PINJAM DULU SERATUS

Euis Shakilaraya
Chapter #17

Pinjam Dulu Seratus

Sejak Putri datang pada Maya untuk meminta solusi atas masalah pinjolnya, hidup Maya seolah berpusat padanya. Padahal, Maya merasa telah menemani banyak korban pinjol selain Putri, tapi baru kali ini perasaannya seperti diaduk-aduk.

Maya memutuskan untuk berhenti menerima klien sampai masalah Putri selesai. Dia menyadari bahwa emosinya sudah cukup terkuras habis dan dia tidak boleh memaksakan diri. Daniel juga mulai khawatir atas keadaannya. Ada magnet kuat dari kisah Putri yang membuat Maya bahkan sanggup menangis semalaman hanya karena ikut merasakan sakit hati yang Putri rasakan.

“Aku juga kaget banget pas tiba-tiba dia datang ke rumahku dengan keadaan berantakan banget," sahut Tari.

“Oya? Awalnya gimana?” tanya Maya.

“Kacau," jawab Tari sambil mengibaskan tangannya. Maya tersenyum sepakat.

“Harusnya sebelum dia narik pinjol, dia bisa telepon atau kirim pesan pinjam dulu seratus ke kita," ucap Maya.

Tari tertawa mendengarnya. Lelucon itu sedang merebak di media sosial. Apapun masalahnya, solusinya adalah pinjam dulu seratus. Maya menjadi si paling media sosial karena selalu update hal-hal yang sedang hits.

“Dia udah chat aku, bilang pinjam dulu seratus. Tapi nggak aku kasih," sahut Tari.

“Oya? Kok nggak kamu kasih?” Maya antusias.

“Seratus juta, May. Aku duit dari mana?” seloroh Tari. Maya langsung terbahak mendengarnya.

“Orang gila emang," balas Maya.

Maya kembali fokus menyetir. Dia yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk mengurus Daniel dan Karina, awalnya tidak memahami maksud dari memiliki impian di atas keluarga. Namun, melihat Putri, rasanya ada yang bergejolak dalam dadanya. Maya kembali mengingat percakapannya dengan Daniel.

“Akhir-akhir ini aku ngerasa hampa.” Kata Maya pada Daniel.

“Kok bisa? Ada yang ganggu pikiran kamu, Sayang?” Daniel mengusap kepalanya.

“Aku ngeliat Tari yang kerja di perusahaan besar. Putri yang mencurahkan tenaganya habis-habisan buat mencapai impiannya. Sedangkan aku dari dulu nggak pernah bener-bener tahu apa yang aku inginkan," ucap Maya dengan lesu.

“Apa salahnya dengan itu?” Tanya Daniel. Maya menatap suaminya kemudian tersenyum. Daniel memeluk Maya.

“Kalau memang nggak ada, ya nggak apa-apa. Apa salahnya hidup di zona nyaman? Anggap aja aku dan Karina adalah impian hidup kamu," hibur Daniel. Maya membalas pelukan Daniel erat.

“Padahal tadi aku telepon Putri mau kabarin kalau Aji neror aku lebih dari DC.” Ucapan Tari membuyarkan lamunan Maya.

“Aji mau ngapain?” tanya Maya.

“Belum ketahuan mau ngapain. Tapi bagi aku yang punya pengalaman bertahun-tahun kerja sama dia, dia nggak akan berhenti sampai keinginannya untuk ngobrol berdua sama Putri terpenuhi," jawab Tari.

“Orang gila," gumam Maya. Tari menengok ke arah Maya.

“Iya, kan? Aku kira cuma aku yang mikir dia gila," sahut Tari tergelak.

“Tenang, kamu nggak sendiri, Tar!”

“Dari awal aku lihat Putri, dia justru kayak versi perempuan sosok Aji. Pemikirannya jernih, tujuannya jelas, dan semuanya harus berjalan sesuai dengan rencananya. Tapi semakin aku kenal Putri, dia ternyata lebih manusiawi dibanding Aji," ucap Tari.

Tari menikmati waktunya menceritakan tentang kedua temannya itu. Tanpa dia sadari, sosok Aji menjadi penting.

Ponselnya berdering. Maya yang sedang fokus menyetir sempat melirik siapa yang menelepon. Tari menghela napas.

See? Sepagian ini, dia udah nelponin aku hampir seratus kali. Aku sampai kerepotan pas mau telepon kantor buat ngabarin aku nggak bisa kerja hari ini.” Tari memperlihatkan nama Aji di layar ponselnya ke arah Maya. Tari mengangkatnya dan mengaktifkan pengeras suara.

Lihat selengkapnya