PINK!

Mahia Kata
Chapter #3

Chapter 3

Franda mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja dengan perasaan luar biasa jengkel. Sudah 15 menit dia berdiri didekat bangkunya tanpa bisa duduk atau sekedar menyimpan tas nya. Disana sudah ada kerumunan besar cewek-cewek yang mengelilingi Arthur, membawakan kado, makanan atau sekedar berkali-kali menyapa dan tersenyum mencari perhatian.

"Kak Arthur, ini loh aku bawain cake buah, manis deh, buatan aku sendiri, dicoba yaa!" Ucap Indri seraya meletakkan kue buatannya di atas meja. Arthur hanya mengangguk.

"Makasih," ucapnya sopan.

"Kak Arthur, kak Arthur,ini aku bawain kado, ntar dirumah dibuka ya!" Sahut Tiara tak mau kalah, menyerahkan kadonya yang berpita-pita.

"Tapi aku gak ulang tahun." Arthur berkomentar.

"Gak pa-pa kak, gak ulang tahun juga, aku pingin kak Arthur terima, biar inget terus sama aku," ucap Tiara lagi mendorong kadonya ke Arah Arthur. Dengan terpaksa Arthur menerimanya.

"Kak Arthur suka manis kan?, black forest ini manis lo, meskipun gak semanis kak Arthur." Kali ini yang berujar Saras dan langsung diiringi sahutan HUUUUU... dari cewek-cewek lain. Franda hampir saja muntah saking mualnya. Akhirnya penderitaan Franda berhenti seiring terdengarnya bunyi bel tanda masuk kelas. Gadis-gadis yang mengerumuni Arthur, mau tidak mau dengan terpaksa bubar dan meninggalkan kelas itu.

"Haaahhh... akhirnya bisa duduk juga." Franda beranjak ke tempat duduknya, namun kelegaannya hanya berlangsung sebentar begitu dilihatnya diatas meja sudah tergeletak penuh bermacam-macam bungkusan kado warna-warni pemberian fans Arthur. Franda menoleh ke arah Arthur yang malah cuek menggeser kado-kadonya kearah Franda.

"Ehemm...." Franda berdehem. Arthur menengok sebentar lalu membuka tasnya mengeluarkan peralatan tulis. Franda keki.

"Hei, ini kan pemberian fans lo, beresin kek, gue mau nulis ni!" Franda protes. 

"Buat lo aja!" sahut Arthur tanpa menoleh. Franda bengong, tiba-tiba rasa jengkelnya naik ke ubun-ubun.

"Maksud lo buat gue?" Arthur tetap tidak menoleh. Franda semakin jengkel.

"Kalo lo emang gak mau ni kado, kenapa dari awal lo terima?" Franda setengah berteriak. Arthur akhirnya menoleh, tersenyum. 

"Itu namanya sopan santun. Kalo ada orang yang ngasih kita kado, meskipun kita gak mau, kita harus terima, masalah nanti mau diapain urusan belakangan. Dan sekarang gw kasih kado ini buat lo, karena gue kasian ngeliat lo bête dari tadi," ucap Arthur. Bukannya senang, Franda malah semakin naik darah mendengar perkataan Arthur.

"Apa lu kata?... kasian sama gue?" Franda mendengkus.

"Gini ya Thur, Cuma karena kado-kado ini sekarang jadi punya lo, gak berarti lo bisa seenaknya," ucapnya menahan diri. Arthur menatap Franda tanpa ekspresi.

"Ya udah kalo lo gak mau." Arthur berkata enteng, diambilnya semua kado yang ada diatas meja lalu berjalan ke depan kelas.

"Teman-teman, gue lagi dapat rejeki banyak ni, ada yang mau gak?" Arthur beseru didepan kelas yang langsung disambut dengan riuh oleh seisi kelas. Tanpa banyak komentar lagi satu-persatu dari mereka ke depan dan dengan kalapnya mengambil semua kado dan makanan yang dibagikan Arthur, bahkan ada yang rebutan saking rusuhnya. Untung aja Bu Laras masuk kelas gak lama kemudian, sehingga kerumunan anak-anak bisa diatasi dengan cepat. Arthur segera kembali ke tempat duduknya. Franda menyambutnya dengan tatapan jengkel luar biasa.

"Kenapa lo? nyesel karena kadonya udah abis sama anak-anak?" tegur Arthur menahan tawa melihat ekspresi Franda.

"Lo bener-bener gak punya perasaan." Franda menatap Arthur sebentar, lalu menyibukkan diri dengan bukunya. Mereka diam tanpa bicara hingga pelajaran berakhir.

.......

"Gue nggak abis pikir, ada orang kayak begitu sengeselinnya," ucap Franda kepada Renata, ketika mereka berjalan di koridor sekolah saat jam istirahat.

"Kemaren lo bilang dia belok, sekarang lo bilang dia ngeselin, lu yang ribet Nda kalo kata gue mah." Komentar Renata sambil sesekali mencomot kripik ubi ditangannya.

"Gue bukannya ribet, tapi gimana? itu terjadi di depan mata gue, gak bisa gue abaikan dan anggap gak kejadian kan?" Franda ngoceh panjang lebar, Renata cuma nyimak gak mau komentar, sibuk mulutnya memamah biak. "Kalo aja anak-anak pada tau kalo si Arthur itu lekong, beehh.... habis dia." Seru Franda lagi seraya mengepalkan tangannya ke udara.

"Iihh... lo gak boleh gitu ahh! pitnah itu lebih kejam dari pembunuhan," sela Renata.

"Bela aja terus, lo gak tau si, dia aslinya gimana. "

 Tiba-tiba dari arah lapangan sebuah bola melayang dan langsung tepat menghantam kening Franda.

"ADAWWW!" Franda berteriak kaget, mengusap-ngusap keningnya jengkel.

"Lu gak papa nda?" tanya Renata memeriksa kening Franda yang terlihat agak memerah. Franda misuh-misuh.

"Aduuuhhh... siapa sih ni main basket sembarangan?" 

"Sorry.. sorry..sorry.. kening lo kena bola ya?, gak papa kan? pusing?" seseorang mendekati mereka berdua. Franda tiba-tiba terdiam, di depan matanya telah ada sosok pangeran yang selama ini dikaguminya diam-diam. Kak Mika.

"Ada yang luka?.. sini coba gue liat." Mika memeriksa kening Franda dengan seksama. Franda mematung, dia tak berkutik ketika tangan Mika menyentuh keningnya. Cowok itu menatap Franda heran.

"Nda, lu gak papa kan?" tanyanya lagi, agak panik karena cewek di depannya cuma diem kayak orang kena sirep. "Gue antar ke UKS deh ya," pungkasnya.

"Haahh... ehh.. nggak...nggak papa kak! aman kok!" Franda tersadar dan mengusap-ngusap keningnya sendiri sambil senyum kikuk gak jelas. Mika masih memperhatikannya dengan seksama.

"Ya udah kalo gak papa, sekali lagi maaf ya tadi!" Mika tersenyum, memungut bolanya dan kembali ke lapangan. Franda lagi-lagi cuma bisa bengong.

"eh... nda... woii! "Renata mengguncang tubuh sahabatnya cemas kalo-kalo Franda tiba-tiba geger otak karena diem lagi.

"Apaan sih lo? lebay," sergah Franda, matanya masih lekat mengikuti MIka. Renata menghela nafas.

"Biasa aja kali mandanginnya! air liur lu netes tu!" ucapnya terkekeh.

"Sialan lo!" Franda tambah Keki. Tiba-tiba dia teringat sesuatu.

Lihat selengkapnya