“Lo main ancam-ancam saja sih, Kak. Gue malu sama Bunda!” keluh Dew saat naik ke lantai atas dengan Fiza.
“Lagian lo cari gara-gara terus sama gue!” gerutu Fiza sambil meraih gagang pintu kamarnya.
“Awas ya! Jangan bilang ke Bunda kalau gue suka Kak Kania!” seru Dew sambil masuk ke dalam kamarnya.
Fiza hanya terkikik melihat tingkah adiknya yang menggemaskan. Untuk pertama kalinya Dew memberitahu Fiza bahwa dia suka pada Kania. Kakak beradik itu bisa menyembunyikan perasaan masa mudanya, karena mereka sadar kedua orangtuanya tidak mengizinkan untuk pacaran.
“Saya nggak mau maju, Pak!” ucap Fiza dengan lantang.
Guru kesiswaan itu menoleh kepada Fiza. Dengan serius dia menanggapi pernyataan Fiza.
“Apa alasannya?” tanya guru berkaca mata itu sambil fokus pada gadis di depannya.
“Sudah jelas saya akan kalah dalam pemilihan ini. Mohon maaf, tapi saya pikir dewan guru seakan-akan mencarikan saya musuh dengan mengajukan saya sebagai calon ketua. Pasti Bapak sudah tahu karakter Kak Melinda seperti apa, kan?” jelas Fiza dengan sangat serius.
Guru bernama Darto itu mengangguk kepala sambil meletakkan kaca matanya di kepala.
“Kamu nggak usah khawatir. Kami akan melindungi kamu.” Pak Darto kembali mengambil buku-buku administrasi di sudut mejanya.
“Apa jaminannya?” desak Fiza. Pak Darto tersenyum.
“Kami yakin kamu akan menang dalam pemilihan ini. Kami memang menjadikan kamu alat untuk melengserkan Melinda. Kami melakukan hal itu karena kami sadar kamu lebih memiliki potensi di banding Melinda. Jadi, kamu nggak usah khawatir. Siapkan saja visi dan misimu untuk diorasikan di depan teman-temanmu!” balas Pak Darto sambil menepuk pundak Fiza. Fiza menghela nafas panjang. Tak ada yang bisa dia lakukan selain menerima kenyataan.
Pagi menyapa dunia, membuat seluruh alam raya kembali ceria menyambut datangnya mentari. Udara pagi masih terasa dingin, angin semilir menyapa tiap insan yang telah kembali ke dunia nyata. Bangun dari segala mimpi yang menyapa tiap manusia. Bagi Fiza hari ini adalah hari terberatnya, gadis pecinta kucing itu harus berdiri di atas podium untuk menyampaikan pidato visi dan misi jika dia terpilih sebagai ketua OSIS. Hari ini pula pemilihan ketua OSIS dilaksanakan. Hanya ada dua orang calon yaitu Fiza dan Melinda.
Semua anak berhamburan menuju lapangan, langkah Fiza terasa berat. Kania merangkulnya dari samping.
“Sudah siap? Gue bakal jadi orang pertama yang memilih lo, Za,” kata Kania tersenyum. Fiza hanya tersenyum kecut. Seperti orang tak memiliki semangat.