Beberapa minggu berlalu sejak Aji berusaha untuk mencari tahu masalah yang sedang Putri hadapi. Percakapan terakhirnya dengan Tari juga sangat tidak menyenangkan. Tebakan Aji benar. Tari mengetahui Putri yang terlilit hutang pinjol karena saat Aji bertanya tentang hal itu, Tari langsung memutuskan pembicaraan.
Aji kembali ke butik Putri untuk mencoba menemuinya. Namun, dia terkejut saat mendapati tulisan di pintu butik yang mengatakan bahwa sudah tidak beroperasional lagi. Rasa penasarannya semakin meledak-ledak. Aji langsung menelepon Sinta.
“Sin, kirimkan email undangan ke mitra atas nama Putri Anaya Dahayu.”
“Undangan apa, Mas?” tanya Sinta.
“Harusnya apa?” Aji balik bertanya.
“Hah?”
“Kenapa?”
“Maksud saya, Mas Aji mau kirim undangan apa ke mitra itu?”
“Saya tahu maksud kamu. Saya tanya ke kamu undangan apa yang bisa bikin mitra kita datang ke kantor?”
“Biasanya kalau ada acara-acara tertentu atau penghargaan untuk mitra, baru mereka akan dipanggil secara langsung ke kantor pusat, Mas. Tapi, karena pandemi juga biasanya kegiatan via zoom.”
“Kalau gitu kirim email undangan penghargaan saja.” Aji memberikan instruksi.
Kini dia tak peduli lagi jika ada yang menganggapnya laki-laki picik karena menggunakan cara kotor untuk bertemu dengan seorang mantan tunangan.
“Noted, Mas.”
“Report ya.”
“Siap 86!”
Aji memutuskan pembicaraan dan langsung mengirimkan sebuah pesan kepada Tari.
[ Aji : Saya jalan ke kantor kamu. ]
***
Aji menunggu Tari sambil menyilangkan kakinya duduk santai di lobby. Tari yang sedang makan siang bersama Aryan harus buru-buru kembali ke kantor karena perasaan Tari mengatakan sepertinya Aji akan menggila. Berbeda dengan Aryan yang terlihat lebih santai, Tari berjalan tergesa ke arah Aji.
“Kamu udah gila ya?” omel Tari.
Aji mengangkat tangannya, “sorry! Itu gaya saya.”
“Kamu nggak bisa datengin aku seenaknya gini. Ikut aku!” Tari mengajak Aji keluar dan berjalan menuju kafe di seberang jalan.
“Mungkin lain kali saya harus buat janji kalau mau ketemu sama Bu Lestari di kantor?” gerutu Aji.
“Harus!” sahut Aryan yang mengekor di belakang Tari. Perempuan itu mencoba mengabaikan keduanya yang sedang sibuk berdebat.