Pertengkaran dengan Bagas membuat Putri banyak mengingat hal yang sudah terjadi di hidupnya. Baginya tidak ada kebetulan di dunia ini. Tuhan telah mengatur semua yang memang seharusnya terjadi. Termasuk pertemuannya dengan Bagas dan takdirnya yang saling bertaut.
__ Saat itu Tari sangat berperan untuk menguatkan Putri menjalani kehidupan kantor yang melelahkan. Pekerjaan yang menumpuk, Aji yang menggila, dan perubahan sistem di perusahaan yang banyak menyita tenaga juga pikiran.
Masa-masa promosi jabatan sudah bergulir. Minggu sebelumnya, Aji ditunjuk sebagai direktur pemasaran yang baru. Tari pun ikut melambung naik jabatan seperti atasannya. Meskipun Aji bukan atasan Putri secara langsung, tapi jelas jabatannya kini sudah jauh di atasnya. Dan itu membuatnya semakin tertekan.
“Buru-buru banget, Put.” Putri tak sengaja berpapasan dengan Tari di lift.
“Ah, inget dompet aku sempat hilang kemarin-kemarin? Tadi pagi malah ada yang telepon katanya nemuin dompet aku.”
“Kok dia bisa telepon kamu? Terus kok baru sekarang?” Tari bingung.
“Nanti aku ceritain, ya.” Putri tidak bisa bercerita di lorong terbuka tentang dia yang datang ke butik gaun pengantin untuk membatalkan pesanannya. Bisa jadi informasi remeh itu akan menjadi bahan tambahan gosip panas di kantor.
“Terus sekarang mau ke mana?” tanya Tari.
“Orangnya di lobby. Aku padahal minta dikirim aja ke kantor tapi dia bilang bisa datang anterin," jawab Putri.
“Mau aku temenin?” tawar Tari. Putri menggeleng, menepuk bahu Tari.
“Kamu pasti sibuk. Aku ke lobby dulu, ya.”
Seseorang menelepon mengatakan bahwa dia menemukan dompet Putri yang jatuh di depan butik gaun pengantin. Dia mengaku mendapatkan nomor ponsel Putri dari pegawai butik bernama Mirna. Putri masuk ke lift dan memencet tombol L.
Saat berjalan keluar dari lift. Putri terkejut melihat sosok yang sedang tersenyum sambil melambaikan dompet di tangannya. Dia adalah sang komentator yang berteduh bersamanya di depan butik.
“Aku udah bilang kirim aja dompetnya. Kamu jadi repot harus anterin," ujar Putri meraih dompet dari tangan laki-laki itu.
“Nggak apa-apa. Aku ada kerjaan di sekitar sini. Ya udah, aku pamit ya!”
“Sebentar. Nama kamu?” tanya Putri ragu.
“Bagas Mahendra," jawabnya.
“Oke, Bagas. Makasih banyak, ya!”
“Sama-sama, Putri.”
“Kalau kamu udah buka dompet dan liat KTP aku, kenapa nggak langsung datang ke alamatku aja?” tanya Putri kesal karena Bagas sudah mengetahui namanya sebelum Putri memperkenalkan diri. Bagas tertawa.
“Aku beneran baru sempet. Nggak ada maksud lain. Pas kamu masuk butik dan jatuhin dompet, aku mau ngejar ikut masuk. Tapi keburu ada telepon darurat jadi dompetnya berakhir di tas aku berminggu-minggu. Sorry," jelas Bagas ramah.
Putri memejamkan mata kuat. Mencoba mengingat lagi hal yang dulu membuatnya jatuh hati pada laki-laki itu.
Sejak Bagas mengetahui masalahnya yang terlilit utang pinjaman online, entah perasaannya saja atau memang benar sikap Bagas berubah, yang pasti kini dia hanya merasakan kemarahan di dadanya jika mengobrol dengan Bagas. Semua yang laki-laki itu lakukan terlihat salah.
Kemana perginya perasaan menggebu yang meyakini bahwa Bagas adalah orang yang tepat untuk Putri menghabiskan seluruh hidupnya?
***
Putri berhenti tidur di sofa ruang keluarga dan memilih tidur di kamar Zain karena Dhiya sempat bertanya mengapa bundanya tidur di sofa.