Pink Envelope

Sriasih (Asih Rehey)
Chapter #2

Bagian 2


Fiza segera mempersiapkan buku-buku pelajaran yang akan digunakannya pada jam pertama. Kania pun masih sibuk mempersiapkan tempat bolpoin dan juga buku- bukunya. Hanya satu dua anak yang terlihat santai di kelas tersebut. Mayoritas kelas itu adalah anak yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata. Termasuk di dalamnya adalah Fiza dan Kania. Kedua gadis itu tampak bersinar. Tapi, sosok lelaki di dalam mimpi tadi malam tiba-tiba menghantui pikiran Fiza. Rasa penasaran masih tersisip di sudut pikirannya.

“Kenapa setiap dia datang, gue ngerasa kehilangan?” batinnya. Panggilan dari guru tak mampu menyadarkan Fiza. Hanya sentuhan sikut Kania yang membuat kesadaran Fiza kembali. Guru tersebut menunjukkan gigi taringnya ketika Fiza tak menggubris panggilannya, sehingga ia harus menerima konsekuensi harus duduk di samping meja guru tersebut. Sementara sorak-sorai teman sekelasnya membuat wajah sang gadis memerah.

Rutinitas sekolah berjalan seperti biasanya. Seluruh murid baru harus mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang diwajibkan yaitu pramuka. Hal tersebut menjadi pengalaman perdana kedua gadis beranjak remaja itu. Sebenarnya kedua gadis manis itu memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Hanya saja Kania lebih gampang bergaul daripada Fiza.

Raungan bel tanda akhir pelajaran sudah berbunyi, semua anak berhamburan keluar kelas seperti laron yang keluar di musim hujan. Ada yang tertawa lepas bercanda satu sama lain. Ada pula yang menyendiri seperti halnya Fiza. Dia lebih memilih menunggu kegiatan ekstra dengan membelai mesra buku yang tadi pagi dipinjamnya. Matanya masih mengagumi belahan bumi lain yang terpampang di buku itu. Gadis pemilik bintang Cancer itu duduk di anak tangga penghubung kelas. Sosok anak lelaki bertubuh tinggi tiba-tiba menabrak Fiza dari belakang.

Bruk! sesosok pemuda jatuh ke samping Fiza. Sementara Fiza meringis karena punggungnya sakit.

“Aduh! Lo nggak lihat apa ada orang duduk!” gerutu Fiza. Sosok anak laki-laki berpakaian pramuka lengkap itu juga memegang pantatnya yang terkena siku anak tangga.

“Lo sih duduk di situ! Gue nggak tahu ada orang!” Dia segera berdiri tanpa meminta maaf dan kabur menuju ruangan di dekat lapangan.

“Eh emang gue hantu apa sampai lo nggak bisa lihat!” Fiza memungut bukunya yang jatuh ke sampingnya. Sementara si cowok sudah pergi begitu saja.

“Hih! Nggak sopan banget. Sudah nabrak, langsung pergi saja! Sialan lo! Hih!” gerutu Fiza sambil membuka lembar demi lembar buku yang dibacanya.

Fiza melihat jam tangan berwarna ungu yang menghiasi pergelangan tangannya. Jarum pendek menunjukkan pada angka dua dan jarum panjang menunjuk pada angka dua belas. Itu berarti kegiatan ekstra pramuka akan di mulai lima belas menit lagi. Fiza baru teringat kalau dia tidak membawa hasduk.

“Ya Allah, hasduk gue!” pekik penyuka bunga baby breath itu sambil menutup bukunya dan berlari menuju koperasi sekolah. Dia semakin  mempercepat langkah kakinya. Jika tidak memakai atribut lengkap pasti hari ini Fiza bernasib sial. Beruntung koperasi sekolah belum tutup. Dia segera menuju petugas yang sedang menata barang.

“Bu, ada hasduk? Saya beli satu,” kata Fiza terengah-engah.

“Aduh maaf, Nak, tadi tinggal satu sudah laku.”

“Ha! Ya sudah, terima kasih, Bu. Permisi,” kata Fiza meninggalkan koperasi dengan kecewa. Fiza bingung harus membeli hasduk di mana. Dia mencoba di toko seberang jalan yang menjual alat-alat tulis tetapi malang, barang yang dibutuhkannya tak ada di toko tersebut. Fiza semakin geram, waktunya mepet. Dia teringat di ujung sana ada toko swalayan yang lumayan lengkap. Kakinya mengayun cepat menuju tempat itu. Peluh keringatnya tak ia hiraukan. GUBRAK! tubuh Fiza tumbang, kakinya menabrak sebongkah batu di trotoar jalan yang belum layak di sebut trotoar.

“Apes banget sih hari ini!” gerutu Fiza sambil bangkit. Kakinya tampak lecet-lecet. Gadis itu meneruskan langkahnya menuju swalayan yang sudah berjarak lima meter dengan langkah perlahan menahan rasa perih. Mata Fiza memandang ke depan. Lalu lalang kendaraan di jalan tak membuatnya gentar untuk menyeberang jalan. Gadis itu mengambil ikat rambut dan menata rambutnya secara asal, kemudian melenggang ke dalam swalayan dan langsung bertanya pada kasir cantik dengan make up minimalis serta jilbab berwarna merah senada dengan warna bibirnya. Kasir itu segera mengarahkan Fiza ke tempat perlengkapan alat tulis. Akhirnya, benda berwarna merah putih berbentuk segitiga itu sudah terlihat di depan mata Fiza. Senyum lega terpancar dari wajahnya. Dia bergegas mengambil dan segera membayarnya di kasir. Gadis penjaga kasir mengucapkan terima kasih kepadanya dan Fiza keluar dengan senyum lega.

Dilihatnya jam tangan warna ungu di tangannya. Ternyata tinggal lima menit lagi kegiatan pramuka akan dimulai. Gadis berekor kuda itu segera ambil langkah seribu menuju sekolah. Sesampai di sekolah, dia masih menekuk badannya membentuk posisi rukuk sambil menghirup oksigen dengan perlahan. Sahabatnya tampak kaget dengan tingkah gadis yang kelelahan itu.

Lihat selengkapnya