Dan ramalan Chacha tiba-tiba jadi kenyataan, karena tiba-tiba pada hari Sabtu, sewaktu aku dan Arian sedang di sekolah untuk kegiatan ekskul, Merra muncul di sekolah. Arian dan anak-anak OSIS yang lain sedang duduk-duduk di pinggir lapangan basket sambil main gitar dan nyanyi-nyanyi. Aku sesungguhnya enggak tahu apa, sih, keperluan mereka kumpul hari ini. Soalnya mereka kayaknya cuma biar alasan saja biar bisa ke sekolah. Dan seperti biasa ekskul teater sedang melakukan pertemuan untuk bikin kabaret baru, dan juga kami mau makan-makan di kantin ditraktir Kang Panji, karena kelompok teater kami menang juara 2 waktu lomba di STSI kemarin.
Merra datang ketika kami baru mulai mengerumuni kantin ketiga, kantin Bu Abdulah. Dia datang tiba-tiba sambil berteriak riang menyapa kami semua, dan langsung disambut ramah. Teman-teman satu ekskul sangat senang karena Merra masih sudi bergaul dengan kami rakyat jelata sementara dia sudah jadi aktris. Kami jadi pesta kecil-kecilan karena Merra mentraktir kami semua minuman segar si Gigs (dia dipanggil Gigs karena setiap hari dia pakai baju bola dengan nama Ryan Giggs pemain Manchester United).
“Kamu seneng banget ya bikin-bikin kejutan gini sekarang?” tanyaku sambil duduk di depan lab komputer sementara anak-anak yang lain tersebar membuat kelompok-kelompok kecil.
“Seru soalnya! Maaf ya, aku gak bilang-bilang kalau kemarin sebenernya aku udah di Bandung, soalnya capek banget,” sahut Merra sambil ketawa-ketawa manis. Dia enggak makan apa-apa dan minum apa-apa selain air mineral yang dia bawa-bawa di botol minumnya yang super gede.
“Pantesan ngotot banget nanyain besok aku ada kumpul teater apa enggak,” aku ketawa pelan sambil mengaduk-aduk sop buah alpukat di tanganku.
Susahnya jadi orang punya dosa, sekarang hatiku ketar-ketir. Aku takut ada yang bahas soal aku dan Arian. Sejak kedatangan Merra aku langsung kehilangan selera makan, yang tadinya aku mau beli mi kucek goreng andalan Bu Abdulah malah jadinya cuma makan sop buah alpukat si Gigs. Untungnya, Merra selalu menempel padaku. Dia gak pernah membiarkan aku jauh-jauh dari dia. Kalau pun mengobrol dengan yang lain, aku harus ada di sebelahnya.
“Aku kangen sekolah di sini, Za. Kangen temen-temen. Chacha sama Magi gimana? Sehat, kan? Mereka jarang banget SMSan sama aku,” tanya Merra.
“Ya, mereka mah selalu bugar,” jawabku sambil ketawa disambut tawa Merra. “Gimana Endo? Kok boleh, sih, kamu keliaran ke Bandung hari Sabtu gini? Emang gak kencan?”
“Aku ketemu dia tiap hari di kantor, kok. Di sekolah juga. Sekarang dia lagi sibuk jadi model iklan, jadi dia izin sekolah dua minggu.” Merra nyengir menatapku. “Aku juga lagi jadi model iklan, makanya libur juga dua minggu. Shootingnya mulai Senin di Lembang.”
“Waaah! Pantesan kamu ke Bandung! Dasar.” Aku mendorong pelan lengan Merra dan dia cengengesan senang juga.
Ketika itu pas sekali segerombolan anak-anak OSIS yang tadinya lupa daratan, menganggap diri mereka Linkin Park dan nyanyi-nyanyi gak jelas di pinggir lapangan, mulai bergabung di kantin. Aku dan Merra menoleh dan mereka berjalan langsung menuju kantin tanpa lirik-lirik kiri-kanan. Aku berusaha melakukan telepati dengan Arian dengan cara menatapnya dengan tatapan yang kupikir kalau di film-film pasti keluar sinar laser dari kedua mataku. Tapi sialnya Arian malah lagi asyik bercanda dengan anak-anak teater juga.
Merra tiba-tiba menoleh padaku dan aku menghentikan usaha telepatiku dan tersenyum tanpa dosa pada Merra. Dia membalas senyumku dengan senyum pahit sambil menunduk dan memainkan kakinya di atas lantai semen.
“Dia ada juga, toh?” tanyanya pelan. “Kamu keberatan gak, kalau kita jalan-jalan aja. Jangan di sini. Kumpulnya udahan belum?”
“Belum, sih, tapi udah boleh pulang kayaknya. Pertemuan intinya mah biasalah langsung dibahas duluan tadi, biar bisa main bebas setelahnya.” Aku tesenyum dan meneguk sisa susu di gelasku. “Kamu langsung keluar aja, ya. Nanti aku nyusul.”
Aku berdiri dari dudukku dan Merra tersenyum lemah, seakan berterimakasih. Padahal aku juga menyuruhnya segera pergi karena aku takut ada seseorang yang akan mulai membahas aku dan Arian. Merra pun segera bangkit dan dia berjalan memutar jauh melewati perpustakaan dan aula untuk menuju ke gerbang depan, ia menghindari Arian.