Putri mengangkat keranjang berisi berbagai macam kue dan buah dari bagasi mobilnya. Dia berjalan menuju tikar lipat yang sudah rapi menutupi area rerumputan di Kebun Raya. Maya membantu Putri menata makanan. Tari terlihat sedang bermain dengan Lili dan para lelaki disibukkan oleh pekerjaan mereka masing-masing. Karina ngobrol seru dengan Dhiya tentang teman-teman sekolah mereka. Sedangkan Zain lebih memilih menonton video di ponselnya.
“Harusnya kita terima kasih sama Karina. Kalau bukan karena dia, momen piknik bareng ini bisa jadi cuma wacana sepanjang tahun," ucap Putri. Maya mengangguk setuju.
“Kadang-kadang kewalahan sama bawelnya Karina, Put. Sering banget kena masalah di sekolah gara-gara itu. Urusan ayahnya, deh kalau udah soal panggilan menghadap guru," sahut Maya.
Putri tertawa. Mendengar suara istrinya yang tertawa lepas, Bagas menengok dan mengalihkan perhatian dari laptopnya. Daniel melakukan hal yang sama. Keduanya beranjak mendekat setelah menaruh laptopnya di tas dan merapikan peralatan kerjanya agar tidak ada yang tertinggal di Kebun Raya.
“Jadi siapa yang bilang nge-fans banget sama Om Bagas, nih?” ledek Bagas. Karina terlihat malu-malu. Sungguh tidak cocok dengan karakter sehari-harinya yang galak dan cerewet. Maya dan Daniel saling tatap lalu tergelak melihat Karina.
“Kamu nge-fans sama ayah aku?” tanya Dhiya polos.
“Padahal ayah kerjaannya cuma main laptop terus," celetuk Zain.
“Ayah aku juga main laptop terus, kok," balas Karina.
“Jadi kalian lebih nge-fans sama bapak-bapak yang main laptop terus itu daripada tante kalian yang sering beliin es krim dan coklat ini?” sela Tari sambil berusaha menggelitik Zain dan Dhiya.
Senyum kebahagiaan terlihat berhamburan. Layaknya keluarga yang selalu menyempatkan waktu untuk liburan bersama dan saling berbagi perasaan.
“Andai aku nggak terlilit hutang pinjol, May," bisik Putri pelan di telinga Maya. Sudut matanya meneteskan sesuatu. Maya merangkul bahu Putri.
“It’s oke, kita hadapin sama-sama," balas Maya. Putri mengangguk dan tersenyum.
Terlihat seseorang berlari mendekat. Nafasnya tersengal.
“Hai semuanya! Maaf saya terlambat," ucap Aryan patah-patah.
Saat merencanakan piknik bersama, Putri memaksa Tari untuk mengajak Aryan. Meski perempuan itu menolaknya keras, tetapi Maya bisa melihat wajah Tari berseri-seri. Malik yang masih memenuhi hatinya, membuat Tari tak sadar bahwa keberadaan Aryan pun berarti baginya.
“Om Aryan!!!” Dhiya dan Zain berlari berebut pelukan Aryan. Laki-laki itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
“Hari ini klien saya baru pulang dari jalan-jalan luar negerinya. Saya sengaja pesan oleh-oleh untuk kalian. Satu untuk Dhiya, satu untuk Zain, dan dua untuk Karina," ucap Aryan sambil membagikan coklat berbentuk kotak kepada anak-anak. Karina yang merasa namanya disebut mendekat perlahan dan menerima dua kotak coklat dari tangan Aryan.
“Curang! Kak Karina dapet dua. Aku cuma satu. Adik Lili nggak dikasih," protes Zain.
“Zain, Om Aryan terakhir dimarahin bunda kamu karena kasih adik Lili coklat. Kalau soal Karina, kamu nggak lihat hari ini dia cantik banget?” Mendengar pertanyaan Aryan, Zain langsung melirik ke arah Karina. Tak lama kemudian, dia mengangguk setuju. Akhirnya aksi protesnya terselesaikan begitu saja.
“Jadi masih lebih suka Om Bagas atau saya?” tanya Aryan. Karina tampak sedang berpikir keras.
“Om Bagas," jawab Karina disambut gelak tawa dari semua orang.
Bagas menepuk bahu Aryan dan menyambutnya untuk segera bergabung. Aryan melonggarkan dasinya. Rasa lelahnya perlahan meluap. Maya melihat Aryan melirik ke arah Tari yang terlalu sibuk menutupi pipinya yang bersemu merah.
Ponsel Putri bergetar. Dia langsung menepi dari keramaian untuk mengangkatnya. Tak lama kemudian, gurat wajahnya mengeras. Dia menutup panggilan dan buru-buru menghampiri Maya. Tari menangkap hal yang tidak beres terjadi begitu melihat Putri mendekati Maya dengan tergesa dan mulai membicarakan sesuatu.