Maya membawakan segelas teh hangat dan memberikannya kepada Putri. Wajahnya pucat seperti akan tumbang.
“Anak-anak biar sama aku dulu aja, Put," ucap Maya. Putri mengangguk. Dia menikmati teh hangat dan menghabiskannya dalam beberapa tegukan.
“Kamu nggak serius, kan soal perceraian?” tanya Maya.
“Aku serius, May. Udah terlambat untuk bisa memperbaiki hubungan aku sama Bagas," jawab Putri.
Maya sangat menghargai keberanian Putri yang telah mengakui semuanya. Meski hal tersebut membuat Bagas hilang akal, tetapi Putri benar-benar melepaskan sedikit bebannya dengan menerima keadaan dan mengakhiri kebohongannya. Maya memeluk sahabatnya itu. Putri tersenyum sambil menepuk-nepuk punggung Maya.
Selain masalah terlilit utang pinjol yang menguras habis emosi Putri, ternyata yang paling menyiksanya adalah membohongi orang yang dia sayangi. Pikirannya tak tenang, hatinya nyeri tanpa alasan, dan stres yang menumpuk membuat penilaiannya menjadi kabur. Putri seharusnya melakukannya sejak dulu bahkan sebelum Aji muncul dengan semua kegilaannya.
“Kamu mau nginep di sini?” tanya Maya.
“Aku pulang aja, barangkali Bagas pulang ke rumah. Daniel sampe kapan di Jepang?”
“Maksimalnya bulan depan kayaknya. Dia belum ngabarin tanggal pastinya.”
“Aku udah telepon guru Dhiya sama Zain. Nggak apa-apa mereka libur dulu sehari dua hari," ucap Putri sebelum meninggalkan rumah Maya. Perempuan itu bergegas karena sopir taksi online nya sudah tiba di depan rumah Maya.
“Karina nggak bakal mau izin sekolah. Nanti aku ajak anak-anak main aja sambil anterin Karina sekolah.” Putri tertawa dan melambaikan tangan beranjak pergi dari rumah Maya.
***
Tari tak bergeming meski Aryan sudah menyuruhnya untuk masuk ke rumah. Dia merasakan kelelahan luar biasa yang sebelumnya tidak pernah dia rasakan. Tari merasa ikatannya dengan Putri semakin kuat. Semua yang terjadi di hidup sahabatnya itu sangat mengganggu kesehariannya.
“Tar, it’s okay. Semuanya sudah baik-baik saja. Tadi Putri juga bilang kondisinya oke.”
Pertahanan Tari runtuh. Dia berjongkok sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Kakinya lemas tak sanggup menopang tubuhnya. Aryan ikut berjongkok.
“Aku rasa air mataku udah habis di tahun pertama Malik ninggalin aku. Bahkan saat hati aku sangat lelah aja aku nggak bisa ngeluarin air mata. Aku bahkan nggak bisa nangis bareng Putri buat menghibur dia," rengek Tari sambil menatap mata Aryan dan membuat laki-laki itu salah tingkah.