PINK!

Mahia Kata
Chapter #8

Chapter 8

Arthur masih kesal karena dikatain penakut sama Franda. Disepanjang jalan yang ia lewati dia tak hentinya menggerutu. Siapa dia, ngatain Arthur penakut? di Dojou saja lebih tinggian Arthur levelnya, dasar cewek batu! Tiba-tiba dari arah belakangnya terdengar teriakan. Arthur tersentak, jangan - jangan...

Arthur berlari sekuat yang dia bisa menuju arah datangnya teriakan. Firasatnya mendadak buruk. Jantungnya berdetak kencang menyakitkan, tiba-tiba perasaan bersalah yang sudah sangat ia kenali, perasaan yang selama ini dia coba tikam kuat-kuat membludak, layaknya lava yang keluar dari mulut merapi, menggelegak menyembur ke luar, dia takut... sungguh takut, keringat membanjiri wajahnya.

"Jangan lagi! Please! jangan ada lagi." Arthur berdoa sungguh-sungguh di dalam hati. Teriakan minta tolong kedua, makin memacu jantungnya berdetak lebih keras.

"Ayo Arthur! fokus, suaranya tidak jauh! berfikir!" gumam hatinya lagi. Arthur berhenti berlari, memejamkan mata menajamkan intuisinya. Itu suara Franda, tapi dimana?

Terdengar teriakan lagi, kali ini terdengar lemah. Arthur membuka matanya. Berlari kecil menuju celah sempit semak-semak bunga liar, dibaliknya ternyata ada turunan landai yang di ujungnya terdapat jurang. Samar-samar Arthur mendengar erangan dibawahnya.

"Frandaa!! Lu denger gue?" Arthur berteriak memastikan.

"Iya Thur! gue dibawah, tolongin gue!" Franda menyahut dari bibir jurang. Arthur merangkak pelan ke bawah, turunannya memang landai tapi tanah yang ia pijak terasa amat licin. Arthur kepayahan menjangkau bibir jurang.

Setelah sampai di pinggir Arthur melongokkan kepalanya ke bawah, dia bisa melihat Franda yang bergelantungan kepayahan.

"Lu gak pa-pa kan Nda? sini tangan lo, biar gue tarik lo ke atas!" Ucap Arthur kemudian seraya mengulurkan tangannya. Franda kepayahan menjangkau tangan Arthur, di kerahkannya semua kekuatannya demi meraih tangan Arthur yang terjulur, dia sempat melihat ke bawah... sungguh, jurang itu benar-benar menyeramkan dilihat dari atas. Setelah berkutat beberapa lama, Franda akhirnya dapat meraih tangan Arthur.

Arthur menarik nafasnya panjang. Lalu sekuat tenaga menarik Franda ke atas, tapi rupanya kekuatannya tak cukup mampu menarik gadis itu keluar dari jurang. Tanah dari atas mulai runtuh perlahan.

"Lu pegang tangan gue yang satu lagi deh," ucap Arthur kepayahan, kali ini mengulurkan tangannya yang lain. Franda menurut, satu tangannya ia gunakan untuk menjangkau tangan Arthur yang satunya lagi. Arthur lalu menarik tangan Franda sekuat yang ia bisa, namun tiba-tiba tanah landai yang ia pijak perlahan meluruh dan dalam hitungan detik, seluruh tanah landai itu melongsor kebawah jurang.

"AHHHHHHHHHH..." Arthur dan Franda terseret longsor, jatuh ke jurang dengan bunyi berderak mengerikan. Mereka berdua pingsan.

......... 

Renata bolak-balik di depan tendanya cemas, sudah lebih dari dua jam tapi Franda belum juga balik ke perkemahan.

"Si Franda kemana sih?" gumamnya lirih. Rena menarik-narik rambutnya gelisah. Tak lama Ben datang tergopoh-gopoh, tampangnya tak kalah cemas dengan Renata.

"Ren, Lu liat Arthur gak? dia belum balik dari hutan!" berondong Ben cemas. Rena diam, dia masih mondar-mandir cemas. Ben makin gregetan.

"Lu liat Arthur gak?" desak Ben mengguncang tubuh Rena.

"Nggak! gue gak liat!... Franda juga ilang gimana dongg ?" kali ini Renata yang histeris. Ben melepaskan pegangannya, mengusap-usap wajahnya kasar, kentara sekali kecemasa di wajahnya.

"Nggak bisa nih, gue mesti cari mereka, feeling gw gak enak!" Ben bergumam sendiri dan bergegas beranjak dari situ.

"Gue ikut!" Rena berseru, sambil mensejajari langkah Ben, ia hanya mengangguk, mereka berdua lalu berjalan tergesa menuju hutan.

"Mereka gak mungkin nyasar kan?" Renata bertanya cemas, Ben menggeleng pasrah. Dalam hati dia berdoa agar apa yang ia takutkan salah. Gurat kecemasan semakin lama semakin kentara, dari tadi wajahnya tegang menerabas hutan. Rena berjalan cemas di sisi Ben, menajamkan mata dan telinga menoleh ke arah sekitar, berharap ada tanda-tanda dari Arthur maupun Franda.

30 menit sudah Ben dan Rena menelusuri rute observasi, suara mereka juga sudah mulai habis, namun tanda-tanda keberadaan Arthur dan Franda masih juga belum terlihat. Renata mulai menyeret langkahnya karena kelelahan.

"Aduh!" tiba-tiba Rena meringis kesakitan. Lengannya tanpa sengaja tergores semak duri, darah mengucur deras. Ben berbalik menghampiri.

"Lu gak pa-pa?" dengan sigap Ben melepas slayer yang sedari tadi melingkar di lengannya, lalu dengan cekatan membalut lengan Renata yang sontak terdiam, tak tahu harus berekspresi seperti apa, selain mengamati Ben yang terlihat begitu serius membalut lukanya yang berdarah. Ben menghela nafasnya berat. Mengusap keringat yang membanjiri wajahnya.

"Kita balik ke camp aja ya, luka lu mesti diobatin, kayaknya duri itu ngegores cukup dalam, gue takut lo kena infeksi." Ben akhirnya mengambil keputusan.

"Tapi Franda sama Arthur gimana?" Rena bertanya pelan, dia masih cemas dengan sahabatnya. Ben berusaha tersenyum meski kecut.

Lihat selengkapnya