Secara terpisah, Fiza dan Diyas menghadiri resepsi seorang senior yang sangat mencintai pramuka. Ternyata dia adalah seorang penghuni panti juga. Dia juga mengundang Fiza sebagai perwakilan juniornya di SMA 39.
Mereka berdua sudah sampai di gedung perhelatan resepsi unik itu diadakan. Semua tamu menggunakan pakaian pramuka untuk menghormati permintaan sang mempelai. Karena kecintaannya pada pramuka, pasangan pengantin itu ingin acara paling istimewa bagi mereka pun berkonsep pramuka. Diyas tersenyum hangat kepada Fiza yang berjalan di kejauhan. Diyas segera mencarikan tempat duduk untuk Fiza. Di samping Fiza pun ada sahabat Diyas yang berasal dari sekolah berbeda tengah duduk. Diyas dengan gagah berbaris dengan menggunakan tongkat di depan pengantin yang berpakaian pramuka lengkap, tetapi pengantin wanita menggunakan jilbab coklat yang dihias dengan bunga melati. Keduanya tampak berbahagia apalagi semua tamu yang hadir juga berpakaian pramuka juga. Setelah acara selesai, Diyas mengajak Fiza mampir membeli es kelapa muda di sebuah taman.
“Keren yah, gue baru pertama kali lihat acara seperti itu. Untung tadi sempat merekam,” kata Fiza sambil mengotak-atik es kelapa muda ditangannya.
“Lo pengen suatu saat kayak gitu?” tanya Diyas.
Fiza mengangguk mengiyakan pertanyaan Diyas.
“Ok,” kata Diyas yang sontak membuat Fiza tercengang.
“Kenapa? Kok malah bengong? Lo nggak percaya sama gue?” tanya Diyas. Fiza hanya salah tingkah mendengar apa yang dibicarakan oleh Diyas.
“Someday, gue akan melamar lo. Gue akan menjadi lelaki yang selalu mencintai lo walaupun dengan cara yang sederhana. Kita harus bersama sebagai teman hidup yang saling melengkapi, best partner.” Kata-kata Diyas itu membuat Fiza tercengang tak percaya bahwa Diyas menyatakan keseriusan perasaannya. Wajah Fiza memerah, jantungnya berdetak lebih cepat dan membuatnya tak nyaman. Keduanya salah tingkah dan hanya tersenyum ketika pandangan keduanya bertemu.
Kisah cinta yang amat sederhana, tak dibungkus dengan nafsu belaka tetapi mereka berdua sama-sama sepakat bahwa cinta itu suci. Mereka akan menjaga perasaan itu sampai saatnya tiba. Saat cinta berlabuh pada dermaga suci yang mengikat mereka dalam jalinan suci pula yaitu sebuah pernikahan.
Setelah pulang, Diyas dikejutkan dengan kedatangan seorang lelaki di panti. Sesosok yang asing di mata Diyas.
“Nah, itu anaknya pulang, Pak,” kata Bu Qomariyah senang.
“Diyas, ini adalah paman kamu dari Jogja. Dia adik kandung ibu kamu, Sayang,” kata Bu Qomariyah.
“Paman?” tanya Diyas penasaran.
“Diyas,” lelaki itu memeluk Diyas dengan erat, “Ya Allah, akhirnya pamanmu ini bisa menemukan kamu kembali. Sudah lama sekali, paman mencarimu, Nak.”
Bu Qomariyah pun menangis bahagia melihat Diyas bisa bertemu keluarganya. Diyas pun menangis di dalam pelukan pamannya. Dia tak menyangka kalau dia masih punya keluarga. Sejak kecil dia dititipkan kepada pihak panti oleh tetangga. Barulah dua belas tahun kemudian dia bisa bertemu dengan keluarganya.
Sore itu diantara rasa bahagia dan juga sedih menghinggapi hati Diyas. Hari itu pula, dia harus terbang ke Jogjakarta bersama pamannya. Surat kepindahan ternyata sudah diurus oleh Bu Qomariyah seminggu sebelum pamannya datang menjemput.
Sambil berpamitan kepada adik-adiknya di panti. Diyas memprotes Bu Qomariyah yang tidak memberitahunya sebelumnya.
“Bu, Ibu kenapa tidak bilang ke Diyas sebelumnya, Bu. Diyas belum sempat berpamitan kepada teman-teman Diyas.”