rumah menggunakan ponsel dan internet. Kebanyakan orang tua merasakan tekanan yang luar biasa karena pembelajaran yang tidak efektif dan perubahan pola keseharian anak-anak yang jadi lebih senang main ponsel dibandingkan belajar. Belum lagi keterbatasan alat belajar karena tidak semua siswa memiliki ponsel dan internet yang memadai terutama di beberapa daerah yang masih tertinggal.
“Anak-anak masih sekolah dari rumah, Put?” Putri mengalihkan perhatiannya dari dokumen yang menumpuk karena seminggu ini dia bekerja dari rumah. Tari juga hampir tidak pernah ke kantor kecuali untuk laporan bulanan dan mengunjungi Putri di ruangannya.
“Masih, minggu lalu guru Dhiya bilang mau coba masuk dengan standar yang diterapkan pemerintah kayak pakai masker, cuci tangan sebelum masuk ruangan, dicek suhu tubuhnya, disemprot desinfektan seragamnya dan pengurangan jumlah siswa di setiap kelas agar bisa membuat jarak. Tapi aku nggak mau Dhiya keluar rumah dan bermain sama teman-temannya tanpa aku,” ucap Putri.
Tari mengerti kekhawatiran Putri. Anak-anak akan tetap bermain seru dengan teman-temannya tanpa memikirkan virus apapun.
“Terus tau ga? Bener aja kan, baru dua hari sekolah eh ada anak yang positif. Akhirnya balik lagi belajar dari rumah," lanjutnya.
“Mending di rumah dulu aja ya," sahut Tari. Putri mengangguk.
Mulai beredar desas desus mengenai pengurangan karyawan di kantor pusat karena penjualan menurun drastis sejak gelombang pertama penyebaran COVID-19. Sekitar tiga puluh toko offline harus ditutup.
Tim pemasaran berhasil menaikkan angka penjualan melalui marketplace, tetapi tetap tidak dapat menutupi kerugian besar yang dialami oleh perusahaan. Saat itu, Tari benar-benar merindukan bakat Aji yang bisa menyelamatkan perusahaan melalui hinaan dan makian.
“Kalau saya masih jadi atasan kalian, Putri akan berada di list pertama karyawan yang saya pecat.” Suara Aji terdengar nyaring di seberang.
Tari menelpon Aji dan mengaktifkan pengeras suara di depan Putri yang wajahnya terlihat semakin kusut. Putri mendengus kesal.
“Itu mah karena kamu nggak suka aja sama Putri," sahut Tari.
“Nggak dong. Saya seorang profesional yang masih mau kerja bertahun-tahun sama perempuan yang batalin pernikahan secara sepihak.”
“Kenapa aku?” sela Putri.
“Karena kamu yang seharusnya merencanakan dengan baik pengelolaan dana dan masa depan perusahaan, tapi gagal dan membuat perusahaan mengalami kerugiaan yang fantastis. Kamu adalah top list. Percaya sama saya.”
Siapa juga yang mau mempercayai ocehan gila Aji saat itu yang mengatakan seorang eksekutif keuangan akan menjadi top list pengurangan karyawan. Tari justru memiliki beberapa nama yang seharusnya masuk dalam daftar. Mungkin saja Kiki yang setiap meeting selalu sibuk dengan ponselnya atau Jefri yang sumpah baru kali itu dia melihat ada orang yang tidak berguna sama sekali. Jefri adalah kerabat jauh direktur utama yang hanya bisa flexing bekerja di perusahaan besar tanpa kontribusi nyata. Bisa juga Ratna yang tak bisa bekerja sama tim. Banyak daftar karyawan yang memang seharusnya dibuang jauh sejak lama dan Putri tidak termasuk salah satunya.