Franda terlihat meringis mengusap-usap lututnya yang lecet, sekarang ia sedang duduk di bangku halaman sekolah. Tadi Mika menyuruhnya menunggu sebentar disini, sedang dia sendiri pergi entah kemana. Tak lama kemudian Mika datang lagi, kali ini membawa sesuatu di tangannya, terlihat seperti kotak obat-obatan.
"Eh, sorry, lama ya?" Mika berseru setelah berlari-lari kecil menuju Franda, senyumnya terlihat sumringah, ia lalu duduk berjongkok dan memeriksa lutut Franda yang lecet. Franda cuma bisa diem melongo, mukanya menyiratkan ketidak percayaan, kalau yang ada di depannya ini adalah Mika, mas crush yang tiap hari dia halu-in.
Dengan cekatan, Mika membubuhkan alkohol di kapas kecil dan menempelkannya pelan-pelan ke lutut Franda.
Franda meringis pelan.
"Sakit banget yaa?" tanya Mika masih dengan seksama membersihkan lutut Franda dengan alkohol. Franda mengangguk, masih meringis menahan perihnya. Mika tersenyum lembut.
"Katanya karateka, masa' luka kecil begini aja nangis," goda MIka. Franda tersenyum malu, wajahnya memerah, ngerasa seneng juga tapi ngerasa malu juga... ( cieeee....... ). Selesai membersihkan luka Franda, Mika lalu menempelkan plester.
"Selesai," ujarnya tersenyum, lalu ikut duduk di samping Franda.
"Lain kali jangan lari-larian makanya, hati-hati kalo jalan," nasehat Mika. Franda menyisipkan anak-anak rambutnya dibalik kuping dengan kikuk. Franda bener-bener gak tau mau ngomong apa, dia udah hampir pingsan duduk sedekat itu dengan Mika.
"Kamu lagi ada masalah ya?" Tanya Mika tiba-tiba, Franda menoleh agak kaget.
"Masalah? gak ada kak," balasnya. Mika mengangguk masgul.
"Sorry, bukannya mau kepo, cuma keknya tadi kamu lagi berantem ya? tadi aku liat sekilas kamu ngejar orang didepan kamu," Franda mulai paham apa yang dimaksud Mika dengan "masalah."
"Oh, gak kok, emang ada masalah dikit, tapi ya cuma salah paham aja." Jelas Franda.
"Salah paham? kamu atau dia yang salah paham?" tanya Mika lagi, Franda bingung menjelaskan. Sebenarnya kalau mau jujur Arthur emang bener sih, dia emang mikir kalau Arthur itu freak, aneh, dan dia gak nyaman dengan fikiran dan asumsinya sendiri tentang Arthur. Padahal kalau difikir-fikir lagi, itu baru jadi prasangkanya sendiri.
"Aku tuh punya masalah sama streotip deh kayaknya kak, dari dulu gak ada yang abu-abu dalam hidupku, bagiku A ya A, B ya B, gak ada itu AB atau BC. Streotip orang-orang kalo cowok suka hal-hal feminin artinya dia gak jantan, lemah, sementara cewek cantik itu yang feminin, yang sopan, gitu-gitu," Mika menyimak dengan seksama.
"Tapi kayaknya itu salah ya?" Franda nyengir.
"Wah.. aku gak espek pertanyaanku dijawab seserius itu," Mika berseloroh, Franda makin nyengir.
"Gak salah sih menurutku, itu kan penilaian kamu berdasarkan pengalaman personal, yang salah itu kalau kamu hanya menjudge tanpa tahu cerita dibaliknya," lanjut Mika, kali ini giliran Franda yang menyimak.
"Streotip itu ada karena fenomena yang sama terus berulang dan orang-orang tuh terbiasa menggunakan sampel untuk melabeli fenomena yang mirip. Padahal mah, setiap individu kan punya cerita masing-masing. Contohnya gak semua anak SMA kerjaannya main-main dan gak punya pandangan tentang masa depan, gak semua orang dewasa punya fikiran yang dalam. Banyak malahan yang dewasa tapi malah kek anak SMA." Mika menghela nafas sejenak.
"Tapi yang pasti, penilaian kita ke orang lain gak boleh sampai ngebuat kita bertindak gak adil ke orang itu." Tutupnya.
Franda merenung. Iya juga sih, entah penilaiannya benar atau tidak, itu bukan urusannya juga, dia kan bukan siapa-siapanya Arthur, punya hak apa dia menjudge Arthur atau bersikap gak adil seolah-olah Arthur orang jahat yang harus dijauhi. Tanpa ia sadari Mika tersenyum memperhatikannya diam-diam.
.........
Franda meletakkan sekaleng Cola tepat di depan Arthur yang sedang duduk menulis sesuatu di mejanya. Cowok itu menoleh sekilas, namun tetap melanjutkan kegiatannya tanpa bicara. Franda menarik nafas dan menghembuskannya pelan.
"Sorry!" ucapnya pelan. Arthur berhenti menulis, menengadahkan kepalanya, menatap Franda.