Arthur duduk di ranjangnya dengan dibantu oleh Ayu, pergelangan kakinya masih terasa sakit jika digerakkan. Begitu juga bagian bahu dan lengannya, sehingga ia memilih duduk bersandar. Ayu menggeser kursi ke dekat ranjang Arthur.
"Mau gue potongin buah? lu pasti laper kan belum makan apa-apa?" tawar Ayu begitu ia duduk. Arthur hanya mengangguk pelan.
"Tau dari mana gue masuk rumah sakit?" Tanya Arthur memperhatikan Ayu yang sedang asyik menguliti buah apel, ia mendonggakkan wajahnya, tersenyum.
"Mmm.. tadi gue ke kosan lu, trus kata yang punya lu di rumah sakit gara-gara jatuh waktu camping. Kok bisa sih Tur? setau gue, lu bukan tipe yang bisa ceroboh gitu." kata Ayu. Arthur tersenyum kecil.
"Yah, namanya juga kecelakaan Yu mana ada yang nyangka," seloroh Arthur. Ayu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, seraya memberikan potongan apel ke Arthur.
"Lu apa kabar?" tanya Arthur kemudian. Ayu terdiam sejenak, tersenyum canggung lalu mengangguk cepat-cepat.
"Baik," ucapnya berusaha tersenyum senatural mungkin. Arthur memperhatikan ekspresinya yang janggal, menghela nafas panjang.
"Gue udah ketemu sama Ben, kita sekarang sekolah di tempat yang sama," ucap Arthur. Lagi-lagi Ayu mendongakkan wajahnya.
"Lu ketemu dia?" Arthur mengangguk, Ayu menyandarkan tubuhnya di kursi.
"Udah gue duga sih, dia pasti cari lu." Ucapnya lirih.
"Sebenernya lu sama dia ada masalah apa?" tanya Arthur kemudian. Ayu tak langsung menjawab, sejujurnya dia juga bingung tentang masalah mereka berdua.
"Gue gak tau Thur, gue juga bingung. Yang gue rasa, semuanya udah gak sama lagi kayak yang dulu." Ucap Ayu akhirnya, air mukanya terlihat letih. Arthur memilih diam dan menyimak.
"Pink pergi, habis itu lu pergi, Ben berubah jadi orang lain. Gue ngerasa sendiri," tuturnya lagi. Ada kegetiran di suaranya yang lembut.
"Kalian para cowok memang selalu seperti itu ya? sukanya nyimpen luka sendiri. Masing-masing." Kali ini suara Ayu mengecil dan terdengar sinis.
"Gue juga sedih Thur. Mungkin kalian lupa, Pink itu sahabat dekat gue satu-satunya," ucapnya bergetar, matanya berkaca-kaca menahan tangis.
"Ayu..."
"Aahh... udah aahh, berhenti ngomong yang sedih-sedih, gue sengaja cari lu Thur, karena gue pikir gimanapun juga gue mesti pamit, Gue bakalan pindah ke LA," ucap IU kemudian. Hening lama. Raut wajah Arthur berubah.
"LA?" Lirih Arthur. Ayu mengangguk, memaksa untuk tersenyum. Arthur menghela nafasnya berat, memijit-mijit keningnya.
"Lu gak mau pikir-pikir lagi emang?" komentar Arthur akhirnya, menatap wajah sahabatnya dalam-dalam. Ayu hanya menunduk. Arthur menghela nafas lagi.
"Thur, gue mau ngomong sama Ben, lu temuin gue sama dia ya... pliisss.." pinta Ayu memelas. Arthur jadi teringat sesuatu, seharusnya kan Ben udah balik kesini dari tadi. Apa jangan-jangan dia tau Ayu kesini, makanya gak balik-balik?.
"Mau kan nolongin gue," pinta Ayu lagi, memegang tangan Arthur.
Arthur hanya bisa mengangguk pelan, tersenyum sedikit.
Ayu terlihat lega setelahnya. Setidaknya sebelum dia pergi, dia ingin sekali bertemu Ben untuk yang terakhir kalinya.
......
Pagi hari di Persada Bangsa....
Ben terlihat berjalan santai menyusuri halaman parkir sekolahan menuju kelasnya. Sesekali ia memutar-mutarkan kunci mobil di tangannya dan bersiul kecil, pagi itu hari yang cukup baik untuk mood nya. Namun mood baiknya tak bertahan lama, ketika ia menyadari sosok Ayu yang terlihat menunggu di depan lorong sekolahan, Ben diam terpaku di tempatnya.
Sementara itu, Renata yang juga terlihat berjalan menuju sekolah tepat di belakang Ben. Ekspresinya luar biasa cerah, sesekali menyapa dan tersenyum kepada beberapa teman yang berpapasan. Ketika melihat sosok Ben di depannya, Senyum Renata semakin lebar. Buru-buru ia membetulkan letak rambut dan merapikan baju seragamnya lalu berjalan agak cepat menuju kearah Ben.