Sudah hampir seminggu Bagas tidak kembali ke rumah dan ponselnya tidak bisa dihubungi. Putri mencoba menelepon salah satu teman kantor Bagas yang juga merupakan teman komunitas vespanya, tetapi dia mengatakan bahwa Bagas mengajukan cuti dan sudah seminggu tak terlihat di kantor. Dhiya yang sempat melihat Bagas menangis sebelum meninggalkan rumah, merasa sangat khawatir dan menanyakan keadaan ayahnya setiap hari.
“Ayah kapan pulang tugas luar kotanya, Bun?” tanya Dhiya.
“Nanti coba bunda telepon ayah, ya," jawab Putri.
“Emang bisa? Aku coba telepon nggak bisa. Kirim chat juga nggak terkirim.”
“Kemungkinan susah sinyal, Kak.”
Dhiya menutup buku PR-nya dan langsung beranjak ke kamar. Putri menghela napas. Dia memberanikan diri untuk menelepon bapak mertuanya meskipun akan menimbulkan banyak pertanyaan kalau sampai bapak tahu Putri mencari keberadaan Bagas.
“Ya, Nak? Tumben telepon Bapak," sapa bapak mertuanya di seberang. Putri menahan nafasnya. Hubungannya dengan bapak mertuanya memang kurang baik sejak perhatian Bagas yang dihabiskan untuk keluarganya. Tapi kini suara bapak terdengar sangat menenangkan.
“Bagas ada di sana, Pak?”
“Nggak ada. Ada masalah?”
“Nggak, Pak.”
“Benar?”
“Iya, Pak. Bapak sehat?”
“Alhamdulillah sehat. Kamu dan anak-anak gimana?”
Putri sedikit berbincang dengan bapak sebelum memutuskan sambungan telepon. Bapak menanyakan tentang anak-anak. Putri juga menyempatkan untuk bertanya tentang adik-adik iparnya. Kini Putri tak tahu lagi kemana harus mencari Bagas. Laki-laki itu bahkan tidak membawa pakaian. Kejujuran Putri pasti menjadi pukulan keras bagi Bagas. Terlebih Putri juga membahas mengenai penawaran Aji padanya. Perempuan itu sangat menyesal dan tak bisa membayangkan betapa terlukanya Bagas.
Putri dikagetkan dengan dering ponselnya sendiri. Kini dia mudah terserang panik hanya karena dering telepon akibat terlalu sering mendapatkan ancaman dari para debt collector. Biasanya Putri mengatur ponselnya ke mode getar. Tapi karena khawatir dia melewatkan panggilan dari Bagas, Putri mengubah pengaturannya. Nama Tari tertera di layar ponselnya. Putri buru-buru menerima panggilan dari Tari.
“Put, kamu harus ke kantor polisi. Aku kirim lokasinya ya!”
Jantung Putri berdebar kencang. Bayangan hal buruk menimpa Bagas memenuhi kepalanya. Rasa sesak mulai mencekik lehernya. Putri kesulitan bernapas.
“Put, nggak apa-apa. Nggak terjadi hal buruk. Aku kirim lokasinya sekarang ya. Kamu naik taksi online aja. Maya udah jalan dari tadi ke rumah kamu buat jemput anak-anak.”
Putri mencoba mengambil nafas perlahan. Dia langsung mengganti pakaiannya dan menunggu Maya dengan gusar.
Tak lama kemudian, suara mobil Maya terdengar. Putri berlari menghampiri sahabatnya.
“Semua baik-baik aja. Anak-anak biar sama aku," ucap Maya. Putri mengangguk, kembali masuk ke rumah dan memeluk anaknya satu per satu. Dia buru-buru memesan taksi online menuju alamat kantor polisi yang dikirimkan oleh Tari.
***