Pion

Adiba
Chapter #3

Lasker

Berita dari mulut ke mulut itu lumayan cepat. Tidak perlu kertas, radio, maupun televisi. Oh ralat, aku ada kesalahan. Selalu ada siaran kabar duka dari masjid yang akan menjangkau wilayah luas karena toa. Sepertinya itu terjadi saat aku fokus bermain catur. Soalnya Pak Junar juga baru datang sekarang di belakang nenekku. Ya, benar. Aku tidak perlu kembali ke pasar.

"Aw!" Sesuatu mengenai punggungku.

Ternyata itu adalah kelereng. Jika aku adalah sasarannya maka si pelaku sangat handal mengenai target atau dia sangat suka sepak bola.

Oh. Itu hanya anak kecil yang menendang. Dia laki-laki dan sedang berlari sambil menangis. Semakin jauh meninggalkan orang orang yang tengah memandikan jenazah.

Kurasa tidak perlu memberi tahu nenek lagi tentang berita duka. Atau aku saat ini yang tengah teralihkan perhatiannya pada hal lain. Setelah mengambil kelereng kecil berwarna biru cerah dengan gris lengkung kuning bercampur hijau itu aku langsung berlari menyusul si penendang.

Entah untuk mengembalikan kelereng ini pada pemiliknya atau meminta pertanggungjawaban berupa permohonan maaf karena punggung ku sedikit merasakan sakit. Yang pasti aku tidak akan mengejeknya karena menangis kencang.

"Kenapa kau menangis?" Jujur aku sedikit khawatir. Anak laki laki itu di atas batu sedikit lumut tepi sungai kecil.

"Gimana aku gak nangis kalau Bapakku meninggal!" Teriakan itu menjawabku membuatku sedikit terkejut.

"Kamu siapa?" Kakiku yang memerah maju satu langkah. 

"Aku anak dari orang yang baru saja meninggal! Kau tidak dengar atau bagaimana sih?!" Akhirnya dia menoleh ke belakang melihat lawan bicaranya. Dikalimatnya yang kedua, kakinya melompat dari batu dan mendarat di hadapanku.

"Aku belum dengar namamu siapa tuh." 

"Aku memang belum kasih tahu namaku tuh."

Lihat selengkapnya