Kania tampak tegang ketika memasuki gerbong kereta. Sisi lainnya tampak menyesali keputusannya untuk ikut bersama dua gadis itu. Fiza pun menggandeng tangan sahabatnya. Dia tahu sahabatnya gugup karena akan bertemu Fuad esok hari.
Melinda pun memanggil Kania dan Fiza untuk duduk di kursi sesuai tiket mereka. Gerbong kereta perlahan melaju menyibak pemandangan yang sangat menyenangkan. Sesampainya stasiun Balapan ketiga gadis itu pun turun. Kania pun terpaku ketika melihat Fuad berada di depannya. Dengan penampilan yang rapi, rambutnya yang panjang terlihat lebih rapi sekarang. Apalagi dengan kaca mata menghiasi wajahnya, Fuad terlihat lebih dewasa.
“Abang!” panggil Melinda kepada Fuad. Fuad pun memeluk adik satu-satunya. Terlihat air mata Melinda tumpah ruah memeluk kakak yang telah lama tak dijumpainya.
“Abang, maafin Melinda. Semua karena sikap kekanakan Melinda,” ucap Melinda sambil menangis.
“Tak ada yang perlu dimaafkan. Semua sudah Abang lupakan. Sekarang Abang bisa bercanda lagi dengan lo pun sudah membuat Abang bahagia,” kata Fuad membelai rambut Melinda.
Kania dan Fiza terharu melihat pemandangan di depannya. Fiza menggeret tangan Kania yang sedari tadi terpaku memandang Fuad. Setelah itu Fuad menyapa Kania dan juga Fiza. Mereka pun menuju tempat parkir di mana mobil Fuad sudah terparkir.
Semenjak dari stasiun muka Kania berubah sekali. Dia tampak lebih diam di bandingkan pada saat di dalam kereta. Hatinya penuh tanda tanya yang besar kepada Fuad. Mobil melesat perlahan menyibak ramainya kota Solo. Sesampainya pondok, Kania dan Melinda disuruh Fuad untuk memakai jilbab. Kania pun segera membongkar kopernya dan mengambil satu jilbab berwarna hijau. Melinda tampak sedang bercakap-cakap dengan kakaknya dan juga salah satu kerabatnya pemilik pondok tersebut. Fiza pun masih sibuk mengambil foto-foto gedung di pondok tersebut. Seperti biasa dia akan menceritakan semua kisah perjalanannya di dalam blog pribadinya.
Kania berjalan perlahan dan duduk di samping Melinda. Setelah pemilik pondok itu pergi, Melinda segera berpamitan menyusul Fiza yang sibuk berkeliling pondok tersebut.
“Ka, apa kabar?” tanya Fuad agak canggung.
“E…, Baik, Bang. Seperti yang Abang lihat sekarang.”