Pink Envelope

Sriasih (Asih Rehey)
Chapter #1

Bagian 1

“Nggak! Jangan pergi!” teriak gadis berambut panjang itu sambil menahan lelaki di hadapannya.

“Gue bakal balik. Bersabarlah!” pinta lelaki itu sambil memandang wajah gadis yang sedang menahan tangis itu. Cengkeramannya semakin erat sambil terus memohon. Tetapi, sosok lelaki itu menguap begitu saja. Gadis bernama Nafiza itu tiba-tiba terlempar ke alam nyatanya. Matanya mengerjap-ngerjap memastikan bahwa ia telah kembali ke alam sadarnya. Sambil melempar selimutnya dia duduk sambil termenung. “Dia datang lagi. Tapi, kenapa gue nggak pernah ingat wajahnya?” guman sang gadis sambil mengacak rambutnya. Selimut di hadapannya dilipat dengan rapi. Baju coklat dan rok berwarna coklat tua sudah menggantung di lemari. Kamar berwarna hijau muda itu tampak rapi, deretan buku menghiasi bangku belajar dan boneka berjejer di ranjang yang berbalut bed cover berwarna hijau dengan motif keropi. Tas berwarna tosca sudah siap di samping ranjang. Gadis itu bergegas membersihkan jasmaninya. Suara semburan air menyatu dengan suara adzan yang lamat-lamat mulai berakhir di surau.

Di dapur, tampak sang ibu sedang memasak ditemani suaminya yang sedang menikmati secangkir kopi. Keduanya baru saja pulang dari masjid. Pria matang berkaca mata tebal itu sedang membelai buku tebal di tangannya. Sedangkan wanita berjilbab abu-abu itu sedang menuangkan nasi ke dalam panci yang sudah memaparkan keharuman yang menggugah air liur.

Di depan kamar gadis itu merupakan kamar adik laki-lakinya. Dia seorang anak yang selalu berulah pada kakaknya. Setiap pagi selalu saja ada hal yang membuat gaduh rumah itu, tak terkecuali hari ini.

“Dew! Di mana hasduk gue?” teriak gadis bernama Nafiza itu. Sambil memakai bando di rambutnya, ia menuju kamar sang adik. Barang manis penghias rambut gadis itu adalah buah tangan sang ibu.

“Gue nggak tahu!” jawab anak berambut ikal itu sambil keluar dari kamarnya. Kedua bersaudara itu memang sangat bertolak belakang. Dengan selisih umur dua tahun membuat keduanya sangat mirip.  

“Loh, kemaren kan lo minta izin sama gue! Dasar remaja pikun! Hari ini Kakak ada ekstra. Ayolah, di mana?!” gertak gadis itu sambil masuk ke kamar adiknya.

“Gue bilang nggak ada! Ngeyel banget sih lo!” balas Dew sambil meninggalkan kakaknya yang sibuk mencari hasduk di kamar Dew. Gadis itu masih memunguti barang di setiap sisi kamar adiknya sambil menggerutu. Sang adik menuju meja makan menghampiri ayahnya yang sedang bermanja dengan buku tebalnya.

Dari ruang sebelah, sang kakak keluar dengan wajah suram. Ayahnya menyeringai melihat anak gadisnya.

“Hmm, ini ada apa lagi ini si Kakak?” tanya sang ayahnya sambil memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

“Dew tuh, Yah. Nggak punya rasa tanggung jawab,” jawab Fiza sambil menarik kursi dan menjatuhkan tubuhnya.

“Gue nggak pinjam! Dasar nenek-nenek galak!” sanggah sang adik.

“Dua hari yang lalu lo bilang sama gue mau pinjam hasduk. Terpaksa deh harus beli hasduk baru gara-gara lo!” gertak Fiza sambil memandang sinis sang adik.

“Sudah! Tiap pagi kok selalu ribut inilah, itulah! Pusing Bunda dengarnya!” bentak sang ibu berusaha melerai. Tetapi, Fiza tetap teracuni rasa jengkel. Apalagi melihat adiknya tanpa dosa menikmati susu hangat yang dihidangkan ibunya. Ayahnya berusaha membujuk Fiza untuk memadamkan api amarahnya. Kelezatan nasi goreng ala ibunda Fiza berhasil membuat kondisi hati Fiza membaik. Bahkan sang gadis yang baru saja naik pitam itu sempat nambah beberapa sendok nasi.

Sedangkan si bungsu tetap diam-diam mengejek Fiza yang pusing mencari hasduk miliknya. Setelah selesai sarapan, ketiga penghuni rumah itu bersiap untuk melanjutkan aktivitas mereka. Dengan mengendarai sepeda motor, adik kakak itu pun menuju tempat belajarnya masing-masing.

Lihat selengkapnya